Pasar keuangan hari ini diharapkan dapat melanjutkan penguatan seiring meredanya tekanan eksternal dan meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed bulan ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat 0,49%, atau naik 40,08 poin ke level 8.548,79. Dari total emiten yang diperdagangkan, sebanyak 317 saham menguat, 380 melemah, dan 113 stagnan. Aktivitas pasar tergolong ramai, dengan nilai transaksi mencapai Rp21,70 triliun, melibatkan 45,10 miliar saham dalam 2,6 juta kali transaksi.
Ditengah penguatan IHSG, investor asing justru kembali mencatatkan aksi jual dengan total net sell sebesar Rp120,38 miliar.
Mayoritas sektor perdagangan bergerak di zona merah, namun sektor teknologi dan energi mencatat penguatan tertinggi. Sektor properti serta konsumer primer justru melemah paling dalam pada sesi perdagangan kemarin.
Saham Telkom Indonesia (TLKM) menjadi penggerak utama IHSG setelah melesat 3,99% ke Rp3.650 per saham, menyumbang 15,41 indeks poin. Emiten lain yang turut menopang penguatan IHSG antara lain BBCA, DSSA, GOTO, dan ENRG.
Beralih ke nilai tukar, rupiah ditutup stagnan pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (1/12/2025). Rupiah mengakhiri hari di posisi Rp16.655/US$, sama seperti penutupan sebelumnya. Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak dalam rentang Rp16.640-Rp16.670/US$, mencerminkan pergerakan yang terbatas.
Pergerakan rupiah ini terjadi meskipun dolar AS melemah di pasar global. Indeks dolar (DXY) tercatat turun 0,07% ke 99,390. Tekanan pada dolar seharusnya menjadi ruang bagi rupiah untuk menguat, namun pelaku pasar memilih berhati-hati menunggu data makro lanjutan dan arah kebijakan moneter global, terutama sikap The Fed pada pertemuan pekan depan.
BPS melaporkan inflasi November 2025 sebesar 0,17% (mtm) dan 2,72% (yoy), dengan inflasi year-to-date mencapai 2,27%, masih dalam rentang target Bank Indonesia. BPS juga merilis surplus neraca perdagangan Oktober 2025 sebesar US$2,4 miliar, lebih rendah dari US$4,34 miliar pada September tetapi tetap memperpanjang surplus selama 66 bulan beruntun.
Dari eksternal, dolar AS melemah setelah investor menatap Desember sebagai bulan krusial terkait peluang pemangkasan suku bunga terakhir The Fed tahun ini dan potensi penunjukan Ketua The Fed baru yang lebih dovish. Ekspektasi pasar kini menetapkan 87% peluang pemangkasan suku bunga 25 bps pada pertemuan FOMC pekan depan.
Selain itu, laporan bahwa Kevin Hassett menjadi kandidat terkuat pengganti Jerome Powell semakin menekan dolar AS. U.S. Treasury Secretary Scott Bessent bahkan mengisyaratkan bahwa keputusan terkait Ketua The Fed bisa keluar sebelum Natal.
Meski dolar tengah berada dalam tren pelemahan, rupiah hanya bergerak tipis akibat pasar masih mencermati campuran sentimen domestik dan ketidakpastian global.
Adapun di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat stagnan di level 6,134%, tidak berubah dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Minimnya pergerakan ini menunjukkan sikap wait and see pelaku pasar menjelang rilis data tenaga kerja AS serta keputusan kebijakan The Fed yang semakin dekat.
Dari bursa saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ambruk berjamaah pada perdagangan Senin atau Selasa waktu Indonesia. Saham tumbang dipicu meningkatnya volatilitas di pasar keuangan, terutama kripto.
Indeks S&P 500 turun 0,53% dan ditutup di level 6.812,63, sementara Nasdaq Composite melemah 0,38% dan berakhir di 23.275,92. Dow Jones Industrial Average jatuh 427,09 poin, atau 0,9%, ke 47.289,33. Pelemahan ini mengakhiri reli lima hari berturut-turut.
Bitcoin, cryptocurrency utama, anjlok sekitar 6% hingga diperdagangkan di bawah US$86.000, memberikan tekanan pada pasar saham.
Ambruknya Bitcoin kemarin adalah yang terburuk sejak Maret. Mata uang digital itu pada akhir bulan lalu jatuh di bawah US$90.000 untuk pertama kalinya sejak April dan sejak itu kesulitan untuk kembali bertahan di atas level tersebut. Saham-saham terkait kripto seperti Coinbase dan Strategy merosot pada perdagangan Senin.
Broadcom dan Super Micro Computer masing-masing turun lebih dari 4% dan 1%, menunjukkan adanya aksi ambil untung lanjutan pada saham-saham yang terkait tema kecerdasan buatan (AI). Namun, saham Synopsys melonjak setelah Nvidia mengumumkan investasi pada perusahaan tersebut. Sementara itu, saham Nvidia naik lebih dari 1%.
Di luar sektor teknologi, saham ritel seperti Ulta dan Walmart menguat seiring musim belanja liburan yang semakin ramai. State Street SPDR S&P Retail ETF (XRT) bergerak berlawanan dengan tren pasar yang turun pada hari Senin, mendorong kenaikan lima harinya menjadi lebih dari 6%.
"Saham sedang melalui periode konsolidasi. Namun, kami pikir kondisi dasarnya masih kuat saat ini, terutama dengan kemungkinan besar bahwa Federal Reserve akan kembali memangkas suku bunga minggu depan," kata Robert Schein, chief investment officer di Blanke Schein Wealth Management, kepada CNBC International.
Memasuki perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (2/12/2025), pelaku pasar diperkirakan masih akan merespon terhadap hasil rilis ekonomi dalam negeri.
Pasar juga akan menyoroti pelemahan indeks dolar AS yang semakin dalam, seiring menguatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada Desember. Rangkaian indikator ini akan menjadi acuan utama untuk membaca arah pemulihan ekonomi Indonesia menjelang akhir tahun 2025.
Dari dalam negeri, membaiknya inflasi dan kencangnya laju PMI Manufaktur menunjukkan fundamental ekonomi masih sangat kuat dan mesin ekonomi RI sudah mulai memanas menjelang akhir tahun. Hal ini akan menjadi penggerak positif buat saham, rupiah, dan SBN.
Berikut rangkuman sentimen ekonomi yang akan dicermati pasar pada hari ini:
Inflasi November Melandai
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi November 2025 pada Senin (1/12/2025) yang sebesar 0,17% mtm dan 2,72% yoy. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa inflasi tahun kalender kini berada di 2,27% ytd.
Dibandingkan bulan sebelumnya, inflasi Oktober tercatat 0,28% mtm dan 2,86% yoy, sehingga tekanan harga terlihat mulai mereda.
Realisasi ini sejalan dengan konsensus CNBC Indonesia dari sebelas institusi, yang memperkirakan inflasi berada di 0,22% mtm dan 2,80% yoy, dengan inflasi inti stabil pada 2,3%.
Salah satu penahan inflasi utama adalah deflasi beras, yang turun 0,59% mtm dan menjadi deflasi terdalam sepanjang 2025. Pudji menjelaskan bahwa penurunan harga beras dipicu oleh peningkatan ketersediaan selama musim panen, penyesuaian harga antar kualitas, serta penyaluran beras SPHP yang menambah pasokan di pasar.
Beras mengalami deflasi di 28 provinsi, inflasi di 8 provinsi, dan stabil di 2 provinsi. Secara historis, beras cenderung mengalami inflasi pada November 2022 dan 2023, namun pada November 2024 dan 2025 komoditas ini justru masuk fase deflasi lebih dalam. Sepanjang 2025, beras telah mencatat deflasi empat kali pada April, September, Oktober, dan November dengan November menjadi yang terdalam.
Deflasi beras ini menjadi faktor penting yang menjaga inflasi tetap rendah pada November, di tengah tekanan musiman akhir tahun.
Surplus Dagang Oktober Tetap Kuat, Meski Menyempit
BPS juga melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 mencatat surplus US$2,4 miliar, lebih rendah dibanding surplus September 2025 yang mencapai US$4,34 miliar.
Meski turun, surplus ini tetap memperpanjang kinerja positif Indonesia menjadi 66 bulan beruntun, didukung ekspor sebesar US$24,24 miliar dan impor US$21,84 miliar.
Realisasi surplus ini relatif sejalan dengan perkiraan pasar, di mana Polling CNBC Indonesia memproyeksikan surplus berada di sekitar US$3,69 miliar atau berpotensi lebih rendah.
Penyempitan surplus terutama disebabkan oleh melemahnya ekspor non-migas, yang turun 0,51% yoy menjadi US$23,34 miliar. Pelemahan terbesar berasal dari sektor pertambangan yang anjlok 32,9%, dengan kontribusi penurunan ekspor sebesar 4,95%. Komoditas seperti bijih tembaga, batu bara, lignit, niobium, tantalum, dan berbagai mineral lain mengalami koreksi harga di pasar global.
Secara total, ekspor Indonesia turun 2,31% yoy, lebih rendah dibanding September yang mencapai US$24,68 miliar. Melemahnya permintaan global dan koreksi harga komoditas menjadi faktor utama yang menekan kinerja ekspor pada Oktober.
PMI Manufaktur RI Melesat, Ekspansi Terkuat Sejak Februari
Sektor manufaktur Indonesia kembali menunjukkan pemulihan yang solid pada November 2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global pada Senin (1/12/2025), menunjukkan PMI Indonesia naik ke 53,3, dari 51,2 pada Oktober. Ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2025 serta menandai empat bulan ekspansi berturut-turut.
Pemulihan ini semakin menegaskan bahwa sektor manufaktur telah keluar dari tekanan setelah berada dalam fase kontraksi selama periode April-Juli 2025, ketika PMI sempat berada di bawah level 50 selama empat bulan.
Menurut laporan S&P Global, kenaikan PMI November didorong oleh lonjakan pesanan baru, yang tumbuh pada laju tercepat dalam 27 bulan, terutama berasal dari pasar domestik. Volume pemesanan dari luar negeri justru menurun, mencatat kontraksi terdalam dalam 14 bulan.
Produksi manufaktur juga kembali meningkat setelah melemah selama tiga bulan sebelumnya. Laju ekspansi pada November merupakan yang tercepat sejak Februari, menandakan perusahaan mulai meningkatkan kapasitas untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang menguat.
Pemulihan pesat pada sisi permintaan dan produksi ini memperkuat prospek sektor manufaktur menuju akhir tahun.
Indeks Dolar AS Tertekan, Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Meningkat
Indeks dolar Amerika Serikat (DXY) kembali melemah pada perdagangan Senin (1/12/2025). DXY tercatat turun 0,36% ke level 99,085. Pelemahan ini menunjukkan bahwa aset berdenominasi dolar mulai ditinggalkan, sehingga menekan kinerja greenback. Kondisi ini sebetulnya membuka peluang positif bagi penguatan nilai tukar rupiah, meski respons rupiah tetap terbatas akibat sikap hati-hati pelaku pasar.
Tekanan pada dolar terjadi seiring meningkatnya ekspektasi pasar bahwa The Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada pertemuan FOMC 10 Desember 2025. Berdasarkan CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan sebesar 25 basis poin melonjak menjadi 87,4%, mencerminkan keyakinan pasar bahwa langkah tersebut hampir menjadi kepastian.
Namun, arah kebijakan moneter setelah Desember masih penuh ketidakpastian. Pasar uang memperkirakan peluang pemangkasan berikutnya tidak akan terjadi sebelum musim semi tahun depan. Sejumlah analis bahkan menilai bahwa pemangkasan di Desember bisa saja menjadi "hawkish cut", yaitu pemangkasan suku bunga yang disertai sinyal bahwa pelonggaran tambahan tidak akan segera dilakukan.
Ekspektasi ini turut diperkuat oleh laporan bahwa penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menjadi kandidat terdepan untuk menggantikan Jerome Powell sebagai Ketua The Fed. Kabar tersebut menyeret dolar ke pelemahan mingguan terdalam dalam empat bulan terakhir.
Goldman Sachs dalam laporannya menilai bahwa pasar kini mulai mengalihkan fokus dari FOMC Desember menuju pertemuan berikutnya. Mereka menilai perpecahan pandangan di internal The Fed mencegah pasar untuk memproyeksikan pelonggaran yang lebih agresif, terlebih masih banyak data tenaga kerja yang akan dirilis sebelum pertemuan Januari.
ISM Manufaktur AS November
Aktivitas manufaktur Amerika Serikat kembali menunjukkan pelemahan pada November 2025. Berdasarkan rilis dari Institute for Supply Management (ISM) pada Senin (1/12/2025) melaporkan bahwa indeks manufaktur (ISM Manufacturing PMI) turun menjadi 48,2%, melemah dari 48,7% pada bulan sebelumnya. Angka ini menandai kontraksi yang semakin dalam dan menegaskan bahwa sektor manufaktur AS masih berada di bawah tekanan.
Beberapa komponen utama PMI juga mencerminkan ketidakstabilan permintaan dan produksi. Indeks tenaga kerja anjlok 2 poin menjadi 44%, menunjukkan pelemahan signifikan pada perekrutan tenaga kerja. Sementara itu, indeks pesanan baru turun 2 poin menjadi 47,4%, mengindikasikan permintaan baru yang belum pulih. Di sisi lain, indeks produksi justru meningkat 3,2 poin ke level ekspansi 51,4%, menandakan adanya perbaikan output meski permintaan melemah.
Komponen harga naik tipis 0,5 poin menjadi 58,5% dan tetap berada di area ekspansif, mencerminkan tekanan harga yang masih tinggi di tingkat produsen.
Kepala ISM, Susan Spence, mengatakan bahwa kontraksi yang lebih dalam pada November dipicu oleh melemahnya pengiriman pemasok, pesanan baru, dan lapangan pekerjaan.
"Perlambatan aktivitas manufaktur terlihat semakin nyata, dengan perbaikan pada satu indeks di bulan sebelumnya tercermin dalam tekanan pada indeks lainnya," ujar Spence.
Laporan terbaru ini memperkuat sinyal bahwa sektor manufaktur AS belum mampu keluar dari fase kontraksi, bahkan ketika beberapa indikator menunjukkan perbaikan teknis dalam produksi.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
-
Menteri Pertanian akan melaksanakan konferensi pers terkait Kementan Peduli Bencana yang akan diselenggarakan di Auditorium Gedung F, kantor pusat Kementerian Pertanian, Kota Jakarta Selatan.
-
Konferensi pers EPIC SALE 2025 yang akan dilaksanakan di Pasar Mayestik, Kota Jakarta Selatan.
-
Penutupan Rapimnas Kadin Indonesia di Park Hyatt, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Indonesia.
-
Huawei Cloud Indonesia Summit 2025 yang akan diselenggarakan di Ritz-Carlton Pacific Place, Kota Jakarta Selatan.
- Peringatan demo 212 di Monas
- Inflasi IHK Korea Selatan November
- Inflasi IHK Uni Eropa November
- Tingkat Pengangguran Uni Eropa Oktober
- Redbook AS November
- Pidato Fed Bowman
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.