Newsletter

Setelah Dihantam Badai Rebalancing MSCI: Sanggupkah IHSG Balas Dendam?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
28 October 2025 05:48
MSCI
Foto: MSCI

Awal pekan ini bukanlah awal yang cukup baik dalam pembukaan perdagangan pasar, IHSG sempat terperosok hingga 3,70% ke level psikologis 7.900 sebelum akhirnya berhasil ditarik ke level psikologis 8.100.

Namun menariknya, koreksi ini masih dapat dikatakan koreksi sehat karena bukan penurunan yang didorong oleh pelemahan data-data ekonomi RI, melainkan kabar sentimen global yang kini juga masih abu-abu.

Penyesuaian perhitungan float Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI), berhasil mendorong investor asing kabur ramai-ramai dari Bursa Saham Tanah Air pada perdagangan kemarin. Meskipun begitu, pasar diperkirakan akan segera rebound mengingat optimisme terhadap pemangkasan suku bunga AS hingga momen borong saham usai penurunan tajam kemarin.

MSCI Kaji Free Float

Kejatuhan IHSG pada perdagangan kemarin usai kabar MSCI tengah mengkaji ulang cara menghitung free float (saham yang beredar dan bisa diperdagangkan publik) untuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang menjadi bagian dari indeks mereka. MSCI membuka konsultasi dan akan menerima masukan dari pelaku pasar hingga 31 Desember 2025, lalu hasilnya akan diumumkan paling lambat 30 Januari 2026.

Untuk saham yang sudah termasuk indeks IMI (MSCI Indonesia Investable Market Index), penyesuaian akan diterapkan saat review Mei 2026. Untuk saham yang belum termasuk IMI, aturan baru bisa langsung diberlakukan sebelum review Mei 2026 untuk menghindari perubahan besar yang mendadak (reverse turnover).

MSCI mengusulkan dua pendekatan baru, dan akan memilih yang lebih rendah nilainya (lebih konservatif).

Pertama, pendekatan 1, berdasarkan data kepemilikan yang diungkapkan oleh perusahaan (laporan tahunan, pengajuan resmi, dan siaran pers), serta data dari KSEI (lembaga kliring Indonesia). Dalam pendekatan ini, saham-saham yang tercatat sebagai Scrip (tidak jelas kepemilikannya di data KSEI), dan dimiliki oleh korporasi atau kategori lainnya, akan dianggap bukan free float.

Pendekatan 2, menggunakan data KSEI, dengan menganggap hanya saham Scrip dan saham milik korporasi sebagai non-free float.

Mulai review Mei 2026, MSCI juga akan mengubah cara mereka membulatkan angka free float:

• High float (>25%) dibulatkan ke kelipatan 2,5% terdekat
• Low float (5-25%) dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat
• Very low float (<5%) juga dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat

Dampaknya bagi Indonesia, karena banyak perusahaan Indonesia memiliki kepemilikan besar oleh korporasi atau kelompok tertentu (bukan publik), aturan baru ini bisa menurunkan nilai free float mereka. Akibatnya, porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI bisa turun, yang berpotensi menyebabkan arus keluar modal asing (capital outflow).

Selain itu, selama ini beberapa saham Indonesia diuntungkan dari aturan pembulatan lama, sehingga jika aturan baru diterapkan, mereka bisa kehilangan posisi di indeks.

Saham yang paling berisiko dikeluarkan dari indeks (urut dari risiko tertinggi) yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

BI Terus Kurangi Penerbitan SRBI

Bank Indonesia (BI) terus melakukan pengurangan penerbitan instrumen operasi moneter berupa Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pengetatan penerbitan SRBI untuk menjaga ekspansi likuiditas rupiah did alam negeri dilakukan hingga saat ini tersisa Rp 707,05 triliun, dari posisi awal 2025 senilai Rp 916,7 triliun.

Ekspansi likuiditas rupiah juga ditempuh BI melalui penurunan SRBI dari Rp 916,7 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp 707,05 triliun pada 21 Oktober 2025.

Sebagaimana diketahui, penurunan penerbitan SRBI untuk menjaga likuiditas rupiah di dalam negeri ini konsisten dilakukan BI pada tahun ini.

Bank Indonesia (BI) memastikan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) akan tetap dipertahankan sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter.

"SRBI ini adalah instrumen moneter yang tentunya masih akan terus diperlukan. Operasi moneter itu kan menarik likuiditas dari sistem apabila diperlukan, dan melakukan tambahan likuiditas ke sistem apabila kebijakan kita ekspansif," jelas Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya dalam pelatihan wartawan di Bukittinggi, dikutip Senin (27/10/2025).

Pada awal tahun 2025, posisi SRBI sebesar Rp916,97 triliun dan kini menjadi Rp707,05 triliun pada 21 Oktober 2025.

Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 251 bps, 254 bps, dan 257 bps sejak awal 2025 menjadi 4,65%; 4,67%; dan 4,70% pada 17 Oktober 2025.

Menurut Juli, SRBI juga akan berperan sebagai instrumen pendalaman pasar keuangan dan pendorong transmisi dari BI Rate ke suku bunga kredit perbankan. Kini BI juga menerbitkan BI Floating Rate Note (FRN)

"Sebagai instrumen moneter, SRBI akan tetap ada. Hanya saja akan ditambah dengan BI FRN untuk memperkaya instrumen dan memperdalam pasar," pungkasnya.

Laba Bank Mandiri September 2025

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) membukukan laba Rp 37,75 triliun per September 2025.

Direktur Finance & Strategy Novita Widya Anggraini mengatakan bahwa pada sembilan bulan pertama tahun ini, pendapatan bunga bersih bank tumbuh 4,9% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 78,3 triliun. Lalu pendapatan non-bunga naik 7,97% yoy menjadi Rp 33,2 triliun.

Sementara itu, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan kredit sebesar 11% yoy menjadi Rp 1.764 triliun. Hal tersebut didukung dengan kemampuan perusahaan menjaga kualitas kredit.

Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) Bank Mandiri tercatat 1,03% per triwulan ketiga tahun ini.

Adapun pada periode yang sama, dana pihak ketiga (DPK) bank tercatat sebesar Rp 1.884 triliun, naik 13% yoy. Komposisi dana murah atau current account savings account (CASA) sebesar 69,3%.

Laba Industri China Tembus Rekor

Laba perusahaan industri besar di China melonjak tajam pada September 2025, mencatat kenaikan 21,6% dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dirilis Senin (27/10/2025), peningkatan signifikan ini memperpanjang tren positif yang sudah terlihat sejak Agustus dan menjadi lonjakan tertinggi sejak November 2023, di tengah kampanye pemerintah untuk menekan perang harga dan menjaga stabilitas industri manufaktur.

Kenaikan laba tersebut juga menunjukkan bahwa kebijakan Beijing untuk mengendalikan persaingan harga ekstrem mulai membuahkan hasil, bahkan ketika perekonomian China masih menghadapi tekanan akibat perlambatan global, ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, serta lemahnya konsumsi domestik.

"Langkah-langkah kebijakan yang diterapkan untuk menekan perang harga di berbagai sektor industri membantu meringankan tekanan pada produsen dan memperbaiki profitabilitas perusahaan," kata Yu Weining, kepala statistik di NBS, dilansir CNBC International.

Laba industri China sebelumnya sudah tumbuh 20,4% pada Agustus dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan kenaikan September ini, dua bulan berturut-turut mencatat rebound kuat setelah hampir setahun tertekan oleh deflasi harga produsen dan permintaan global yang lemah.

Secara kumulatif, laba perusahaan industri besar meningkat 3,2% dalam sembilan bulan pertama 2025, naik dari pertumbuhan 0,9% pada periode Januari-Agustus.

Kinerja positif itu terutama ditopang oleh sektor manufaktur berteknologi tinggi, yang mencatat lonjakan laba 26,8% pada September. Sementara itu, laba sektor manufaktur secara keseluruhan naik 9,9% pada periode Januari-September, dan perusahaan penyedia listrik, panas, bahan bakar, serta air meningkat 10,3%.

Namun, sektor pertambangan masih tertekan, dengan laba anjlok 29,3% akibat turunnya harga komoditas dan permintaan global yang melemah.

Kenaikan laba ini terjadi meskipun China masih mengalami tekanan deflasi. Pada September, inflasi turun 0,3% secara tahunan, lebih rendah dari perkiraan. Sementara itu, indeks harga produsen terkontraksi 2,3%, memperpanjang tren penurunan harga di tingkat pabrikan yang sudah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.

Meski laba industri menunjukkan pemulihan, ekonomi China secara keseluruhan masih menghadapi tekanan besar. Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga hanya 4,8%, laju paling lambat dalam setahun. Selain itu, investasi aset tetap secara tak terduga turun 0,5% dalam sembilan bulan pertama, penurunan pertama sejak pandemi 2020.

Di sisi ekspor, meski masih relatif tangguh sepanjang tahun ini, pertumbuhan diperkirakan akan melambat pada kuartal keempat.

Adapun dengan data laba industri yang membaik dan output industri tumbuh lebih cepat dari perkiraan naik 6,5% pada September dari tahun sebelumnya, lebih tinggi dari 5,2% pada Agustus, para analis menilai Beijing tidak akan terburu-buru menggelontorkan stimulus ekonomi tambahan.

Thailand dan Kamboja Damai

Kabar baik datang dari para pemimpin Thailand dan Kamboja yang menandatangani kesepakatan gencatan senjata pada Minggu (26/10/2025) di hadapan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Thailand dan Kamboja menandatangani deklarasi bersama mengenai kesepakatan damai yang dijuluki 'Kesepakatan Damai KL'. Deklarasi itu menandai langkah untuk penghentian permusuhan dan pemulihan perdamaian di sepanjang perbatasan mereka yang disengketakan.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul dan Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, di sela-sela KTT ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur.

Deklarasi tersebut menjadi penguat gencatan senjata yang dicapai pada Juli lalu setelah perundingan antara kedua negara. Deklarasi itu juga meresmikan pembentukan Tim Pengamat ASEAN untuk memantau kepatuhan dan mencegah bentrokan baru di zona perbatasan.

Thailand dan Kamboja telah lama berselisih mengenai perbatasan mereka sepanjang 817 kilometer. Ketegangan memuncak hingga konfrontasi militer pada 24 Juli.

Pada 28 Juli, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menjadi tuan rumah pertemuan penting di Putrajaya antara Manet dan Penjabat Perdana Menteri Thailand saat itu, Phumtham Wechayachai. Pertemuan itu berhasil meredakan ketegangan di sepanjang perbatasan bersama kedua negara.

Gencatan senjata, yang secara luas dianggap sebagai pencapaian ASEAN, mencegah eskalasi militer yang lebih luas dan menjamin keselamatan ribuan warga sipil.

Rapat The Fed

Bank sentral AS, The Federal Reserve  (The Fed) mulai menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Selasa dan Rabu waktu AS dan akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Investor memperkirakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan menurunkan suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase ke kisaran 3,75% hingga 4%, menurut perangkat FedWatch CME Group, yang memperkirakan perubahan suku bunga berdasarkan data perdagangan berjangka dana acuan. Hal ini akan menandai level terendah suku bunga acuan sejak Desember 2022. The Fed memangkas suku bunga acuan pada bulan September untuk pertama kalinya sejak Desember 2024.

Saat ini, perekonomian AS menghadapi situasi langka di mana inflasi dan pasar tenaga kerja memburuk secara bersamaan, yang menimbulkan dilema bagi The Fed tentang masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu.

Para pejabat berbeda pendapat tentang pendekatan apa yang harus diambil. Beberapa pihak menganjurkan pemotongan suku bunga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang, sementara pihak lain memandang inflasi sebagai ancaman yang lebih besar dan ingin mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025

CNBC Indonesia hari ini akan menggelar Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025, INDEF mengangkat tema "Resiliensi Ekonomi Domestik Sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia.

Forum ini akan berfokus pada empat isu utama yang meliputi kedaulatan pangan dan energi, hilirisasi industri & UMKM, penguatan SDM & perlindungan sosial, serta reformasi fiskal, moneter, dan stabilitas keuangan.

Rencananya, acara ini akan dihadiri oleh sejumlah aktor penting seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia; Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Koordinator Bidang Pangan.

(saw/saw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular