Shutdown Pemerintah AS: Pasar Bergejolak, RI Ketiban Durian Runtuh?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi mengalami government shutdown pada Rabu (1/10/2025) pukul 00:00 waktu setempat. Hal ini terjadi setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan pendanaan.
Kebuntuan politik antara pemerintahan yang dipimpin Donald Trump dari Partai Republik ini dengan oposisi dari Demokrat membuat anggaran sementara yang diajukan tidak dapat lolos.
Shutdown kali ini menjadi yang keempat selama Trump memimpin dalam dua periode dan yang pertama sejak 2018, dengan potensi menimbulkan dampak yang cukup signifikan pada perekonomian AS.
Penutupan pemerintah AS ini bukan hanya akan berdampak bagi ratusan ribu pekerja pemerintahan di AS, tetapi juga akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan AS maupun global.
Pelemahan Indeks Dolar AS (DXY)
Indeks dolar AS sejatinya sedang mengalami penguatan seiring dengan pemangkasan suku bunga The Fed untuk pertama kali nya di Sepetember lalu. Namun, dalam beberapa hari ini khususnya sejak Jumat (26/9/2025) pekan lalu, DXY mulai mengalami terkoreksi dan berlangsung hingga saat ini di level 97,636 atau sudah dalam empat hari atau melemah hampir 1%
Koreksi pada DXY mulai terjadi ketika isu akan penutupan pemerintah AS ini mulai mencuat, pasar sudah mulai khawatir akan dampak yang terjadi akibat dari penutupan tersebut. Alhasil, para pelaku pasar mulai memindahkan aset berdenominasi dolar AS ke aset lainnya, seperti emas yang dikenal sebagai aset safe haven.
Hal ini pun tecerminkan dalam pergerakan harga emas dunia yang kembali mencetak level tertinggi sepanjang masa di level 3.895,5.
Pada penutupan pemerintahan AS terakhir yang terjadi pada 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019 atau selama 35 hari. Selama periode tersebut, DXY tercatat mengalami koreksi hingga 1,18% sebelum berhasil rebound ketika pemerintahan sudah mulai beroperasi normal kembali.
Dengan melihat balik pergerakan DXY ketika terjadi penutupan pemerintah AS terakhir, bisa diperkirakan bahwa pergerakan DXY ke depan akan cenderung melemah hingga shutdown pemerintah AS ini berakhir.
Pengaruh nya terhadap US 10Y Treasury
Selain melemahkan dolar AS, shutdown pemerintahan AS juga berdampak pada pasar obligasi pemerintah AS. Imbal hasil atau yield obligasi tenor 10 tahun relatif stabil di level 4,148% pada hari ini (1/10/2025).
Sedangkan dilihat pada penutupan pemerintah AS terakhir, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun justru menguat, dari 2,819% menjadi 2,760% atau turun 6 basis poin.
"Shutdown penuh pemerintah AS secara historis cenderung memberikan dampak yang sedikit positif pada obligasi, meski pengaruhnya terhadap saham masih bervariasi," tulis Eastspring Investments dalam catatan hariannya.
Dampak Bagi Pergerakan Pasar Keuangan Tanah Air
Jika melihat kebelakang, ketika pemerintah AS mengalami shutdown terakhir pada 2018, IHSG justru mengalami kenaikan selama periode 35 hari penutupan pemerintahan AS tersebut.
Pada 26 Desember 2018 IHSG berada di level 6.126,65 dan pada 25 Januari 2019 atau tepat ketika pemerintahan AS mulai dibuka, IHSG berada di level 6.474,15 atau terapresiasi hingga 5,67%.
Beralih ke nilai tukar, rupiah juga terpantau mengalami penguatan yang cukup signifikan selama periode penutupan pemerintah AS tersebut.
Selama 35 hari penutupan, rupiah yang awalnya berada di level Rp14.545/US$, berhasil mengalami penguatan ke level Rp14,160/US$ atau mengalami penguatan hingga 2,65% selama periode tersebut.
Namun, berbeda nasib dengan IHSG dan rupiah, imbal hasil surat utang atau obligasi pemerintah tenor 10 tahun justru mengalami tekanan. Tercatat pada awal penutupan pemerintahan AS, imbal hasil berada di level 7,982% namun seiring berjalannya waktu, terus mengalami kenaikan hingga ditutup di level 8,102% pada 25 Januari 2025.
Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/luc)