
OJK: Perusahaan Fintech Bakal Diwajibkan Punya Modal Khusus
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
03 March 2018 13:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mewajibkan perusahaan Fintech (Financial Technology/Teknologi Finansial) memiliki dana khusus yang dipisahkan dari funding (dana simpanan) dan lending (dana pinjaman). Dana ini dialokasikan jika nantinya terjadi masalah pada perusahaan Fintech yang bisa merugikan masyarakat.
"Dengan adanya perusahaan sejenis Fintech ini kita tidak mau masyarakat dibohongi. Penyedia platform Fintech harus transparan. Maka agar serius perusahaan Fintech ini maka mereka harus punya dana khusus yang di-lock up (dikunci) misal di deposito atau sejenisnya," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam diskusi bersama Redaktur Media Massa Nasional, di Bandung, Sabtu (3/2/2018).
"Dia (perusaahan Fintech) harus punya modal tertentu yang modalnya itu jangan dipakai macam-macam. Seperti bank yang punya kewajiban setor GWM (Giro Wajib Minimum) nanti modal itu diminta lockup tidak dipakai operasi," imbuh Wimboh.
Menurutnya, dana ini akan disesuaikan dengan leverage-nya atau pinjamannya yang diberikan. Semakin besar pinjaman ke nasabah maka semakin besar juga modal yang harus di-lock up.
"Kalau sudah besar. Dana ini buat backup kalau-kalau nanti seperti Fintech peer to peer ini pinjamannya macet. Nah bagaimana ini. Terlalu dini untuk asuransi. Kalau Fintech ini bangkrut maka penyedia platform saat ini kan tidak ada tanggung jawab. Dengan adanya modal yang dikunci ini dia akan hati-hati. Kalau ada peminjam default bisa diambil dana lockup itu," papar Wimboh lebih jauh.
Sampai Februari 2018, Wimboh mengatakan sudah ada 36 Fintech yang terdaftar di OJK dengan total portofolio pinjamannya mencapai Rp 3 triliun. "Adapun rasio kredit macetnya sedikit meningkat dari 0,7% di Desember 2017 menjadi 1,2% di data terakhir," ungkapnya.
Wimboh menginginkan ke depan seluruh perusahaan Fintech bisa terus meningkatkan perlindungan konsumennya. Sehingga apa yang dikhawatirkan mengenai kasus yang terjadi bisa diminimalisir.
(dru) Next Article Dari Gojek sampai Tokopedia, Simak Ultimatum dari OJK Ini!
"Dengan adanya perusahaan sejenis Fintech ini kita tidak mau masyarakat dibohongi. Penyedia platform Fintech harus transparan. Maka agar serius perusahaan Fintech ini maka mereka harus punya dana khusus yang di-lock up (dikunci) misal di deposito atau sejenisnya," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam diskusi bersama Redaktur Media Massa Nasional, di Bandung, Sabtu (3/2/2018).
"Dia (perusaahan Fintech) harus punya modal tertentu yang modalnya itu jangan dipakai macam-macam. Seperti bank yang punya kewajiban setor GWM (Giro Wajib Minimum) nanti modal itu diminta lockup tidak dipakai operasi," imbuh Wimboh.
"Kalau sudah besar. Dana ini buat backup kalau-kalau nanti seperti Fintech peer to peer ini pinjamannya macet. Nah bagaimana ini. Terlalu dini untuk asuransi. Kalau Fintech ini bangkrut maka penyedia platform saat ini kan tidak ada tanggung jawab. Dengan adanya modal yang dikunci ini dia akan hati-hati. Kalau ada peminjam default bisa diambil dana lockup itu," papar Wimboh lebih jauh.
Sampai Februari 2018, Wimboh mengatakan sudah ada 36 Fintech yang terdaftar di OJK dengan total portofolio pinjamannya mencapai Rp 3 triliun. "Adapun rasio kredit macetnya sedikit meningkat dari 0,7% di Desember 2017 menjadi 1,2% di data terakhir," ungkapnya.
Wimboh menginginkan ke depan seluruh perusahaan Fintech bisa terus meningkatkan perlindungan konsumennya. Sehingga apa yang dikhawatirkan mengenai kasus yang terjadi bisa diminimalisir.
(dru) Next Article Dari Gojek sampai Tokopedia, Simak Ultimatum dari OJK Ini!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular