Pertarungan Mata Uang Dunia: Negara Kaya Jadi Korban Keganasan Dolar

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
10 October 2025 12:15
FILE PHOTO: U.S. dollar and Euro bank notes are photographed in Frankfurt, Germany, in this illustration picture taken May 7, 2017.   REUTERS/Kai Pfaffenbach/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) tengah mengalami penguatan di pasar global sejak 17 September 2025.

Hal ini terlihat dari pergerakan Indeks Dolar AS (DXY), yaitu indikator yang mengukur nilai tukar dolar terhadap enam mata uang utama dunia, yakni euro, yen Jepang, pound sterling, franc Swiss, dolar Kanada, dan krona Swedia.

Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Kamis (9/10/2025), DXY ditutup menguat cukup signifikan sebesar 0,63% ke level 99,538, sekaligus mencatatkan posisi tertinggi dalam dua bulan terakhir atau sejak 1 Agustus 2025.

Jika melihat trennya, sejak menyentuh level terendah tahun ini pada 17 September 2025 di posisi 96,873, indeks dolar telah mengalami penguatan yang cukup konsisten hingga perdagangan Kamis (9/10/2025), dengan total akumulasi kenaikan mencapai 2,75%.

Seluruh mata uang pembentuk Indeks Dolar AS (DXY) tercatat melemah terhadap greenback dalam periode 17 September hingga 9 Oktober 2025.

Mata uang yen Jepang menjadi yang paling terpukul dengan depresiasi sebesar 4,14%, di mana nilai tukarnya melemah dari JPY 146,97/US$ menjadi JPY153,06/US$.

Sementara itu, euro juga merosot 2,15% ke posisi EUR 0,8646/US$, disusul pound sterling yang turun 2,39%, franc Swiss melemah 2,21%, dan krona Swedia anjlok 2,57%. Adapun dolar Kanada juga tidak luput dari tekanan, turun 1,78% terhadap dolar AS.

Kinerja ini menegaskan dominasi dolar AS di pasar global, di mana seluruh mata uang utama mengalami koreksi dalam rentang waktu kurang dari satu bulan.

Situasi Politik Prancis & Jepang, Hingga Hawkish Pejabat The Fed Buat Dolar AS Menguat

Dolar AS yang terus menunjukkan ketangguhannya di pasar global, didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan ketidakpastian politik di beberapa negara.

Dalam beberapa pekan terakhir, DXY menguat hingga ke level tertinggi dalam dua bulannya. Hal ini memperlihatkan meningkatnya permintaan terhadap dolar yang masih dianggap sebagai safe haven aset.

Dari dalam negeri AS, Kenaikan ini dipicu oleh imbal hasil obligasi pemerintah AS yang naik, serta komentar bernada hawkish dari pejabat The Federal Reserve (The Fed) yang menahan ekspektasi pelonggaran moneter lebih lanjut.

Gubernur The Fed, Michael Barr, menegaskan bahwa pelonggaran kebijakan tidak boleh dilakukan terlalu cepat karena tekanan inflasi masih tinggi, sementara Presiden The Fed New York, John Williams, menyebut bahwa pemangkasan suku bunga hanya akan dilakukan secara bertahap, tergantung pada kondisi inflasi dan tenaga kerja.

Dari sisi ekskternal global, situasi di Prancis menjadi salah satu pendorong utama pelemahan nilai tukar euro.

Mata uang tunggal Eropa itu tertekan setelah Perdana Menteri Sebastien Lecornu mengundurkan diri bersama kabinetnya yang menandakan kebuntuan politik di pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.

Kondisi ini memperburuk ketidakpastian fiskal di negara dengan ekonomi terbesar kedua di kawasan eropa tersebut karena proses pengesahan anggaran pengetatan yang diinginkan investor menjadi tersendat.

Sementara itu, yen Jepang juga anjlok ke level terlemahnya sejak Februari 2025. Pasar khawatir bahwa Bank of Japan (BoJ) tidak akan menaikkan suku bunga lagi tahun ini setelah kemenangan mengejutkan politisi berhaluan dovish, Sanae Takaichi, yang digadang menjadi perdana menteri wanita pertama Jepang.

Takaichi mengatakan kebijakan moneter tetap menjadi wewenang BoJ, tetapi harus sejalan dengan tujuan pemerintah.

Pernyataannya yang cenderung hati-hati terhadap pengetatan moneter membuat pelaku pasar menilai peluang kenaikan suku bunga Desember hanya sekitar 45%, dan baru sepenuhnya diperkirakan terjadi pada Maret 2026.

Kombinasi antara ketidakpastian politik di Prancis dan Jepang, sikap hawkish The Fed, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS menjadikan dolar sebagai aset pilihan utama investor global.

Menariknya, penguatan dolar AS ini terjadi di tengah kondisi penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat atau government shutdown yang telah berlangsung sejak 1 Oktober 2025.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation