Ketuk Palu The Fed: Dalam Hitungan Jam Lagi, Dunia Bisa Berubah Total
- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, bursa merah sementara rupiah bangkit
- Wall Street juga ditutup beragam menjelang keputusan The Fed
- Keputusan The Fed serta data ekonomi dalam negeri diperkirakan akan menggerakkan pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia-Â Pasar keuangan dalam negeri ditutup beragam kemarin. Bursa saham merah sementara rupiah mulai bangkit.
Pasar keuangan diperkirakan akan lebih wait and see hari ini menunggu keputusan besar bank sental Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). Selengkapnya mengenai sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (9/12/2025), seiring dengan bursa Asia yang mengalami koreksi.
IHSG ditutup turun 0,61% atau 53,51 poin ke level 8.657,18. Koreksi IHSG kemarin setelah pada perdagangan kemarin menyentuh rekor level tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH).
Indeks sempat menguat ke level 8.749,26 atau menguat 0,44%. Akan tetapi penguatan IHSG kemudian terpangkas hingga akhirnya masuk zona koreksi setelah 30 menit pertama perdagangan.
Sebanyak 452 saham turun, 262 naik, dan 243 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 26,03 triliun, melibatkan 53,21 miliar saham dalam 3,09 juta kali transaksi.
Adapun tiga saham yang menjadi perhatian investor kemarin adalah Bumi Resources (BUMI), Dharma Henwa (DEWA), dan Solusi Sinergi Digital (WIFI). BUMI mencatat nilai transaksi Rp 6,41 triliun, DEWA Rp 3,29 triliun, dan WIFI Rp 1,98 triliun.
Mengutip Refinitiv, nyaris seluruh sektor berada di zona merah. Bahan baku turun paling dalam, yakni 1,41%. Lalu properti -1,38% dan finansial -1,07%.
Beralih ke pasar valas, Rupiah berhasil ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (9/12/2025). Membalikkan tekanan yang terjadi pada perdagangan sebelumnya.
Merujuk data Refinitiv, rupiah Garuda bertengger di posisi Rp16.660/US$ atau terapresiasi sebesar 0,15% pada penutupan perdagangan kemarin. Penguatan ini menjadi pembalikan arah setelah pada perdagangan kemarin, Senin (8/12/2025) rupiah tertekan cukup dalam hingga 0,30% atau terkoreksi ke level Rp16.685/US$.
Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak cukup volatil dengan bergerak di rentang level Rp16.654- Rp16.695/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.00 WIB terpantau menguat tipis 0,01% ke level 99,095. Meski demikian, penguatan terbatas dolar tidak mampu menahan laju apresiasi rupiah hingga penutupan sesi.
Penguatan rupiah sejalan dengan sikap wait and see pelaku pasar global yang masih menantikan hasil rapat kebijakan moneter Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diumumkan Rabu malam waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Pasar cenderung menahan posisi sambil menunggu kepastian arah kebijakan suku bunga ke depan.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun stagnan di 6,24%.
Dari pasar saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street berakhir beragam pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari waktu Indonesia.
Indeks S&P turun tipis 0,09% dan ditutup di level 6.840,51, sementara Nasdaq Composite naik 0,13% dan mengakhiri sesi di 23.576,49. Dow Jones Industrial Average melemah 179,03 poin, atau 0,38%, dan berakhir di 47.560,29. Indeks berisi 30 saham tersebut terseret oleh penurunan saham JPMorgan, setelah proyeksi beban 2026 yang lebih tinggi dari perkiraan.
Pelaku pasar menunggu keputusan suku bunga The Fed yang sangat ditunggu-tunggu pada Rabu atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pasar bertaruh bahwa bank sentral akan kembali memangkas suku bunga pinjaman overnight utama sebesar 25 bps, sama seperti pada pertemuan September dan Oktober.
Alat FedWatch dari CME menunjukkan kontrak futures Fed funds menunjukkan peluang sekitar 87% untuk terjadinya penurunan, naik dari kurang dari 67% sebulan yang lalu.
Antisipasi pemangkasan suku bunga membantu mendorong Russell 2000, indeks saham perusahaan kecil, mencapai rekor tertinggi intraday terbaru pada perdagangan Selasa.
Pemangkasan suku bunga dapat lebih menguntungkan perusahaan kecil karena biaya pinjaman mereka lebih terkait dengan suku bunga pasar dibanding perusahaan besar, dan tingkat bunga yang lebih rendah dapat membantu pertumbuhan ekonomi meluas ke lebih banyak sektor.
"Meski pemangkasan suku bunga hampir terasa pasti saat ini, proyeksi ekonomi The Fed dan komentar Ketua (Jerome) Powell akan memainkan peran besar dalam reaksi pasar bukan hanya minggu ini, tetapi bisa juga menentukan sentimen hingga akhir bulan," kata Bret Kenwell, analis investasi AS di eToro kepada CNBC International.
Setelah koreksi terbaru di saham dan kripto, investor risk-on berharap The Fed akan memuluskan jalan bagi reli akhir tahun alih-alih meredam rebound yang muncul baru-baru ini.
Kenwell mencatat bahwa The Fed sedang menyeimbangkan banyak faktor menjelang keputusan tersebut: inflasi yang masih lengket, lanskap makroekonomi yang tidak jelas, data ekonomi yang tertunda akibat shutdown pemerintah AS yang terlama dalam sejarah, serta ekspektasi terkait ketua baru.
"Ada banyak faktor bergerak bagi The Fed pada 2026. ... Ini memunculkan pertanyaan kunci: Apakah The Fed mampu mengambil sikap akomodatif jika faktor-faktor ini berlanjut hingga 2026, ataukah mandat ganda mereka akan menahan para dovish?" ujarnya.
Untuk saat ini, Ron Albahary, Chief Investment Officer LNW, meyakini bahwa pemangkasan 25 bps dan narasi hawkish kemungkinan sudah diperhitungkan pasar.
Dia mengatakan bahwa pasar bisa mulai lebih fokus pada fase berikutnya dari kepemimpinan The Fed baik siapa yang akan memimpin maupun bagaimana mereka akan memimpin mengingat masa jabatan Powell sebagai ketua akan berakhir pada Mei 2026.
Pergantian ekspektasi pasar soal pemangkasan suku bunga The Fed untuk Desember sangat ekstrem sempat hampir 100%, lalu turun ke 30%, lalu kembali naik ke 90-100%.
"Volatilitas yang didorong oleh komunikasi The Fed seperti itu menunjukkan bahwa jalur transmisi komunikasi The Fed kemungkinan sedang bermasalah. Itu harus diperbaiki. Kepemimpinan baru nanti, siapa pun orangnya, mungkin akan fokus pada perubahan cara penyampaian panduan. Dan itu sebenarnya bisa menjadi hal yang positif." imbuh Albahary.
Pelaku pasar keuangan akan mencermati sejumlah sentimen hari ini. Sentimen terbesar datang dari rapat The Fed sementara dari dalam negeri ada sejumlah faktor menarik, mulai dari data penjualan ritel hingga penawaran saham PT Super Bank Indonesia.
Berikut beberapa sentimen pasar hari ini:
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali menguat pada November 2025. Bank Indonesia mencatat IKK berada di level 124, naik 2,8 poin dibandingkan Oktober dan tetap berada pada zona optimis yakni di atas batas 100.
Meski begitu, posisi IKK kali ini masih lebih rendah dibandingkan November tahun lalu yang sempat menyentuh 125,9.
Kenaikan optimisme konsumen terlihat merata di sebagian besar kelompok pengeluaran. Kelompok dengan belanja Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta justru menjadi penyumbang kenaikan paling besar, dari sebelumnya 110,9 menjadi 117,6.
Sebaliknya, kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta hingga Rp 4 juta mencatat peningkatan paling tipis, hanya naik dari 117,1 menjadi 117,3. Jika dilihat berdasarkan usia, seluruh kelompok umur mengalami penguatan, dengan kelompok 51-60 tahun menjadi yang paling signifikan melonjak dari 108,3 menjadi 116,9.
Peningkatan optimisme ini sejalan dengan membaiknya dua indikator utama, yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE naik dari 109,1 menjadi 111,5, didorong kenaikan pada seluruh komponennya.
Indeks Penghasilan Saat Ini (IPSI) tercatat melompat ke 121,5 dari 117,1, sementara Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (IPDG) serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) masing-masing meningkat ke 109,4 dan 103,7. Di sisi lain, IEK juga menguat dari 133,4 menjadi 136,6 dengan pendorong utama berupa naiknya Indeks Ekspektasi Penghasilan (IEP) yang menembus 140,6.
Meski keyakinan konsumen meningkat, pola pengelolaan pendapatan rumah tangga menunjukkan pergeseran tipis. BI menemukan bahwa rata-rata porsi pendapatan untuk konsumsi sedikit turun dari 74,7 persen pada Oktober menjadi 74,6 persen pada November.
Sementara itu, porsi pendapatan yang disimpan justru naik dari bulan sebelumnya menjadi 14,4 persen. Proporsi pembayaran cicilan atau utang relatif tidak berubah dan bertahan di level 11 persen.
Stabilnya porsi konsumsi terhadap pendapatan tersebut dipengaruhi oleh dinamika di masing-masing kelompok pengeluaran. Konsumsi kelompok berpengeluaran Rp 3,1 juta-4 juta dan di atas Rp 5 juta cenderung meningkat, tetapi pada kelompok Rp 2,1 juta-3 juta justru sedikit menurun. Kelompok dengan belanja Rp 1 juta-2 juta tercatat stabil dengan proporsi konsumsi di kisaran 76,5 persen. Untuk tabungan, kenaikan terjadi pada kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta-4 juta (14,3 persen) dan Rp 4,1 juta-5 juta (14,6 persen), sementara kelompok berpendapatan lebih dari Rp 5 juta justru mengalami penurunan tipis menjadi 15,9 persen.
Laju Inflasi China
Data yang dinanti agar melengkapi prospek perbaikan ekonomi China ada laju inflasi periode November. Data ini akan rilis pada hari ini Rabu (10/12/2025) sekitar pukul 08.30 WIB.
Laju inflasi diperkirakan bisa naik 0,9% yoy, dibandingkan bulan sebelumnya inflasi 0,2% yoy. Jika laju inflasi bisa naik sesuai ekspektasi, ini akan menandai pemulihan terkuat sejak Februari 2023 yang mencatat laju inflasi 1% yoy.
Perlu diketahui, China itu baru mencatat inflasi lagi pada Oktober sebesar 0,2% yoy, setelah dua bulan mengalami deflasi.
Rapat The Fed
Beralih ke negeri Paman Sam, rapat terakhir Federal Reserve (The Fed) di tahun ini resmi dimulai pada Selasa pagi, 9 Desember 2025.
Bank sentral Amerika Serikat itu dijadwalkan mengumumkan keputusan kebijakan moneternya pada Rabu sore pukul 14.00 waktu New York atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pelaku pasar umumnya memperkirakan The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, yang akan menjadi pemangkasan ketiga sepanjang tahun. Data CME Group menunjukkan probabilitas sekitar 90% bahwa pemangkasan suku bunga akan terjadi pada pertemuan kali ini.
Selain keputusan suku bunga, The Fed juga akan merilis proyeksi ekonomi terbaru melalui Summary of Economic Projections (SEP) untuk 2025. Dokumen ini memuat pandangan pejabat The Fed mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta arah suku bunga dalam beberapa tahun ke depan.
Foto: FedWatchtoolProyeksi pemangkasan suku bunga Desember |
Pada rilis terakhir bulan September, SEP menunjukkan proyeksi median The Fed mengarah pada hanya satu kali pemangkasan suku bunga pada 2026, setelah tiga kali penurunan yang diproyeksikan terjadi pada 2025. Perubahan terhadap outlook ini akan menjadi fokus utama investor pada hari pengumuman.
Pasar juga mencermati potensi perbedaan pandangan di antara para pejabat The Fed. Hal ini mengingat dalam pernyataan kebijakan bulan Oktober, dua anggota FOMC diketahui menolak keputusan mayoritas yang menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Sebagai catatan, The Fed kembali memangkas suku bunganya sebesar 25 bps ke level 3,75-4,00% pada pertemuan Oktober 2025.
Desember juga menjadi waktu pertama Fed merespons data inflasi akhir tahun. Jika inflasi melunak dan ekonomi mulai melemah, peluang pemangkasan suku bunga lebih cepat terbuka. Nada dovish Jerome Powell biasanya langsung memicu risk-on di pasar global.
Selain itu, pertemuan Desember kerap menentukan sentimen kuartal pertama. Sikap dovish biasanya menguatkan IHSG dan rupiah, sementara sikap hawkish memperkuat dolar AS, menekan rupiah, dan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi.
Volatilitas juga meningkat karena likuiditas perdagangan menjelang liburan cenderung menipis. Satu komentar dari Powell dapat mengguncang saham teknologi, dolar AS, maupun emas.
Pertanyaan terbesar yang dinantikan pasar adalah apakah Desember menjadi momen Fed Pivot-peralihan dari era suku bunga tinggi menuju pelonggaran. Secara historis, pivot Fed selalu menghasilkan pergerakan besar di saham, obligasi, dan aset berisiko
Data Tenaga Kerja AS Job Openings & Klaim Pengangguran
Lowongan pekerjaan di Amerika Serikat meningkat sebanyak 12.000 menjadi 7,670 juta pada Oktober 2025, naik dari 7,658 juta pada September, menurut data tertunda dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (US Bureau of Labor Statistics). Angka September menunjukkan lonjakan 431.000 dari level Agustus sebesar 7,227 juta, dengan kedua bulan tersebut melampaui ekspektasi pasar sebesar 7,2 juta.
Berdasarkan sektor, jumlah lowongan meningkat pada perdagangan, transportasi, dan utilitas ( 239.000), dipimpin oleh perdagangan ritel dan grosir, serta sektor kesehatan dan bantuan sosial ( 49.000). Namun, lowongan menurun pada sektor jasa profesional dan bisnis (-114.000), pemerintah federal (-25.000), serta sektor hiburan dan perhotelan (-22.000).
Rilis lowongan kerja (JOLTS) ini sangat penting karena hadir setelah lebih dari dua bulan tanpa publikasi akibat penutupan pemerintahan AS.
Bagi The Fed maupun pelaku pasar, JOLTS adalah indikator penting karena memberikan gambaran mengenai permintaan tenaga kerja, variabel yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan upah dan tekanan inflasi. Pasar tenaga kerja AS sendiri telah menunjukkan tanda-tanda pendinginan, bahkan dinilai sedikit terlalu cepat melambat. Kondisi inilah yang membuat sejumlah pembuat kebijakan The Fed lebih fokus pada stabilitas pasar tenaga kerja, meski inflasi masih berada di atas target 2%.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
- Laju Inflasi China
-
Menteri Pertanian dan Wakil Menteri Pertanian menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung F, kantor pusat Kementan, Kota Jakarta Selatan.
-
Menteri Perdagangan membuka perhelatan Jakarta Modest Summit di Djakarta Theater, Kota Jakarta Pusat.
-
Media briefing PELNI terkait kesiapan pelayanan pada musim libur Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 di Hotel Borobudur, Kota Jakarta Pusat.
-
PERBANAS menggelar konferensi pers CEO Forum & Economic Outlook 2026 di Ballroom Menara BRILiaN, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir Menteri Keuangan dan Direktur Utama BRI.
-
Konferensi pers Direktur Jenderal Bea dan Cukai terkait Pencetakan dan Pengiriman Perdana Pita Cukai Desain 2026 di kawasan produksi PERURI, Ciampel, Kabupaten Karawang.
-
Maybank Regional Financial Education Excellence Award 2025 di Hotel Fairmont, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir Chairman Maybank Group.
-
Media Briefing META: Mengupas Tren Digital yang Relevan untuk Bisnis di 2026 Bersama Meta di Sequis Tower, Kota Jakarta Selatan.
-
Deklarasi Arah Digital Indonesia: Terhubung, Tumbuh, Terjaga di Samisara Grand Ballroom, Sopo Del Tower, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir Menkomdigi.
-
Konferensi pers dan Gala Premier "Lupa Daratan" di Cinepolis Cinemas, Senayan Park, Kota Jakarta Pusat.
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
RUPS PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (CGAS)
RUPS PT Harapan Duta Pertiwi Tbk (HOPE)
RUPS PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS)
RENCANA Rupo emisi Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022
Tanggal DPS HMETD PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk.
Tanggal Dividen Tunai Interim Sarana Menara Nusantara Tbk
Tanggal cum Dividen Tunai Interim BFI Finance Indonesia Tbk
Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Zurich Asuransi Indonesia Tbk
Tanggal DPS HMETD PT Indomobil Multi Jasa Tbk.
Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Mastersystem Infotama Tbk.
Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Archi Indonesia Tbk
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(emb/emb) Next Article Dana Asing ke RI Tembus Rekor: Hati-Hati Jangan Mabuk Euforia
Foto: FedWatchtool