
Ya Akhi-Ukhti, Aset Keuangan Syariah Sudah Tembus Rp 1.803 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan total aset keuangan syariah meningkat tajam sepanjang tahun lalu (tidak termasuk saham syariah), nilainya mencapai Rp 1.802,86 triliun atau setara dengan US$ 127,82 miliar, dengan market share keuangan syariah 9,9%.
Wimboh, dalam data papararn disampaikan, mengatakan aset tersebut terdiri dari aset pasar modal syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.077,62 triliun, IKNB (industri keuangan non-bank) syariah Rp 116,34 triliun dan perbankan syariah Rp 608,9 triliu, dengan pertumbuhan 22,79% secara tahunan (year on year/yoy).
Pada 2019, aset pasar modal syariah Rp 824,19 triliun, IKNB syariah Rp 105,61 triliun, dan perbankan syariah Rp 538,32 triliun, dengan pertumbuhan 13,84% yoy.
![]() Paparan Wimboh di IDX, 4/2/2021 |
Wimboh mengatakan, di tengah kontraksi kredit perbankan nasional sebesar -2,41% di 2020, pembiayaan bank umum syariah masih bertumbuh 9,5% yoy dengan ketahanan yang memadai.
"Aset keuangan syariah juga tetap tumbuh tinggi di era pandemi. Total aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 1.802,86 triliun atau US$ 127,82 miliar," jelas dalam prakata pembukaan perdagangan perdana oleh manajemen PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), di gedung Bursa Efek Indonesia, Kamis (4/2/2021).
Dia mengatakan sejumlah tantangan masih besar yang akan dihadapi industri keuangan syariah termasuk perbankan syariah kendati pemerintah sudah berhasil menggabungkan tiga bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia.
Ketiga bank syariah BUMN tersebut yakni PT Bank BRISyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah, yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, 1 Februari lalu.
Sejumlah pekerjaan rumah (PR) besar bagi industri keuangan syariah di antaranya pertama, rendahnya tingkat pemahaman masyarakat atas produk dan layanan keuangan syariah.
"Tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 9,10%, sementara konvensional 76,19%. Tingkat literasi keuangan syariah sebesar 8,93%, semenetara konvensional 38,03%," kata Wimboh.
Kedua, terbatasnya sumber daya manusia dan kapasitas industri keuangan syariah.
"SDM Syariah yang berkualitas dengan kapasitas yang tinggi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing keuangan syariah terutama dalam mengakselerasi digitalisasi produk dan layanan di masa pandemi
Ketiga, competitiveness produk dan layanan keuangan syariah yang belum setara dibandingkan konvensional. "Model bisnis dan variasi produk syariah yang relatif masih terbatas," jelasnya.
Keempat, keuangan syariah belum sepenuhnya terintegrasi dalam ekosistem industri halal. "Ini mempengaruhi peningkatan market share keuangan syariah yang terbatas, dimana di Desember 2020 masih sebesar 9,9%," katanya.
Wimboh mengatakan sejumlah manfaat dengan adanya merger tersebut. "Merger meningkatkan kapasitas permodalan dan sumber daya bank syariah. Menciptakan bank Syariah yang masuk dalam 10 besar dunia berdasarkan kapitalisasi pasar dalam 5 tahun ke depan, dan penguatan kelembagaan bank syariah," katanya.
"Diharapkan terdapat Bank Syariah BUKU [bank umum kelompok usaha] 4 sehingga memiliki kapasitas dan jaringan perbankan syariah yang memadai," katanya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aset Keuangan Syariah RI Kalah dari Malaysia, La Tahzan ya!