
Cadangan Devisa RI Terkuras US$2 M Demi Rupiah Tak Masuk Jurang

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan posisi cadangan devisa (cadev) pada akhir September 2025 yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Berdasarkan data BI, cadev pada akhir September 2025 tercatat sebesar US$148,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$150,7 miliar atau mengalami penurunan sekitar US$2 miliar dalam sebulan.
Penurunan tersebut mencerminkan langkah aktif BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah volatilitas pasar keuangan global yang cukup tinggi.
Dengan level tersebut, cadangan devisa masih berada pada tingkat yang aman dan memadai untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian RI. Level tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 impor atau 6,0 bulan impor ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan masih jauh dia tas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Cadangan devisa RI di bulan September ini, sekaligus menandakan level terendahnya sejak Juli 2024, dimana pada bulan tersebut cadangan devisa RI tercatat sebesar US$145,4 miliar.
Apa Alasan Penurunan Cadev September 2025?
Menurut Bank Indonesia, penurunan cadangan devisa pada September 2025 utamanya disebabkan oleh dua faktor utama, yakni pembayaran utang luar negeri pemerintah dan intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan nilai tukar rupiah yang sempat tertekan oleh penguatan dolar AS.
"Perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi," tulis BI dalam rilisnya, Senin (7/10/2025).
Merujuk data Refinitiv, nilai tukar rupiah di sepanjang perdagangan September 2025, mengalami pelemahan 1,06% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke posisi Rp16.660/US$.
Pelemahan rupiah garuda terjadi seiring dengan menguatnya dolar AS secara global, di tengah ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) tidak akan terlalu dovish dalam kebijakan moneternya.
Kondisi ini mendorong penguatan indeks dolar AS (DXY) yang berimbas pada pelemahan mata uang lainnya termasuk rupiah. Hal ini membuat adanya peningkatan kebutuhan intervensi dari Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar di pasar valas. Akibatnya, sebagian cadangan devisa harus digunakan untuk menahan volatilitas rupiah agar tidak melemah lebih dalam.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/mij)