
Transportasi Online
Aturan Taksi Online Dari Kuota Hingga Pajak Mulai Berlaku
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
30 January 2018 07:12

Pemerintah juga akan menerapkan pajak taksi online. Penyusunan aturan ini berada di bawah kementerian dalam negeri karena berhubungan dengan pendapatan daerah.
“Pajaknya nanti dengan kementerian dalam negeri ya, kita ada perlakuan yang beda dengan online soalnya plat hitam kan,” ujar Budi Setiadi, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Senin (29/1/2018).
Penerapan pajak ini disambut baik oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda). Pengenaan pajak pada taksi online merupakan kewajiban dari semua warga negara yang memiliki penghasilan.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organda Ateng Haryono menyatakan pengenaan pajak ini juga menjadi subsitusi dari berkurangnya penerimaan pajak akibat adanya penutupan dan pengurangan operasi taksi konvensional.
Ateng mencontohnya, di Jakarta sebelumnya ada 27.000 taksi konvensional. Setelah kehadiran taksi online jumlahnya turun menjadi dibawah 10.000 taksi konvensional.
“Ada sekitar 17.000 taksi yang tak lagi sumbang penerimaan pajak dan ini kurang baik bagi pemerintah. Untuk menjaga penerimaan atau bahkan meningkatkannya harus dikenakan pajak bagi mereka. Penerapan pajak taksi online ini juga sebagai salah satu bentuk penyetaraan aturan, masa taksi konvensional dikenakan pajak, taksi online belum kena pajak juga,” terang Ateng.
Meski begitu, memungut pajak taksi online tidak mudah. Pemerintah harus memastikan semua taksi online berbadan hukum atau Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Jika belum memiliki badan hukum yang jelas, maka otoritas pajak tidak akan bisa memungut pajak perusahaan taksi online, lantaran tidak cukup kuat disebut BUT.
Tanpa menjadi BUT, menurut dia, akan sulit bagi pemerintah mengukur tingkat kepatuhan pajak penyedia transportasi online. Masalah ini, kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo , tak jauh berbeda dengan pengenaan pajak bagi bisnis Over The Top (TOP).
“Memang sulit, harus dipaksa dengan bisnis OTT lainnya,” ungkapnya.
(roy/roy)
“Pajaknya nanti dengan kementerian dalam negeri ya, kita ada perlakuan yang beda dengan online soalnya plat hitam kan,” ujar Budi Setiadi, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Senin (29/1/2018).
Penerapan pajak ini disambut baik oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda). Pengenaan pajak pada taksi online merupakan kewajiban dari semua warga negara yang memiliki penghasilan.
Ateng mencontohnya, di Jakarta sebelumnya ada 27.000 taksi konvensional. Setelah kehadiran taksi online jumlahnya turun menjadi dibawah 10.000 taksi konvensional.
“Ada sekitar 17.000 taksi yang tak lagi sumbang penerimaan pajak dan ini kurang baik bagi pemerintah. Untuk menjaga penerimaan atau bahkan meningkatkannya harus dikenakan pajak bagi mereka. Penerapan pajak taksi online ini juga sebagai salah satu bentuk penyetaraan aturan, masa taksi konvensional dikenakan pajak, taksi online belum kena pajak juga,” terang Ateng.
Meski begitu, memungut pajak taksi online tidak mudah. Pemerintah harus memastikan semua taksi online berbadan hukum atau Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Jika belum memiliki badan hukum yang jelas, maka otoritas pajak tidak akan bisa memungut pajak perusahaan taksi online, lantaran tidak cukup kuat disebut BUT.
Tanpa menjadi BUT, menurut dia, akan sulit bagi pemerintah mengukur tingkat kepatuhan pajak penyedia transportasi online. Masalah ini, kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo , tak jauh berbeda dengan pengenaan pajak bagi bisnis Over The Top (TOP).
“Memang sulit, harus dipaksa dengan bisnis OTT lainnya,” ungkapnya.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular