Pasar keuangan pada perdagangan hari ini diperkirakan akan dipengaruhi oleh sejumlah rilis data ekonomi penting dari dalam dan luar negeri.
Dari domestik, perhatian tertuju pada rilis inflasi November, neraca perdagangan Oktober, serta PMI Manufaktur November. Sementara itu, dari eksternal, pasar juga akan menantikan rilis cadangan devisa dan uang primer dari Bank Indonesia pada Jumat mendatang, serta serangkaian data konsumsi Amerika Serikat yang akan memberikan arah baru bagi kebijakan moneter The Federal Reserve.
Seluruh data tersebut diperkirakan menjadi katalis yang menentukan arah pergerakan pasar keuangan pada perdagangan hari ini hingga sepekan kedepan.
Inflasi November
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi November 2025 pada hari ini, Senin (1/12/2025).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sepuluh institusi memproyeksikan inflasi bulanan berada di 0,22% )mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan Oktober yang tercatat 0,28% mtm. Sementara secara tahunan, inflasi diperkirakan mencapai 2,80% (yoy), dengan inflasi inti stabil di sekitar 2,3%.
Sebagai perbandingan, inflasi Oktober berada di 2,86% yoy, sementara rata-rata inflasi November selama lima tahun terakhir umumnya berada di bawah 0,20% mtm, mencerminkan kecenderungan tekanan harga yang historisnya lebih ringan menjelang akhir tahun.
Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, menjelaskan bahwa inflasi November masih dipengaruhi oleh peningkatan harga pangan, terutama komoditas seperti ayam ras, telur, cabai, dan bawang. Meski demikian, ia menilai tekanan harga mulai mereda pada sejumlah komoditas lain sehingga membuat inflasi tetap terjaga.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, menambahkan bahwa pola musiman menjelang akhir tahun juga mulai terlihat. Permintaan terhadap protein hewani meningkat, sementara harga cabai dan sayuran terdorong akibat periode bukan musim tanam.
Ia juga menyebut adanya dampak dari penyesuaian harga BBM non-subsidi seperti Dexlite, yang mendorong peningkatan biaya transportasi dan distribusi. Sementara itu, harga emas yang masih tinggi turut menekan inflasi inti melalui kenaikan harga perhiasan.
"Tekanan inflasi saat ini lebih banyak berasal dari komoditas pangan dan energi, tetapi skalanya masih terbatas karena beberapa komoditas utama justru mulai turun," ujar Hosianna kepada CNBC Indonesia.
Neraca Perdagangan Oktober
Selain inflasi, BPS juga akan merilis data neraca perdagangan Oktober 2025 pada hari ini.
Surplus perdagangan RI pada Oktober berdasarkan konsensus CNBC Indoneisa diperkirakan mencapai US$3,69 miliar atau lebih rendah dibandingkan US$4,34 miliar pada September.
Penurunan ini diperkirakan terjadi akibat pelemahan nilai ekspor di tengah penurunan harga komoditas global.
Menurut Ekonom Bank Mandiri, sejumlah komoditas utama seperti batu bara dan nikel mengalami koreksi harga, sehingga menekan nilai ekspor. Di sisi lain, impor mulai meningkat menjelang akhir tahun karena kebutuhan restocking industri, terutama impor barang modal, migas, serta komoditas energi.
Kenaikan impor ini juga dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas persiapan industri menghadapi periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Penyempitan surplus terutama dipengaruhi pelemahan ekspor dan kenaikan impor menjelang Nataru. Permintaan dalam negeri mulai menguat, tetapi kondisi harga komoditas global menahan kinerja ekspor," ujar tim ekonom OCE Bank Mandiri.
PMI Manufaktur RI November
S&P Global hari ini juga akan merilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode November 2025.
Pada bulan sebelumnya, PMI Indonesia berada di level 51,2, meningkat dari 50,4 pada September dan memperpanjang tren ekspansi menjadi tiga bulan berturut-turut setelah sempat berada di zona kontraksi pada April hingga Juli.
Dalam laporannya, S&P Global menjelaskan bahwa sektor manufaktur Indonesia menunjukkan perbaikan ringan dalam kondisi operasional pada awal kuartal IV 2025. Kenaikan pesanan baru bertepatan dengan stabilnya level produksi, mendorong peningkatan aktivitas pembelian serta perekrutan tenaga kerja.
Peningkatan jumlah tenaga kerja pada Oktober bahkan tercatat sebagai yang tertinggi sejak Mei, mencerminkan meningkatnya optimisme pelaku industri terhadap permintaan masa depan. Di sisi lain, pelaku manufaktur melaporkan percepatan inflasi harga input, dengan rata-rata beban biaya meningkat pada laju tercepat dalam delapan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku.
"Perbaikan kinerja sektor manufaktur Indonesia menguat pada awal kuartal IV 2025, memberi sinyal positif untuk beberapa bulan ke depan. Kondisi permintaan cukup solid, tercermin dari kenaikan penjualan yang turut mendorong peningkatan tenaga kerja dan aktivitas pembelian," ujar Usamah Bhatti, Ekonom di S&P Global Market Intelligence.
Cadangan Devisa RI November
Bank Indonesia akan merilis cadangan devisa (cadev) periode November 2025 pada Jumat, 5 Desember 2025.
Sebagai pembanding, posisi cadev Indonesia pada Oktober 2025 tercatat meningkat menjadi US$149,9 miliar, naik dari US$148,7 miliar pada September. Kenaikan tersebut dipicu oleh penerbitan global bond pemerintah, serta penerimaan pajak dan jasa, di tengah kebijakan stabilisasi BI dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global.
Cadev Oktober setara dengan 6,2 bulan impor, atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
BI menilai cadangan devisa yang memadai penting untuk menjaga ketahanan eksternal Indonesia dan mendukung stabilitas makroekonomi.
Uang Primer (M0) RI November
Selain cadev, BI juga akan merilis data uang primer (M0) adjusted periode November 2025 pada Jumat, 5 Desember 2025.
Pada bulan sebelumnya, uang primer adjusted tumbuh 14,4% yoy, melambat dari 18,6% yoy pada September. Dengan pertumbuhan tersebut, posisi M0 adjusted pada Oktober mencapai Rp2.117,6 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa perlambatan tersebut dipengaruhi moderasi pertumbuhan giro bank umum di BI adjusted, yang tumbuh 27,1% yoy, serta pertumbuhan uang kartal beredar yang sebesar 13,4% yoy.
BI juga menjelaskan bahwa metode M0 adjusted digunakan untuk mengisolasi dampak kebijakan insentif likuiditas, sehingga perkembangan uang primer dapat mencerminkan kondisi likuiditas yang lebih akurat. Penyesuaian metodologi ini mulai diberlakukan sejak Januari 2025.
Data Konsumen AS Sepekan Ke depan
Dari AS, perhatian pasar global tertuju pada rilis Personal Income, Personal Spending, serta Core PCE Price Index, indikator inflasi favorit The Fed. Pasar mengharapkan skenario "Goldilocks", yakni pendapatan masyarakat stabil namun belanja mulai melambat.
Personal Income diperkirakan stabil di 0,4%, sementara Personal Spending diproyeksikan turun dari 0,6% menjadi 0,4%. Perlambatan belanja konsumen dapat menjadi sinyal penurunan tekanan permintaan dan mendukung tren disinflasi.
Core PCE terakhir tercatat stabil rendah di 0,2%, dan jika hasilnya sesuai ekspektasi, narasi pemangkasan suku bunga The Fed akan semakin kuat, yang berpotensi melemahkan dolar AS dan menjadi angin positif bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun risiko perlambatan ekonomi AS belum hilang. ISM Manufacturing PMI masih berada di zona kontraksi di 48,7, menandakan sektor manufaktur AS sedang tertekan akibat kebijakan suku bunga tinggi. Sementara itu, ISM Services PMI masih berada di zona ekspansi di 52,4, menunjukkan ketimpangan antara sektor jasa dan manufaktur.
Kombinasi data tersebut akan menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan pasar global sepanjang pekan ini.
(evw/evw)