Jakarta, CNBC Indonesia - Hujan deras memicu banjir bandang di sebagian wilayah Sumatra. Banjir meninggalkan duka mendalam karena menewaskan sedikitnya 43 orang.
Polda Sumatra Utara (Sumut) merilis data terbaru korban bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah di Sumut. Dari data terakhir, jumlah korban meninggal telah mencapai 43 jiwa, dari data terakhir sebanyak 34 jiwa.
"Terdiri dari 43 orang meninggal dunia," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan, dikutip dari Detikcom, pada Kamis (27/11/2025).
Cuaca ekstrem sejak Senin (24/11/2025) telah menyebabkan bencana di empat kabupaten di Sumatera Utara, yang meliputi Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.
Hujan deras selama lebih dari dua hari memicu terjadinya banjir dan tanah longsor di daerah tersebut.
Di Kabupaten Tapanuli Selatan, bencana ini membuat lebih dari 2 ribu warga terpaksa mengungsi. Sementara di Tapanuli Tengah, banjir melanda sembilan kecamatan dan merendam 1.902 unit rumah.
Deru hujan lebat juga mengguyur Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, pada Selasa (25/11) malam, menyisakan duka mendalam bagi sebagian besar warga di sana. Lima orang ditemukan meninggal dunia akibat terseret banjir bandang, sementara empat lainnya masih dinyatakan hilang. Selain itu, tujuh orang mengalami luka berat dan dua lainnya luka ringan atas peristiwa ini.
Foto: Pemandangan drone menunjukkan mobil-mobil yang terparkir di area banjir di distrik Hat Yai, yang terdampak hujan deras, yang telah melanda 10 provinsi di Thailand selatan dan menewaskan beberapa orang, di provinsi Songkhla, Thailand, 25 November 2025. (REUTERS/Tannarin Suchipong)Pemandangan drone menunjukkan mobil-mobil yang terparkir di area banjir di distrik Hat Yai, yang terdampak hujan deras, yang telah melanda 10 provinsi di Thailand selatan dan menewaskan beberapa orang, di provinsi Songkhla, Thailand, 25 November 2025. (REUTERS/Tannarin Suchipong) |
Hujan deras yang mengguyur Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat, sejak Rabu (26/11) juga menyebabkan peningkatan debit air Sungai Batang Lembang dan Batang Gawan. Banjir kiriman dari daerah tetangga memperparah kondisi, sehingga sejumlah pemukiman warga di dua kecamatan terdampak tergenang air, menimbulkan risiko terhadap keselamatan jiwa dan kerusakan materil.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf resmi menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan longsor yang berlaku selama 14 hari. Penetapan dilakukan hari ini, Kamis (27/11/2025), menyusul parahnya bencana yang telah memutus jaringan komunikasi dan menimbulkan korban jiwa.
Banjir Jadi Bencana Mematikan Tahun Ini
Tidak hanya di Indonesia, tahun ini bencana banjir juga menghampiri kota-kota di seluruh dunia.
Seperti banjir yang terjadi di provinsi Henan, Hubei, dan Guizhou di Tiongkok pada minggu pertama Juli. Banjir hebat menerjang daerah China Tengah dan Selatan tersebut menewaskan puluhan jiwa dan membuat puluhan ribu orang mengungsi.
Di awal Juli 2025, banjir bandang melanda Texas Tengah, Amerika Serikat (AS).
Ketidakpastian iklim yang mengundang terjadinya banjir disebabkan oleh suhu permukaan bumi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Foto: Patrick Keely via REUTERS/Patrick KeelyPemandangan drone sebuah rumah yang tersapu banjir di sepanjang jalan setelah hujan deras yang mengakibatkan banjir bandang di sepanjang Sungai Concho di San Angelo, Texas, AS, 4 Juli 2025, dalam tangkapan layar yang diperoleh dari video media sosial. Patrick Keely/via REUTERS |
Menurut laporan Laporan "State of the Global Climate 2024" yang dirilis oleh World Meteorological Organization (WMO), suhu rata-rata global antara 2025 dan 2029 diperkirakan lebih tinggi 1,2°C-1,9°C dibandingkan dengan rata-rata suhu pada periode 1850-1900.
Ada kemungkinan 80% bahwa ke depannya akan ada tahun yang lebih panas daripada suhu tahun 2024 yang merupakan tahun terpanas yang tercatat. Tahun 2024 memiliki rata-rata suhu lebih dari 1,5°C di atas rata-rata periode 1850-1900. Tahun ini adalah tahun terpanas dalam catatan pengamatan selama 175 tahun.
Laporan Climate Risk Index 2025 mencatat bahwa dalam tiga dekade terakhir, dunia telah mengalami lebih dari 9.400 peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, dengan total kerugian ekonomi mencapai USUS$ 4,2 triliun atau sekitar Rp 68.943 triliun.
Bencana ekstrem yang terjadi dalam 30 tahun terakhir didominasi oleh tiga jenis utama, yaitu badai, heatwave, dan banjir.
Banjir menjadi bencana yang paling banyak berdampak pada populasi, dengan lebih dari 2,91 miliar orang atau hampir 3 miliar terdampak langsung dalam tiga dekade terakhir.
Selain itu, kekeringan dan kebakaran hutan juga berkontribusi besar terhadap dampak ekonomi dan sosial, terutama di negara-negara dengan ketahanan iklim yang rendah.
Menurut perkiraan World Bank, 1,81 miliar orang, atau 23% dari populasi dunia, secara langsung telah terpapar banjir dengan kedalaman lebih dari 0,15 meter dengan probabilitas 1 banding 100 tahun.
Foto: Germanwatch10 negara dengan dampak cuaca ekstrem terbesar sepanjang 1993-2022. |
Selain itu, 780 juta orang yang terpapar banjir hidup dengan penghasilan kurang dari USUS$5,50 per hari, dan 170 juta orang yang terpapar banjir hidup dalam kemiskinan ekstrem (dengan penghasilan kurang dari US$1,90 per hari). Singkatnya, 4 dari setiap 10 orang yang terpapar risiko banjir secara global hidup dalam kemiskinan.
Sebuah penelitian yang berjudul "Flood exposure and poverty in 188 countries" pada tahun 2022 menyebutkan bahwa Kawasan Asia Timur dan Pasifik memiliki jumlah penduduk terbanyak yang terpapar risiko banjir signifikan, sekitar 28% dari 668 juta populasi di kawasan tersebut.
Di kawasan Asia Selatan, 576 juta orang terpapar risiko banjir yang signifikan (sekitar 30,4% dari populasi).
Indonesia sendiri termasuk dari 10 negara dengan penduduk yang terpapar risiko banjir paling tinggi di dunia.
Sepuluh negara tersebut mencakup negara-negara yang penduduknya banyak terkonsentrasi di sepanjang daerah sungai utama (misalnya Bangladesh, Mesir, Vietnam) atau di wilayah pesisir seperti Indonesia dan Jepang.
Dua negara dengan populasi terbesar, India dan China, memiliki jumlah orang yang terpapar risiko banjir tertinggi secara absolut, masing-masing 390 juta dan 395 juta. Jika digabungkan, jumlahnya mewakili sekitar sepertiga dari semua orang yang terpapar risiko banjir tinggi secara global.
Banjir memiliki dampak ekonomi yang besar. Jika banjir terjadi cukup parah, kegiatan ekonomi di suatu daerah dapat menjadi lumpuh total. Penelitian ini memperkirakan bahwa dari total US$9,8 triliun nilai aktivitas ekonomi di daerah berisiko banjir, 84% berada di negara-negara berpendapatan tinggi dan menengah atas.
Di antara negara-negara dengan nilai ekonomi yang terpapar terbesar, China memimpin dengan US$3,3 triliun, diikuti oleh AS (US$1,1 triliun) dan Jepang (US$0,7 triliun).
Dilansir dari Financial Times, Eropa mengalami kerugian asuransi sebesar hampir US$5 miliar akibat banjir pada tahun 2023. Di Amerika Serikat, kerugian jaminan asuransi meningkat 36% menjadi US$112,7 miliar pada tahun 2024, dengan sebagian besar disebabkan oleh banjir daratan dan pesisir yang dipicu oleh Badai Helene dan Milton.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
[email protected]