Transportasi Online

Aturan Taksi Online Dari Kuota Hingga Pajak Mulai Berlaku

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
30 January 2018 07:12
Aturan Taksi Online Dari Kuota Hingga Pajak Mulai Berlaku
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia — Pada Senin (29/1/2018) sejumlah driver taksi online berdemo untuk menolak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang taksi online. Aturan ini dianggap bisa mengancam pendapatan para driver.

Demo ini dimulai dengan berkumpul ke IRTI Monas lalu setelahnya melakukan long march ke kantor kementerian Perhubungan. Hal-hal yang ditolak dalam peraturan ini adalah mengenai surat izin mengemudi (SIM) umum, kuota taksi online, uji KIR dan kebijakan harus mendirikan badan hukum.

Setelah berdiskusi dengan para pendemo tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan tidak ada revisi dari aturan tersebut tetapi pemerintah akan membantu para driver taksi online.

“Sudah sepakat tidak. Revisi pun bukan. Jadi nanti kita akan ada payung hukum tertentu yang menjembatani kepentingan mereka,” ujar Budi saat berada di Kementrian Perhubungan, Senin (29/1/2018).


Kementerian Perhubungan akan membantu pembuatan SIM secara kolektif dari taksi online. Dalam uji KIR akan di buat tanda kalung hasil uji KIR tidak diketrik.

Untuk kuota taksi online tetap akan dijalankan. Pemerintah masih melakukan kajian untuk merumuskan perhitungan kuota. Salah satu yang sudah pasti adalah wilayah Jabodetabek yang akan diberi kuota 36.000 taksi online.


“Sampai sekarang yang mendaftar barus sekitar 4.000 orang. Jadi masih banyak kuota yang belum dimanfaatkan oleh para driver online ini,” tambah Budi.
Pemerintah juga akan menerapkan pajak taksi online. Penyusunan aturan ini berada di bawah kementerian dalam negeri karena berhubungan dengan pendapatan daerah.

“Pajaknya nanti dengan kementerian dalam negeri ya, kita ada perlakuan yang beda dengan online soalnya plat hitam kan,” ujar Budi Setiadi, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Senin (29/1/2018).


Penerapan pajak ini disambut baik oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda). Pengenaan pajak pada taksi online merupakan kewajiban dari semua warga negara yang memiliki penghasilan.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organda Ateng Haryono menyatakan pengenaan pajak ini juga menjadi subsitusi dari berkurangnya penerimaan pajak akibat adanya penutupan dan pengurangan operasi taksi konvensional.

Ateng mencontohnya, di Jakarta sebelumnya ada 27.000 taksi konvensional. Setelah kehadiran taksi online jumlahnya turun menjadi dibawah 10.000 taksi konvensional. 

“Ada sekitar 17.000 taksi yang tak lagi sumbang penerimaan pajak dan ini kurang baik bagi pemerintah. Untuk menjaga penerimaan atau bahkan meningkatkannya harus dikenakan pajak bagi mereka. Penerapan pajak taksi online ini juga sebagai salah satu bentuk penyetaraan aturan, masa taksi konvensional dikenakan pajak, taksi online belum kena pajak juga,” terang Ateng.


Meski begitu, memungut pajak taksi online tidak mudah. Pemerintah harus memastikan semua taksi online berbadan hukum atau Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Jika belum memiliki badan hukum yang jelas, maka otoritas pajak tidak akan bisa memungut pajak perusahaan taksi online, lantaran tidak cukup kuat disebut BUT.

Tanpa menjadi BUT, menurut dia, akan sulit bagi pemerintah mengukur tingkat kepatuhan pajak penyedia transportasi online. Masalah ini, kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo , tak jauh berbeda dengan pengenaan pajak bagi bisnis Over The Top (TOP).

“Memang sulit, harus dipaksa dengan bisnis OTT lainnya,” ungkapnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular