Newsletter

Momentum Setahun Prabowo Diuji: Gaza Panas, Bunga BI Jadi Tanda Tanya

Gelson Kurniawan, CNBC Indonesia
20 October 2025 06:15
Ilustrasi Prabowo Subianto
Foto: Cover Ilustrasi Prabowo/ Ilham Restu
  • IHSG dan rupiah Indonesia bergerak kompak mengalami pelemahan, sementara yield SBN 10 Tahun terpantau berada di titik terendah.
  • Wall Street mengalami rebound pasca kekhawatiran mengenai bank regional AS.
  • Data indikator ekonomi global menjadi penentu arah pasar terutama China mengumumkan hasil GDP dan suku bunga acuan.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup melemah pada perdagangan kemarin, Jumat (17/10/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Surat Berharga Negara (SBN), dan nilai tukar rupiah ditutup melemah karena imbas dari keadaan makroekonomi yang belum kian memberikan titik terang.

Selengkapnya mengenai pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pasar keuangan Indonesia mampu bergerak di zona positif pada perdagangan terakhir, Jumat (17/10/2025).

IHSG pada perdagangan Jumat kemarin melemah cukup dalam, turun sebesar 2,57% ke level 7.915,66 sekaligus mencatatkan level penutupan yang cukup terjal.

Nilai transaksi pun mencapai Rp28,54 Triliun dan melibatkan 26,21 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,15 juta kali. Sebanyak 248 saham menguat, 467 melemah, dan 241 saham tidak bergerak.

Saham emiten Grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi biang kerok utama kejatuhan pasar, setelah ambles 13,78% dan sendirian membebani indeks hingga 58,13 poin.

Derita pasar diperparah oleh rontoknya saham-saham energi milik konglomerat Prajogo Pangestu. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) anjlok 5,10% dan menekan indeks sebesar 20,49 poin, diikuti oleh induknya, PT Barito Pacific Tbk (BRPT), yang ambruk 7,12% dan menyumbang tekanan 16,64 poin.

Tidak berhenti di situ, tekanan jual juga melanda saham-saham blue-chip lainnya seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Astra International Tbk (ASII) yang turut menyeret IHSG lebih dalam.

Dari pasar mata uang, nilai tukar Rupiah tengah mengalami pelemahan tipis sebesar 5 poin dari Rp16.570 ke Rp16.575 di akhir sesi pada Jumat pekan lalu.

Sementara DXY tengah mengalami penguatan. Dibuka di level 98.256 dan ditutup ke level 98.433 walau sempat menyentuh angka 98.554 di tengah sesi tersebut.

Pergerakan Rupiah yang cenderung mendatar ini merefleksikan sikap wait and see para pelaku pasar. Fokus utama investor kini tertuju pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan digelar pada pekan ini.

Keputusan suku bunga acuan BI, beserta pernyataan gubernur mengenai prospek ekonomi ke depan, menjadi katalis yang paling dinanti-nanti.

Selain itu, pasar juga menantikan rilis serangkaian data ekonomi domestik yang krusial, termasuk data neraca perdagangan.

Data-data ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai denyut nadi perekonomian Indonesia dan menjadi pertimbangan utama bagi BI dalam merumuskan kebijakan moneternya.

Ketidakpastian menjelang pengumuman penting ini membuat investor enggan mengambil posisi besar, sehingga menahan pergerakan Rupiah dalam rentang yang terbatas.

Sebagai negara dengan hubungan dagang yang erat dengan China, Indonesia turut merasakan imbas dari ketegangan ini.

Eskalasi konflik dagang kedua raksasa ekonomi dunia tersebut menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, sehingga investor cenderung beralih ke aset-aset aman (safe haven) seperti dolar AS dan menekan mata uang negara berkembang seperti Rupiah.

Lanjut ke imbal hasil  SBN 10 Tahun, yield terpantau mengalami sedikit kenaikan dari pembukaan di level 5,925% ke level 5,927%. Imbal hasil yang menanjak menandai harga SBN yang turun karena dijual investor.

Hal ini wajar mengingat adanya penurunan cukup tajam pada pekan lalu sehingga mengalami sedikit rebound di pasar SBN 10 Tahun ini. Penurunan diakibatkan adanya sentimen makroekonomi yang sedikit memburuk karean setelah penurunan signifikan tidak dibarengi dengan rebound yang cukup signifikan juga di pasar SBN.

Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, berhasil mengakhiri pekan yang volatil dengan catatan positif pada perdagangan Jumat (17/10/2025). Investor tampak mencerna kembali berbagai sentimen yang mewarnai pasar, mulai dari sinyal kebijakan moneter The Fed hingga awal musim laporan keuangan emiten.

Ketiga indeks utama kompak ditutup menguat. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,52%, begitu pula dengan indeks S&P 500 yang terapresiasi 0,53%. Kinerja terbaik dibukukan oleh indeks padat teknologi, Nasdaq Composite, yang juga berhasil menguat 0,52%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, berhasil mengakhiri pekan yang volatil dengan catatan positif pada perdagangan Jumat (17/10/2025).

Kenaikan ini ditopang oleh optimisme investor setelah meredanya kekhawatiran perang dagang dan stabilnya sektor perbankan, dengan saham-saham teknologi raksasa tampil sebagai pemimpin.

Ketiga indeks utama kompak ditutup di zona hijau. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,52%, senada dengan indeks S&P 500 yang juga terapresiasi 0,53%. Kinerja terbaik dibukukan oleh indeks padat teknologi, Nasdaq Composite, yang berhasil menguat signifikan sebesar 0,52%.

Teknologi Jadi Bintang, Investor Sambut Baik Meredanya Tensi Dagang

Berbeda dengan hari sebelumnya yang diwarnai aksi jual, penguatan pada hari Jumat tidak merata di semua sektor. Motor utama kebangkitan bursa kali ini adalah saham-saham teknologi berkapitalisasi pasar besar (megacaps).

Raksasa seperti Apple (+1,96%) dan Tesla (+2,46%) mencatatkan kenaikan solid, memberikan dorongan paling signifikan terhadap indeks S&P 500 dan Nasdaq. Selain itu, saham produsen chip Nvidia (+0,78%) dan Microsoft (+0,39%) juga turut berkontribusi pada sentimen positif.

Kenaikan ini dipicu oleh meredanya kekhawatiran investor terhadap tensi dagang. Pernyataan Presiden Donald Trump yang mengindikasikan bahwa ancaman tarif yang sangat tinggi terhadap China tidak akan berkelanjutan disambut baik oleh pasar.

Sektor teknologi, yang rantai pasoknya sangat bergantung pada China, menjadi yang paling diuntungkan dari sentimen ini.

Meskipun demikian, investor masih menaruh kewaspadaan pada sektor keuangan, khususnya perbankan regional, yang pada hari sebelumnya sempat goyang. Walaupun pada hari Jumat berhasil lebih stabil, sentimen di sektor ini masih rapuh.

Ancaman Ganda dari Yield 4%

Namun, di balik optimisme sesaat ini, investor tidak bisa mengabaikan satu angka keramat yang menjadi momok bagi pasar saham: imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menancap kuat di level 4,0090%.

Level 4% ini bukanlah pertanda baik. Sebaliknya, ini adalah sebuah sinyal bahaya yang memukul pasar saham dari dua arah secara bersamaan.

Sebagai cerminan fondasi ekonomi yang rapuh. Yield yang tinggi adalah gejala dari ketidakpastian makroekonomi. Ini merefleksikan kekhawatiran pasar bahwa inflasi masih "lengket", sehingga memaksa The Fed untuk mempertahankan kebijakan suku bunga ketatnya lebih lama dari perkiraan (higher for longer).

Kebijakan yang dirancang untuk mendinginkan ekonomi ini secara inheren merupakan berita buruk bagi prospek pendapatan dan laba perusahaan, serta meningkatkan risiko resesi. Singkatnya, yield 4% adalah bayangan dari awan gelap yang sedang menaungi ekonomi AS.

Kini, Wall Street berada dalam sebuah pertarungan sengit, apakah sentimen positif dari meredanya tensi dagang dan harapan laba emiten cukup kuat untuk melawan tekanan ganda dari yield 4%? Jawabannya akan sangat menentukan tren pasar ke depan.

Musim Laporan Kinerja Jadi Harapan

Kini, fokus investor akan tertuju sepenuhnya pada musim rilis laporan keuangan kuartal ketiga yang akan semakin ramai pada pekan-pekan mendatang. Kinerja laba emiten, terutama dari sektor teknologi dan konsumer, akan menjadi ujian sesungguhnya bagi valuasi pasar saham saat ini.

Laporan kinerja yang solid dan panduan (guidance) yang optimistis dari para emiten raksasa diharapkan dapat menjadi bahan bakar baru bagi Wall Street untuk melanjutkan tren penguatannya. Sebaliknya, jika hasilnya mengecewakan, bukan tidak mungkin bursa akan kembali memasuki periode koreksi.

Investor harus memasang sabuk pengaman erat-erat memasuki pekan perdagangan yang krusial ini. Akhir pekan ditutup dengan drama geopolitik tingkat tinggi yang saling bertentangan dan berpotensi menciptakan volatilitas ekstrem di pasar keuangan global.

Dari runtuhnya gencatan senjata di Gaza yang kembali memanaskan tungku konflik Timur Tengah, hingga sinyal damai dagang yang secara tak terduga diembuskan oleh Washington. Di tengah badai eksternal yang kompleks ini, Indonesia justru berhasil menorehkan kabar gembira yang bisa menjadi penopang sentimen domestik.

Hari ini juga menjadi momentum penting setahun pemerintahan Prabowo -Gibran. Momentum ini diharapkan bisa menjadi angin positif di tengah masih banyaknya sentimen negatif dari luar negeri.

Momen 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap berusia satu tahun pada hari ini, 20 Oktober 2025. Dalam kurun waktu tersebut, berbagai kebijakan besar telah diluncurkan-mulai dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga reformasi struktural BUMN-yang menjadi penanda arah baru pembangunan ekonomi nasional.

Diluncurkan sejak Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis menjadi simbol utama politik kerakyatan Prabowo. Program ini menargetkan 82,9 juta penerima manfaat, termasuk siswa sekolah, ibu hamil, dan balita. Tujuan utamanya adalah memperbaiki kualitas gizi generasi muda dan menekan angka stunting nasional.

Namun, pelaksanaannya tidak lepas dari tantangan. Infrastruktur dapur, rantai pasok bahan pangan, dan mekanisme distribusi di daerah terpencil masih menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah. Sejumlah evaluasi tengah dilakukan untuk memperkuat koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah.

Selain MBG, Sekolah Rakyat menjadi program unggulan lain yang berfokus pada pemerataan pendidikan. Pemerintah telah meresmikan 165 Sekolah Rakyat Rintisan yang memanfaatkan gedung-gedung revitalisasi. Sementara pembangunan gedung permanen akan dimulai Oktober 2025 di 108 titik lokasi, dengan target rampung Juli 2026.

Di sisi korporasi negara, Prabowo melanjutkan langkah efisiensi dengan memangkas jumlah BUMN dan membentuk Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai lembaga baru pengelola investasi strategis. Tujuannya: memperkuat kinerja BUMN dan menarik investasi swasta dalam proyek nasional.

Untuk menopang daya beli dan menggerakkan ekonomi, pemerintah juga menggulirkan paket stimulus ekonomi 2025. Program ini mencakup subsidi listrik, bantuan sembako, Bantuan Subsidi Upah (BSU), diskon transportasi, hingga program magang bagi tenaga kerja muda. Stimulus tersebut diharapkan mampu mengimbangi tekanan perlambatan ekonomi global dan menjaga momentum pertumbuhan domestik.

Meski ambisius, tahun pertama pemerintahan Prabowo tidak lepas dari ujian politik. Gelombang demonstrasi besar pada Agustus 2025 menunjukkan bahwa sebagian kebijakan pemerintah masih menuai resistensi di publik. Isu transparansi anggaran, efektivitas pelaksanaan program, dan kebijakan keamanan menjadi perhatian utama berbagai kelompok masyarakat.

Memasuki tahun kedua, tantangan pemerintahan Prabowo-Gibran adalah memastikan implementasi kebijakan berjalan efektif, bukan hanya ambisius di atas kertas. Dengan kombinasi program sosial besar, reformasi kelembagaan, dan stimulus ekonomi berkelanjutan, pemerintahan ini berupaya menyeimbangkan antara stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat.

Gencatan Senjata Diacuhkan! Israel Kembali Gempur Gaza, Dunia di Ujung Tanduk

Harapan akan perdamaian yang langgeng di Timur Tengah pupus seketika dalam sekejap mata. Pada hari Minggu (19/10/2025), militer Israel dilaporkan melancarkan serangan udara dan darat berskala signifikan ke berbagai titik di wilayah Gaza. Langkah ini secara efektif menghancurkan gencatan senjata yang dimediasi dengan susah payah oleh Amerika Serikat dan baru berumur sepekan.

Suara ledakan dan tembakan artileri berat dilaporkan mengguncang kota-kota padat penduduk di selatan seperti Rafah dan Khan Younis, dengan otoritas kesehatan setempat mengonfirmasi jatuhnya puluhan korban jiwa.

Drama saling tuding pun tak terhindarkan; Israel mengklaim serangan roket dan sniper dari Hamas terhadap pasukannya di area terkontrol sebagai pelanggaran berat yang memprovokasi respons militer.

Sebaliknya, Hamas menuduh Israel lebih dulu melakukan puluhan pelanggaran, termasuk penembakan terhadap warga sipil dan penangkapan.

"Ini adalah skenario terburuk yang ditakutkan pasar," ujar seorang analis geopolitik dari lembaga riset di Singapura. "Risiko utamanya sekarang bukan lagi hanya konflik terbatas, tetapi potensi eskalasi regional yang melibatkan proksi Iran di Lebanon dan Yaman, yang bisa mengancam stabilitas seluruh kawasan."

Bagi Indonesia, dampaknya jelas yaitu potensi arus modal asing keluar (capital outflow) dari pasar saham dan obligasi akan meningkat seiring investor global mencari tempat berlindung yang lebih aman.

Runtuhnya kesepakatan damai ini sontak mengirimkan gelombang kejutan ke pasar keuangan. Indeks acuan Bursa Efek Tel Aviv, TA-35, langsung anjlok 1,87% pada pembukaan perdagangannya, menjadi sinyal nyata bahwa investor global kini beralih ke mode risk-off (menghindari risiko).

Trump 'Jinakkan' Ancaman Tarif, Siapkan Pertemuan dengan Xi?

Di tengah suramnya kabar dari Timur Tengah, secercah harapan justru datang dari Washington, memberikan sentimen penyeimbang yang krusial.

Pada Jumat lalu, dalam sebuah langkah yang melegakan pasar global, Presiden AS mengisyaratkan akan membatalkan atau setidaknya menunda rencana pemberlakuan tarif hukuman baru sebesar 25% yang sebelumnya diancamkan kepada produk elektronik dan otomotif China senilai US$200 miliar.

Pernyataan ini langsung disambut euforia sesaat, terbukti dari rebound-nya indeks S&P 500 dan Nasdaq di akhir pekan. Sinyal de-eskalasi ini diperkuat dengan munculnya laporan bahwa para diplomat kedua negara tengah bekerja intensif di belakang layar untuk mengatur kemungkinan pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS dengan Presiden China, Xi Jinping, di sela-sela KTT G20 mendatang.

Langkah ini memberikan ruang napas bagi perusahaan raksasa seperti Apple, Tesla, dan Nvidia yang sangat bergantung pada rantai pasok dan akses pasar di China. Meski demikian, analis mengingatkan bahwa ini belum kemenangan penuh.

Wacana pertemuan ini sangat positif, tapi investor harus ingat, belum ada yang konkret. Ini bisa jadi hanya taktik negosiasi.

Namun untuk saat ini, pasar memilih untuk melihat gelas setengah penuh. Bagi Indonesia, stabilitas hubungan AS-China sangat vital karena akan menjaga permintaan global terhadap komoditas andalan seperti nikel, batu bara, dan CPO tetap kuat.

Imbas Konflik, Harga Minyak Dunia Kembali Mendidih 

Konsekuensi dari runtuhnya gencatan senjata di Gaza ternyata tidak serta-merta memicu ledakan harga minyak mentah, sebuah reaksi yang mengejutkan sebagian pelaku pasar. Meskipun berita geopolitik dari Timur Tengah sangat serius, harga komoditas energi hanya menunjukkan kenaikan yang sangat tipis.

Pada penutupan perdagangan Jumat (17/10/2025), harga minyak acuan Brent ditutup menguat tipis 0,38% ke level US$ 61,29 per barel.

Sementara itu, harga minyak acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI), naik lebih kecil lagi sebesar 0,14% ke level US$ 57,54 per barel. Kenaikan ini tidak bisa disebut "mendidih" dan menunjukkan bahwa ada faktor lain yang lebih kuat menekan pasar.

Analis berpendapat bahwa reaksi pasar yang teredam ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih besar terhadap prospek permintaan (demand) global. Rilis data PDB China yang dinanti-nanti, inflasi di Eropa yang masih tinggi, dan ancaman suku bunga higher-for-longer dari The Fed tampaknya lebih mendominasi benak investor.

Pasar seolah-olah mengirimkan sinyal bahwa potensi perlambatan ekonomi global, yang akan menggerus konsumsi energi, adalah ancaman yang lebih nyata daripada potensi gangguan pasokan dari Timur Tengah saat ini.

Bagi Indonesia, kondisi ini memberikan sedikit ruang napas. Asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam APBN 2025 yang dipatok di level US$82 per barel masih berada jauh di atas harga pasar saat ini.

Ini berarti tekanan terhadap beban subsidi energi belum separah yang ditakutkan, memberikan fleksibilitas fiskal yang lebih bagi pemerintah. Namun, harga komoditas yang rendah ini juga menjadi cerminan dari lemahnya permintaan global, yang dapat berdampak pada kinerja ekspor non-migas Indonesia.

Trade Expo Indonesia Tembus Target US$ 22,8 Miliar!

Di tengah ketidakpastian global yang pekat, angin segar berembus kencang dari dalam negeri, menjadi sebuah oase sentimen positif. Pameran dagang internasional terbesar di Indonesia, Trade Expo Indonesia (TEI) ke-40 tahun 2025, secara resmi ditutup dengan torehan prestasi yang sangat gemilang.

Kementerian Perdagangan mengumumkan total potensi transaksi yang berhasil dibukukan dari pameran ini mencapai US$ 22,8 miliar (sekitar Rp 378 triliun), sebuah angka yang secara signifikan melampaui target awal sebesar US$20 miliar.

Angka fantastis ini merupakan gabungan dari penandatanganan MoU, kontrak dagang jangka panjang, dan komitmen investasi baru.

Pencapaian luar biasa ini membuktikan bahwa produk-produk Indonesia masih memiliki daya saing dan diminati di panggung dunia. Menteri Perdagangan dalam pidato penutupannya menyatakan bahwa keberhasilan ini menunjukkan efektivitas strategi diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional di Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin.

Sektor-sektor seperti furnitur berkelanjutan, makanan dan minuman olahan, produk perikanan, hingga komponen baterai kendaraan listrik dilaporkan menjadi primadona bagi para pembeli asing. Keberhasilan TEI ini bukan hanya seremoni, melainkan fondasi penting bagi perekonomian.

Realisasi dari transaksi ini akan menjadi sumber pasokan valuta asing yang krusial untuk menopang neraca perdagangan dan memberikan amunisi bagi Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah gempuran Dolar AS.

Pengunjung melihat produk UMKM pada hari terakhir gelaran Trade Expo Indonesia di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Minggu (19/10/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Pengunjung melihat produk UMKM pada hari terakhir gelaran Trade Expo Indonesia di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Minggu (19/10/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Pengunjung melihat produk UMKM pada hari terakhir gelaran Trade Expo Indonesia di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Minggu (19/10/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Awas! Inflasi Eropa 'Bandel', Bunga Tinggi Bisa Bertahan Lebih Lama

Kewaspadaan pasar juga datang dari benua biru, yang bisa menjadi sumber tekanan eksternal tambahan. Data inflasi terbaru dari Jerman dan Prancis, dua motor ekonomi utama zona Euro, yang dirilis pada Jumat (17/10/2025) menunjukkan angka yang secara mengejutkan masih tinggi.

Inflasi tahunan Jerman tercatat di level 3,5%, di atas ekspektasi konsensus sebesar 3,2%. Angka yang masih "lengket" (sticky) ini memupus harapan bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan segera memberi sinyal pelonggaran kebijakan moneternya.

Sebaliknya, data ini justru memberikan amunisi bagi Gubernur ECB, Christine Lagarde, dan para pejabat beraliran hawkish lainnya untuk terus mempertahankan suku bunga di level tertinggi dalam sejarah lebih lama dari perkiraan (higher for longer).

Bagi pasar keuangan global, termasuk Indonesia, ini adalah sentimen negatif yang tidak bisa diabaikan. Kebijakan bunga tinggi yang berkepanjangan di Eropa akan membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah negara-negara Eropa tetap menarik. Hal ini menciptakan persaingan bagi Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dalam menarik modal asing.

Selisih imbal hasil (yield spread) antara SBN dan obligasi negara maju menjadi semakin tipis, ini mengurangi daya tarik aset bagi investor global yang sensitif terhadap risiko. Selain itu, ekonomi Eropa yang tertekan oleh suku bunga tinggi juga dapat menurunkan permintaan mereka terhadap komoditas ekspor andalan Indonesia seperti CPO, kopi, alas kaki, dan tekstil.

Sentimen Satu Pekan ke Depan

Suku Bunga Bank Indonesia
Bank Indonesia akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa dan Rabu pekan ini (21-22/10/2025). Setelah memangkas suku bunga secara agresif, investor kini menunggu langkah kebijakan suku bunga  berikutnya dari BI.


Sebagai catatan, BI sudah memangkas suku bunga secara agresif sebanyak lima kali pada tahun ini sebesar 125 bs menjadi 4,75% pada September 2025.

Gubernur BI Perry Warjiyo pada RDG bulan lalu menyampaikan pemangkasan suku bunga merupakan bagian dari upaya untuk mendongkrak pertumbuhan.

Secara khusus, suku bunga Deposit Facility diturunkan sebesar 50 bps menjadi 3,75% untuk memicu kredit bank.

Inflasi AS
Amerika Serikat akan mengumumkan data inflasi September pada Jumat pekan ini. Data ini sangat ditunggu karena bisa menjadi pegangan investor dan pelaku pasar mengenai kemungkinan kebijakan The Fed ke depan. Jika inflasi AS melandai maka pemangkasan suku bunga diharapkan bisa semakin besar.

Sebagai catatan, inflasi di Amerika Serikat naik sebesar 0,4% secara bulanan (month-over-month) pada Agustus 2025, meningkat dari kenaikan 0,2% pada Juli dan berada di atas ekspektasi pasar sebesar 0,3%. Ini merupakan kenaikan bulanan tertinggi sejak Januari.

Secara tahunan (year-over-year), tingkat inflasi AS meningkat menjadi 2,9% pada Agustus 2025, tertinggi sejak Januari, setelah stabil di level 2,7% pada Juni dan Juli, sesuai dengan perkiraan pasar.

Sementara itu, tingkat inflasi inti (core inflation) - yang tidak memasukkan komponen bergejolak seperti pangan dan energi - tetap stabil di 3,1% pada Agustus 2025, tidak berubah dari Juli dan sesuai dengan ekspektasi pasar.

PDB & Suku Bunga China Jadi Pertaruhan

Perhatian pasar pada hari Senin (20/10/2025) akan terpusat sepenuhnya ke Beijing. Dua agenda ekonomi raksasa akan dirilis hampir bersamaan: pengumuman suku bunga acuan (Loan Prime Rate/LPR) oleh People's Bank of China (PBoC) dan rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga.

Hasil dari kedua pengumuman ini akan menjadi katalis utama pergerakan harga komoditas dan aset berisiko global. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekonomi China tumbuh sebesar 4,4% secara tahunan (YoY), sebuah angka yang dianggap moderat di tengah krisis properti yang berlarut-larut dan lemahnya sentimen konsumen.

Angka di atas ekspektasi akan menjadi sinyal pemulihan dan bahan bakar bagi harga komoditas, sementara angka di bawah 4,4% bisa memicu aksi jual global karena kekhawatiran perlambatan ekonomi.

Di sisi moneter, PBoC diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga LPR tenor 1 tahun dan 5 tahun untuk memberikan stimulus. Pemangkasan LPR 5 tahun, yang menjadi acuan kredit pemilikan rumah (KPR), sangat dinanti sebagai upaya pemerintah untuk menopang sektor properti yang sekarat.

Bagi Indonesia, data ini bukan sekadar angka di layar. China adalah mitra dagang terbesar kita. Denyut nadi ekonomi China akan sangat menentukan nasib harga nikel, batu bara, CPO, dan pada akhirnya, kekuatan Rupiah dan IHSG.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini:

Berikut sejumlah agenda dan rilis data pada hari ini:

  • PBoC Loan Prime Rate
  • China GDP Growth
  • Chinese Employment Rate September
  • Presiden menghadiri penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2025 di Gedung Utama Komplek Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan

  • Presiden memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat

  • Menteri Pertanian akan melaksanakan konferensi pers terkait Swasembada Pangan yang akan dilaksanakan di Ruang SAS, kantor pusat Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan

  • Menteri Pertanian menghadiri diskusi panel 'Pangan Mandiri, Negeri Berdikari' dalam rangkaian HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat

  • Menteri Perindustrian akan melaksanakan konferensi pers terkait 1 tahun kinerja industri Kabinet Merah Putih di kantor Kemenperin, Widya Chandra, Jakarta Selatan

  • Menteri Investasi dan Hilirisasi/CEO Danantara Indonesia memberikan keynote speech dalam acara HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat

  • Menteri Koordinator Bidang Pangan memimpin Rapat Koordinasi Terbatas Kick Off Komite Pengarah Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon & Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca di Ruang Rapat Utama Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Gedung Graha Mandiri, Jakarta Pusat

  • Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan mengadakan Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian di Aroem Resto & Cafe, Gambir, Jakarta Pusat

  • DJP menggelar kegiatan media briefing terkait kinerja penerimaan perpajakan dan persiapan SPT Tahunan Tahun 2026
    yang diselenggarakan di Aula Chakti Buddhi Bhakti KPDJP, Jakarta Selatan

  • Menteri ESDM menghadiri diskusi panel 'Energi Berdaulat, Ekonomi Kuat'dalam rangkaian HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat. Turut hadir Direktur Utama PLN, Direktur Utama PTBA, Direktur Utama PGN, dan Direktur Utama PGE

  • Kementerian Ketenagakerjaan akan meluncurkan program Pemagangan Nasional bagi lulusan perguruan tinggi batch I di Lobi A, kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan

  • Media gathering Kementerian Luar Negeri terkait isu pelindungan WNI di Ciasem 12, Cikini, Jakarta Pusat.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini :

  • RUPS Samcro Hyosing Adilestari Tbk
  • RUPS Victoria Insurance Tbk
  • Tanggal ex Dividen Tunai Interim Cisarua Mountain Dairy Tbk
  • Tanggal Akhir Perdagangan HMETD Wahana Interfood Nusantara Tbk
  • RUPS Astra Otoparts Tbk
  • RUPS Rencana Bank Bumi Arta Tbk
  • RUPS Batavia Prosperindo Internasional Tbk

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular