Newsletter

Awas! Data Ekonomi RI & Perubahan MSCI Akan Beradu Lawan Keganasan AS

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
06 November 2025 05:52
ilustrasi trading
Foto: Pexels
  • Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan Rabu (5/11/2025), IHSG menguat sementara rupiah kembali tertekan dari dolar AS
  • Wall Street bangkit dan menguat bersamaan 
  • Pelaku pasar masih akan merespon hasil pertumbuhan PDB kuartal III-2025, hingga kondisi pasar tenaga kerja AS yang kembali menguat.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali ditutup beragam pada perdagangan Rabu (5/11/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah, sementara rupiah masih tertahan dari dolar AS.

Pasar diharapkan tetap bergerak positif pada perdagangan Kamis (6/11/2025). Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin kembali mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa (all time high) setelah menguat 0,93% atau 76,61 poin ke level 8.318,53 pada perdagangan Rabu (5/11/2025). Kenaikan indeks didorong oleh sentimen positif pasca rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025.

Nilai transaksi bursa tercatat Rp18,51 triliun dengan volume perdagangan 35,26 miliar saham dari 2,19 juta kali transaksi. Sebanyak 284 saham menguat, 357 melemah, dan 168 stagnan, dengan kapitalisasi pasar menembus Rp15.157,46 triliun.

Investor asing tercatat masih melakukan aksi beli dengan total inflow sebesar Rp1,31 triliun.

Secara sektoral, sektor utilitas memimpin penguatan dengan lonjakan 4,38%, diikuti sektor bahan baku naik 1,52%, dan sektor barang konsumen siklikal menguat 1,08%. Kenaikan juga terjadi pada sektor teknologi, keuangan, kesehatan, serta industri.

Sementara itu, sektor energi menjadi satu-satunya yang melemah, turun 1,22%, seiring koreksi harga minyak dunia.

Dari sisi emiten, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penopang utama IHSG dengan tambahan 20,02 poin, disusul PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) naik 10,78 poin, dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) menguat 10,14 poin.

Adapun PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penekan laju penguatan IHSG dengan bobot 14,66 indeks poin, diikuti PT Astra International Tbk (ASII) 2,23 poin dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) 1,89 poin.

Beralih ke mata uang, Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (5/11/2025).

Melansir data Refinitiv, rupiah terkoreksi tipis 0,03% ke level Rp16.700/US$. Secara intraday, rupiah sudah melemah sejak awal perdagangan, dibuka turun 0,09% ke posisi Rp16.710/US$, dan sempat menyentuh level terendah Rp16.740/US$ sebelum akhirnya pelemahan berkurang menjelang penutupan sesi.

Tekanan terhadap rupiah masih disebabkan oleh reli dolar AS yang terus berlanjut. Penguatan indeks dolar (DXY) terjadi seiring meningkatnya ketidakpastian arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed).

Pelaku pasar kini mulai meragukan kemungkinan bank sentral AS akan kembali memangkas suku bunga pada akhir tahun ini.

Pekan lalu, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) sesuai ekspektasi. Namun, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell bahwa pemangkasan tambahan pada Desember belum dapat dipastikan memicu spekulasi baru di pasar.

Sejak itu, beberapa pejabat The Fed justru mengeluarkan pandangan beragam mengenai kondisi ekonomi dan risiko yang dihadapi, terlebih di tengah terbatasnya rilis data akibat shutdown pemerintahan AS yang masih berlangsung.

Kendati demikian, sebagian analis menilai reli dolar AS bersifat sementara. Kepala Riset Valas Global Deutsche Bank, George Saravelos, menilai bahwa perbaikan ekonomi di Eropa telah mempersempit kesenjangan prospek pertumbuhan antara AS dan kawasan lainnya.

"Lingkungan pertumbuhan global yang relatif stabil tidak mendukung reli dolar berkelanjutan," tulis Saravelos dalam catatannya.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terpantau naik 0,11% ke level 6,159%, atau naik 0,6 basis poin (bps). Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menandakan bahwa investor tampak melakukan aksi jual.

Dari pasar saham Amerika Serikat, bursa Wall Street bangkit pada perdagangan Rabu atau Kamis dini hari waktu Indonesia,

Dow Jones Industrial Average naik 225,76 poin atau 0,48% menjadi 47.311,00. S&P 500 menguat 0,37% ke level 6.796,29, sementara Nasdaq Composite melonjak 0,65% ke posisi 23.499,80.

Saham-saham di Amerika Serikat menguat pada Rabu setelah Mahkamah Agung (Supreme Court) mengajukan pertanyaan bernada kritis terkait tarif Presiden Donald Trump, sehingga meningkatkan harapan bahwa sebagian bea tersebut dapat dicabut.

Saham produsen chip Advanced Micro Devices (AMD) dan saham-saham terkait perdagangan kecerdasan buatan (AI) juga rebound dari kekhawatiran valuasi yang membayangi pasar sehari sebelumnya.

Para investor menyoroti sidang Mahkamah Agung pada Rabu mengenai tarif Presiden Donald Trump.

Yang dipermasalahkan adalah apakah presiden memiliki kewenangan untuk memberlakukan bea tersebut berdasarkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA).

Para hakim fokus mempertanyakan legalitas tarif besar-besaran itu, di mana baik hakim konservatif maupun liberal menanyai Solicitor General D. John Sauer mengenai dasar justifikasi pemerintahan Trump.

Pelaku pasar pada prediction market mengurangi taruhan bahwa Mahkamah Agung akan mempertahankan tarif Trump, menyusul sikap skeptis para hakim.

Sementara itu, saham produsen otomotif Detroit Ford dan General Motors, yang menjadi indikator risiko tarif, melonjak lebih dari 2% masing-masing, dan produsen alat berat konstruksi dan pertambangan Caterpillar naik sekitar 4%.

"Kita terus melihat perdebatan mengenai ... seberapa efektif kebijakan itu. Saya rasa kita tidak akan mengetahui dampak tarif tersebut, penyelesaiannya, dan efek harganya hingga kuartal pertama tahun depan. Itu semakin menambah rasa ketidakpastian."," kata Phil Blancato, Chief Market Strategist di Osaic, kepada CNBC International.

Di antara saham pemenang hari itu, AMD sempat dibuka melemah sebelum akhirnya berbalik positif dan mengangkat saham-saham AI lainnya. Perusahaan tersebut melaporkan pendapatan dan laba kuartal ketiga yang melampaui ekspektasi analis, meski pada awalnya pasar khawatir soal prospek margin. Saham AMD ditutup naik 2,5%.

Selain AMD, saham Broadcom dan Micron Technology juga menguat, membalikkan pelemahan sesi sebelumnya dengan lonjakan masing-masing 2% dan sekitar 9%. Pemain besar AI, Oracle, juga pulih dari penurunan pada Selasa dan ikut menguat pada Rabu.

Pergerakan saham-saham AI pada Rabu terjadi setelah Palantir anjlok sekitar 8% pada Selasa karena investor khawatir bahwa valuasi perusahaan perangkat lunak tersebut dan sektor AI secara keseluruhan sudah terlalu tinggi.

Palantir diperdagangkan di atas 200 kali proyeksi laba (forward earnings). Saham tersebut kembali melemah lebih dari 1% pada Rabu. Super Micro Devices, saham terkait AI lainnya, merosot 11% akibat hasil kuartal pertama fiskal yang mengecewakan, dan saham sektor AI lain, Arista Networks, turun hampir 9% setelah laporan kinerja terbarunya.

"Lebar pasar (market breadth) saat ini tidak memadai. Ada yang jadi pemenang dan ada yang rugi di sektor AI, dan dengan valuasi yang sudah terlalu tinggi, menurut saya kita harus sangat selektif dalam memilih saham AI ke depan," kata Blancato.

Investor saham menerima data ekonomi yang cukup positif pada Rabu, dengan data payroll ADP yang lebih baik dari perkiraan dan data ISM sektor jasa yang juga melampaui ekspektasi.

Namun, data yang kuat tersebut mendorong kenaikan imbal hasil obligasi, sesuatu yang tidak disukai sebagian investor di tengah meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed untuk ketiga kalinya pada Desember.

"Data ADP pagi ini menunjukkan bahwa kita masih berada dalam pasar tenaga kerja yang kuat, dan terkadang kita lupa bahwa pasar tenaga kerja yang kuat berarti ekonomi tidak berada dalam kondisi resesi dan tidak menuju ke sana," kata Blancato.

Dia menambahkan hal itu menjadi sinyal yang sangat bullish bagi kondisi ekonomi AS saat ini.

Pelaku pasar hari ini dihadapkan pada beragam sentimen yang datang baik dari dalam negeri maupun luar.

Dari dalam negeri, pasar masih akan merespon hasil rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025 serta perubahan MSCI.  Sementara dari eksternal, perkembangan pasar tenaga kerja Amerika Serikat serta ketidakpastian akibat berlanjutnya penutupan pemerintahan menjadi faktor eksternal yang memengaruhi arah sentimen global.

Data-data ekonomi AS menunjukkan ekonomi masih sangat kuat sehingga bisa menurunkan proyeksi pemangkasan suku bunga The Fed ke depan.

Berikut rangkuman sentimen utama yang akan menjadi perhatian pelaku pasar hari ini:

Ekonomi Tumbuh 5,04% di Kuartal III-2025

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 mencapai 5,04% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 1,43% secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq).

Angka ini sedikit melampaui konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga, yakni 5,01% (yoy), sekaligus menandakan daya tahan ekonomi domestik yang masih solid di tengah tekanan eksternal.

Namun, laju pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan kuartal II-2025 yang tumbuh 5,12% (yoy).
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa pertumbuhan kuartal III-2025 masih didorong oleh konsumsi rumah tangga yang terjaga kuat.

"Sisi domestik kinerja ekonomi ditopang oleh konsumsi masyarakat yang masih terjaga. Indikasi pertama konsumsi per kapita jasa makanan & minuman, serta akomodasi masing-masing tumbuh 5,76% dan 7,49% yoy," ujar Edy.

Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 4,89%, menjadi penopang utama perekonomian nasional. Selain itu, aktivitas transaksi digital dan belanja daring (online) juga menunjukkan kinerja kuat.

BPS mencatat pertumbuhan transaksi online dari peritel dan marketplace mencapai 6,19% (qtq) pada kuartal III-2025, terutama pada kategori personal care, peralatan rumah tangga, pakaian, serta transportasi dan rekreasi.

Plh Direktur Neraca Pengeluaran BPS, Anisa Nuraini, menambahkan nilai total transaksi digital mencapai Rp200 triliun pada kuartal III-2025.

Dari nilai tersebut, kontribusi produk perawatan pribadi (personal care) mencapai 17-18%, diikuti perlengkapan rumah tangga 14%, transportasi 13%, rekreasi 13%, dan pakaian serta sepatu 11-12%.

Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat masih menjadi motor utama ekonomi Indonesia, sementara digitalisasi dan gaya hidup daring turut memperkuat struktur permintaan domestik.

Investasi (PMTB) Tumbuh 5,04%

Salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025 datang dari komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi, yang mencatat pertumbuhan sebesar 5,04% (yoy).Meskipun melambat dibandingkan kuartal II-2025 yang tumbuh 6,99% (yoy).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa kenaikan investasi terutama disumbang oleh peningkatan pada sektor bangunan, mesin, dan peralatan transportasi, yang menunjukkan berlanjutnya realisasi proyek infrastruktur serta kegiatan ekspansi korporasi di berbagai sektor.

Kontribusi PMTB terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 29,09%, menjadikannya salah satu komponen terbesar setelah konsumsi rumah tangga yang memiliki kontribusi hingga 53,14%.

Kinerja investasi yang solid ini menunjukkan bahwa kepercayaan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia masih terjaga. BPS juga menyoroti adanya peningkatan aktivitas impor barang modal dan bahan baku, yang menjadi indikasi kuat bahwa aktivitas produksi di dalam negeri mulai meningkat.

Sementara itu, stabilitas harga bahan konstruksi dan dukungan pembiayaan investasi dari perbankan turut menjaga momentum pertumbuhan PMTB sepanjang kuartal berjalan.

Data ADP Tunjukkan Tenaga Kerja AS Masih Tangguh

Pertumbuhan lapangan kerja sektor swasta di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan pada Oktober 2025, memberi sinyal bahwa pasar tenaga kerja belum sepenuhnya mengkhawatirkan.

Laporan dari Automatic Data Processing (ADP) yang dirilis Rabu (5/11/2025) mencatat penambahan 42.000 pekerjaan baru, berbalik arah dari penurunan 29.000 pekerjaan pada September.
Capaian ini juga melampaui ekspektasi konsensus Dow Jones yang memperkirakan pertumbuhan hanya sekitar 22.000 pekerjaan.

ADP menjelaskan, peningkatan terbesar berasal dari sektor perdagangan, transportasi, dan utilitas yang menambah 47.000 pekerjaan, disusul pendidikan dan layanan kesehatan sebesar 26.000 pekerjaan, serta aktivitas keuangan sebanyak 11.000 pekerjaan.

Sebaliknya, beberapa sektor lain justru mengalami penurunan, termasuk informasi (-17.000), jasa profesional dan bisnis (-15.000), serta manufaktur (-3.000) - sektor yang masih tertekan meski adanya kebijakan tarif impor yang digencarkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menariknya, seluruh penciptaan lapangan kerja bulan lalu berasal dari perusahaan besar yang memiliki lebih dari 250 karyawan, dengan tambahan sekitar 76.000 pekerjaan, sementara usaha kecil justru kehilangan 34.000 posisi.

Kondisi ini dinilai signifikan, mengingat usaha kecil berkontribusi terhadap tiga dari empat lapangan kerja di AS.

"Perusahaan besar membuat berita utama, tetapi usaha kecil yang sebenarnya menjadi motor utama perekrutan tenaga kerja," ujar Nela Richardson, Kepala Ekonom ADP, dikutip CNBC International.

Biasanya, laporan ADP menjadi pembuka bagi data resmi nonfarm payrolls (NFP) dari Bureau of Labor Statistics (BLS). Namun, akibat shutdown pemerintahan AS yang masih berlangsung, BLS menunda publikasi seluruh data ekonomi, termasuk laporan ketenagakerjaan.

Sebelum penundaan itu, pasar memperkirakan data resmi akan menunjukkan penurunan sekitar 60.000 pekerjaan dengan tingkat pengangguran naik ke 4,5%.

Pejabat Federal Reserve (The Fed) kini semakin mencermati kondisi pasar tenaga kerja yang mulai melemah, terutama setelah pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pekan lalu ke kisaran 3,75%-4,00%.

Pasar pun menilai bahwa stabilitas tenaga kerja akan menjadi kunci dalam menentukan arah kebijakan moneter selanjutnya di AS menjelang akhir tahun

Indeks ISM Services PMI AS Naik

Indeks ISM Services naik menjadi 52,4 pada Oktober 2025 dari posisi 50 pada September, melampaui perkiraan 50,8 dan menunjukkan ekspansi sektor jasa terkuat sejak Februari. Aktivitas bisnis (54,3 vs 49,9) dan pesanan baru (56,2 vs 50,4) sama-sama rebound, sementara kontraksi berlanjut pada sektor ketenagakerjaan (48,2 vs 47,2) menunjukkan kurangnya keyakinan terhadap ketahanan ekonomi ke depan.

Indeks juga menunjukkan tidak ada indikasi terjadinya PHK besar-besaran atau pengurangan tenaga kerja, namun penutupan pemerintahan federal disebut beberapa kali memengaruhi aktivitas bisnis dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi PHK di masa mendatang.

Selain itu, indeks pesanan yang masih menumpuk (backlog of orders) melanjutkan tren penurunan selama 3,5 tahun (40,8 vs 47,3), karena perusahaan mampu memenuhi pesanan baru sehingga dapat mengurangi penumpukan. Tekanan harga meningkat (70 vs 69,4) karena perusahaan terus menyebut dampak tarif terhadap harga yang harus dibayar.

Perubahan MSCI

Morgan Stanley Capital International (MSCI) mengumumkan hasil review terbaru atas sejumlah indeks acuan yang menjadi rujukan penting dana institusi dunia.

Evaluasi tersebut mencakup MSCI Global Standard Index, MSCI Global Small Cap Index, serta MSCI Micro Cap Index. Ketiga indeks ini menjadi barometer arus modal asing, karena setiap perubahan komposisi dapat memicu aksi jual-beli besar oleh manajer investasi global.

Perubahan ini efektif berlaku setelah penutupan perdagangan pada 24 November 2025.

Berikut perubahan:

Emiten masuk (inclusion):
• Barito Renewables Energy (BREN)
• Bumi Resources Minerals (BRMS)

Emiten keluar (exclusion):
• Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP)
• Kalbe Farma (KLBF)

Rebalancing MSCI biasa memicu volatilitas di pasar, lantaran saham yang masuk (inclusion) berpotensi menikmati aliran dana asing, sementara saham yang didepak (exclusion) sering menghadapi tekanan jual. Investor ritel dan institusi kini mulai menyiapkan strategi guna mengantisipasi potensi rotasi portofolio dalam beberapa pekan mendatang.

Dengan meningkatnya minat investor asing pada emerging markets, termasuk Indonesia, hasil review ini diprediksi menjadi sentimen penting bagi arah IHSG menjelang akhir tahun.

Huru-hara Whoosh, Bagaimana Dampaknya ke Saham WIKA dan JSMR?

Ramainya pembahasan mengenai beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kembali menyeret perhatian pasar terhadap dua emiten pelat merah yang terlibat langsung dalam proyek ini, yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Keduanya merupakan bagian dari konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang memegang 60% saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), operator resmi proyek Whoosh.

Saham WIKA masih belum diperdagangkan atau masih dalam suspend sejak Februari 2025, setelah tekanan kondisi finansial yang buruk akibat penurunan pendapatan dan tingginya beban utang membuat perseroan mencatat rugi bersih Rp3,21 triliun per September 2025.

Berbeda dengan WIKA, saham JSMR mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah sempat berada dalam tren penurunan sepanjang Oktober.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia, harga saham JSMR sempat tertekan dari level 4.070 pada 22 Oktober 2025 menjadi 3.500 pada 4 November 2025, atau turun sekitar 14% dalam dua pekan.

Namun sejak awal November, sahamnya berbalik menguat ke 3.540 pada 5 November 2025, menandai rebound tipis sekitar 1,1% secara harian.

Pemulihan ini didorong oleh optimisme bahwa eksposur finansial JSMR terhadap proyek Whoosh relatif kecil, mengingat bisnis utamanya di jalan tol masih menghasilkan arus kas positif.

Dari laporan keuangan kuartal III-2025, JSMR membukukan pendapatan Rp21,08 triliun, turun 6,1% (yoy), dengan laba bersih Rp2,72 triliun, melemah 17,3% dari tahun sebelumnya.

Meski demikian, arus kas operasi tetap positif dan tumbuh 5,3%, didukung oleh kenaikan pendapatan tol.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Konferensi Pers Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai Indonesia's Shrimp: Back in Business with the US

  • Penutupan Expo Keuangan dan Seminar Syariah (EKSiS)

  • Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menggelar konferensi Pers Operasi Gabungan DJBC-DJP Kemenkeu dan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri dalam Pengungkapan 87 Kontainer Pelanggaran Ekspor Produk Turunan CPO

  • Pencatatan Perdana Saham PT Pelayaran Haya Hidup Baru Tbk (PJHB), sebagai perusahaan tercatat ke-24 Tahun 2025 di BEI

  •  Keputusan Suku bunga Bank Sentral Inggris (BoJ)
  •  Penjualan Ritel Uni Eropa
  •  Neraca Dagang Australia
  •  Laporan Survei Harga Properti Residen TW III-2025 BI

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

- Rencana RUPS : ANJT, BPTR

- Cum Dividen Interim : MLPT, BUAH, NSSS, & CNMA

- Distribusi HMETD : BUVA

- Ex Dividen : MARK

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(evw/evw) Next Article Israel vs Iran Siap Gencatan Senjata, The Fed & China Masih Buat Cemas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular