MARKET DATA

Banjir, Badai, & Kebakaran Menggila: Risiko Bencana 2026 Makin Mahal

Achmad Aris,  CNBC Indonesia
23 December 2025 13:15
Ilustrasi Kebakaran
Foto: via REUTERS/POOL
Key Takeaway
  • Bahaya sekunder seperti hujan es, banjir, badai, dan kebakaran hutan akan kembali menjadi ancaman berskala besar yang memicu kerugian bencana alam global
  • Bahaya utama seperti siklon tropis atau gempa bumi masih memiliki potensi terbesar untuk menyebabkan peristiwa kerugian tunggal yang parah
  • Swiss Re Institute memperkirakan total kerugian ekonomi global yang ditimbulkan akibat bencana alam mencapai US$220 miliar pada 2025

Jakarta, CNBC Indonesia - Risiko kerugian akibat bencana alam diperkirakan bakal berlanjut pada 2026. Nilainya pun diproyeksi akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Bahaya sekunder seperti hujan es, banjir, badai, dan kebakaran hutan akan kembali menjadi ancaman berskala besar yang memicu kerugian bencana alam global. Dalam setahun terakhir, sekitar 60% kerugian bencana alam global dipicu oleh bahaya sekunder. Tren ini menunjukkan bahwa bahaya sekunder akan semakin membentuk profil risiko.

Di sisi lain, bahaya utama seperti siklon tropis atau gempa bumi masih memiliki potensi terbesar untuk menyebabkan peristiwa kerugian tunggal yang parah.

Analis Bencana Alam/GIS dari HDI Global Melanie Fischer memperkirakan tren kerugian akibat bencana alam akan berlanjut pada 2026. Menurutnya, kerugian ekonomi global secara keseluruhan akibat bencana alam akan kembali di atas rata-rata.

Selain kebakaran hutan, dia menambahkan banjir tetap menjadi faktor utama dalam beban kerugian global. "Pada abad ke-21, banjir merupakan bencana alam paling mahal kedua di dunia," jelasnya seperti dikutip dari Insurance Business, Selasa (23/12/2025).

Melanie menjelaskan wilayah Asia dalam setahun terakhir mengalami kerugian akibat banjir tertinggi kedua di dunia. Banjir terutama di daerah perkotaan merupakan bencana alam yang sangat penting untuk diperhatikan dan diwaspadai.

Pasalnya, banyak daerah perkotaan kesulitan ketika terjadi curah hujan lebat. Tata infrastruktur perkotaan seringkali tidak siap menghadapi volume dan kecepatan aliran air yang tinggi. Sistem perlindungan banjir yang ada seringkali kewalahan dan akhirnya terjadi banjir yang besar.

Kerugian Asuransi Tembus US$100 Miliar

Swiss Re Institute memperkirakan total kerugian ekonomi global yang ditimbulkan akibat bencana alam mencapai US$220 miliar pada 2025 atau turun dibandingkan dengan 2024 sebesar US$327 miliar. Dalam 10 tahun terakhir, total kerugian ekonomi akibat bencana alam berkisar US$267 miliar.

Sementara itu total kerugian bencana alam yang diasuransikan (insured losses) pada tahun 2025 mencapai US$107 miliar, 24% lebih rendah dari US$141 miliar yang tercatat pada tahun 2024.

Insured losses ini didorong oleh rekor kerugian kebakaran hutan di LA pada kuartal I/2025 yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penyebab lainnya adalah severe convective storms (SCS) yang menjadi pendorong kerugian global utama dan berkelanjutan.

Jérôme Jean Haegeli, Kepala Ekonom Grup Swiss Re, mengatakan di tengah volatilitas tahunan, kerugian yang diasuransikan terus meningkat. Hal ini seharusnya menjadi pengingat bahwa kesiapan proteksi asuransi sangat penting untuk melindungi jiwa dan harta benda.

"Perusahaan reasuransi dan sektor asuransi yang lebih luas memiliki peran ganda: bertindak sebagai penyerap guncangan keuangan dan mendukung pengembangan kebijakan publik dan investasi swasta yang tangguh dan berbasis risiko yang mengurangi kerugian di masa depan."

Asia Tenggara mengalami banjir sungai dan banjir bandang yang parah pada bulan November, khususnya di Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Serangkaian sistem cuaca kompleks yang melibatkan interaksi beberapa sistem siklon dan monsun yang intensif di bawah kondisi La Niña menciptakan kombinasi destruktif berupa hujan, tanah longsor, dan banjir bandang yang mengakibatkan kerusakan meluas.

(ach/ach)



Most Popular