
Tak Cuma K-Pop & K-Drama: Korea Invasi Bursa RI, 8 Emiten Diakuisisi

Jakarta, CNBC Indonesia - Deretan perusahaan asal Korea Selatan sangat aktif melakukan akuisisi terhadap perusahaan-perusahaan Indonesia, terutama yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Akuisisi ini menegaskan dominasi Korea di kawasan dan global baik ekonomi atau hiburan. Seperti diketahui, Korean Wave di bidang hiburan sudah "menjajah" dunia lewat K-Pop dan K-Drama.
Akuisisi perusahaan publik memberikan akses langsung ke pasar, jaringan distribusi, dan pelanggan yang sudah ada. Perusahaan publik biasanya sudah punya brand recognition, regulasi lokal yang jelas, izin operasional, jaringan distribusi dan tenaga kerja lokal. Dengan mengakuisisi, perusahaan Korea Selatan tidak perlu memulai dari nol.
Banyak perusahaan Korea Selatan sedang memperkuat dan mendiversifikasi rantai pasok mereka. Dengan memiliki perusahaan di negara seperti Indonesia, mereka bisa mengamankan pasokan sumber daya seperti bahan baku, mineral, hingga tenaga kerja. Hal ini mengurangi risiko dari gangguan rantai pasokan global, perang dagang, atau lonjakan tarif. Indonesia dengan kekayaan mineral misalnya nikel untuk baterai, adalah target strategis.
Biaya tenaga kerja, produksi, regulasi di Indonesia kadang lebih rendah dibanding banyak lokasi di Korea Selatan sendiri. Dengan akuisisi, perusahaan Korea Selatan bisa memindahkan sebagian operasi manufaktur atau fasilitas pendukung ke Indonesia untuk efisiensi biaya.
Selain itu, perjanjian seperti Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) mengurangi tarif dan hambatan impor atau ekspor antara Korea Selatan dan Indonesia. Pemerintah Indonesia juga memberi insentif untuk investasi di sektor prioritas. Akuisisi perusahaan publik mempercepat proses mendapatkan izin dan memenuhi persyaratan regulasi lokal.
Akuisisi juga bisa menjadi cara cepat untuk memperoleh teknologi lokal, pengetahuan pasar, dan jaringan pelanggan lokal atau ASEAN. Misalnya, perusahaan publik mungkin memiliki keahlian khusus, kebijakan ramah lingkungan, brand kuat, dan data pasar lokal yang sudah matang.
Dengan kelas menengah yang berkembang di Indonesia, permintaan terhadap barang konsumsi, barang bernilai tambah, teknologi, produk otomotif, kendaraan listrik, elektronik, dan layanan keuangan meningkat. Korea Selatan bisa mengambil peluang ini melalui perusahaan lokal yang sudah go public.
Lantas apa saja emiten Tanah Air yang telah dicaplok oleh perusahaan asal Korea Selatan?
CNBC Indonesia Research telah mencatat delapan emiten yang berhasil dicaplok oleh perusahaan asal Negeri Gingseng tersebut.
1.NOBU
PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) mengumumkan telah diakuisisi oleh Hanwha Life Insurance Co. Ltd pada 1 Juli 2025. Sebanyak 2,9 miliar saham NOBU atau 40% telah berpindah tangan kepada konglomerasi perusahaan Korea Selatan tersebut.
Hanwha mengambil alih saham NOBU dari keluarga Riady dan perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Lippo, yakni PT Putera Mulia Indonesia, PT Prima Cakrawala Sentosa, PT Star Pasific Tbk, PT Inti Anugerah Pratama, PT Ciptadana Capital, PT Lenox Pasifik Investama Tbk, serta PT Multipolar Tbk.
Adapun Hanwha Life adalah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Republik Korea. Hanwha Life didirikan pada 9 September 1946 sebagai perusahaan asuransi jiwa pertama di Korea dengan tujuan utama menjalankan usaha asuransi jiwa perorangan. Hanwha Life telah terdaftar di Bursa Korea pada Maret 2010.
2. NICE
Pada Januari 2024, PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) telah diakuisisi oleh Perusahaan asal Korea Selatan bernama LX International Corp. Total akuisisi sebanyak 7,27 miliar lembar saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE). Hal ini menjadi langkah strategis untuk meningkatkan nilai Perusahaan dalam ekosistem industri pengolahan nikel dan baterai kendaraan listrik.
Akuisisi tersebut dilakukan oleh salah satu anak usaha LX International Corp yakni PT Energy Battery Indonesia (EBI). Porsi kepemilikan LEX International Corp di dalam EBI tercatat sebanyak 99,99%.
Aksi korporasi ini merupakan tindak lanjut atas Conditional Shares Sale and Purchase Agreement yang ditanda-tangani oleh para pihak dan telah sesuai dengan keterbukaan informasi sebagaimana tercantum pada prospektus Penawaran Umum Perdana Saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE).
BEI telah melakukan pengalihan saham-saham pada NICE yang antara lain dimiliki PT Sungai Mas Minerals sebesar 1.859.577.615, PT Inti Mega Ventura sebesar 1.739.634.385, Michael Adhidaya Susantyo sebesar 25.000.000, dan Victor Agung Susantyo sebesar 25.000.000 kepada PT Energy Battery Indonesia (EBI), yang kepemilikan 99,99% sahamnya dikuasai oleh LX International Corp.
Transaksi ini dilakukan dengan nilai per-lembar saham sebesar Rp438 per lembar. Sehingga total dana yang dikeluarkan oleh EBI untuk akuisisi tersebut diperkirakan mencapai Rp3,18 triliun.
Pasca akusisi tersebut, EBI memiliki total 3.649.212.000 saham pada NICE. Itu setara dengan 60% dari total seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor pada NICE.
Dengan diselesaikannya transaksi ini, tentunya memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan visi NICE sebagai pemain unggul dalam pertambangan dan pengolahan nikel di Indonesia dengan mengedepankan world-class mining standards.
Akuisisi ini sejalan dengan rencana jangka panjang Indonesia terkait hilirisasi industri nikel dan partisipasi dalam inisiatif global ESG.
3. BBKP
Pada Juni 2020, beredar kabar perusahaan raksasa finansial asal Korea Selatan Kookmin Bank akan mengakuisisi PT Bank Bukopin Tbk (BBKP), melalui skema penawaran umum terbatas alias rights issue. Kookmin menargetkan menjadi pemegang saham pengendali baru Bukopin dengan kepemilikan minimal 51%.
Kemudian pada Desember 2023 dikabarkan, Nama PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) akan berganti nama mulai tahun 22 Februari 2024. Bank milik raksasa bank asal Korea Selatan Kookmin Bank (KB) itu akan menghilangkan Bukopin dan menjadi KB Bank.
Perubahan ini menyusul aksi KB Bank mengakuisisi 67% saham BBKP tahun 2023.
Pada akhir 2023, 67% saham BBKP digenggam oleh Kookmin Bank Co., Ltd. selaku pemegang saham pengendali. Kemudian, STIC Eugene Star Holdings Inc. tercatat memiliki 17% saham BBKP. STIC sendiri merupakan investor baru yang bukan merupakan bagian dari KB Financial Group.
4. NAGA
Pada 28 Januari 2019, investor asal Korea Selatan, Industrial Bank of Korea (IBK) mencaplok 71,68% saham PT Bank Mitraniaga Tbk (NAGA). IBK membeli saham NAGA sebanyak 71,68% saham di harga Rp 409/saham sehingga menggelontorkan dana Rp 477,59 miliar.
Sebelumnya pada 17 Januari 2019, IBK juga membeli sebanyak 5,04 miliar saham AGRS sehingga IBK memiliki 95,79% saham dan menjadi investor pengendali.
Pembelian saham oleh IBK dilakukan di pasar negosiasi dengan crossing (transaksi tutup sendiri di satu broker) saham AGRS senilai Rp 1,15 triliun yang dilakukan melalui broker berkode PD atau PT Indo Premier Sekuritas.
Kemudian pada Juli 2019, penggabungan dua bank milik Industrial Bank of Korea (IBK) yakni PT Bank Agris Tbk (AGRS) dengan PT Bank Mitraniaga Tbk (NAGA) terealisasi. NAGA akan dilebur ke dalam AGRS dengan nama baru PT Bank IBK Indonesia Tbk.
Dalam Rancangan Penggabungan Bank Mitraniaga dan Bank Agris yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia, terungkap bahwa bank yang akan digabungkan adalah Mitraniaga, sementara Agris akan menjadi bank hasil penggabungan.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 122 UU Perseroan Terbatas, sebagai dampak dari Rencana Penggabungan, maka NAGA sebagai bank yang menggabungkan diri akan dibubarkan operasinya secara hukum, tanpa melalui proses likuidasi.
Semua aset dan liabilitas NAGA akan dialihkan secara hukum ke bank hasil penggabungan yakni Bank Agris dengan nama barunya tersebut.
Di sisi lain, para pemegang saham NAGA akan menjadi pemegang saham Bank Agris. Para karyawan NAGA juga akan berubah statusnya menjadi karyawan Bank Agris, kecuali disepakati lain berdasarkan perjanjian antara karyawan dengan Bank Agris.
5.SDRA
Pada Januari 2014, dikabarkan Bank Indonesia (BI) telah menyetujui pembelian 27% saham PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk (SDRA) oleh Woori Bank Korea pada 30 Desember 2013.
Sebelumnya pembelian saham Bank Saudara sebesar 6% oleh Woori Bank Korea telah disetujui pada 16 April 2013. Sehingga total akuisisi sebanyak 33%.
Bank Saudara dan Woori Bank terus bersinergi dengan baik untuk saling melengkapi dalam segmen ritel banking dan corporate banking. Bank Woori Korea masuk dalam jajaran bank terbesar di Korea Selatan, memiliki struktur permodalan dan infrastruktur yang kuat khususnya teknologi dapat mendukung usaha Bank Saudara.
6.DNAR
Pada November 2021, Emiten bank mini (dengan modal inti di bawah Rp 6 triliun) PT Bank Oke Indonesia (DNAR) melakukan rights issue sebanyak-banyaknya Rp 499,83 miliar.
Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan perusahaan, DNAR berencana menerbitkan saham baru sebanyak 2,53 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 197 per saham.
"APRO Financial Co Ltd selaku pemegang saham utama perseroan telah menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan seluruh HMETD untuk membeli saham baru yang diterbitkan dalam rangka Penawaran Umum Terbatas (PUT) III," tulis prospektus perusahaan, dikutip Jumat (19/11/2021).
Sampai dengan 31 Oktober 2021, APRO menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 90,47% atas saham DNAR.
Terkait HMETD ini, perseroan sebelumnya sudah memperoleh restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 5 Mei 2021 dengan tanggal efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 September 2021.
Tanggal terakhir perdagangan saham dengan HMETD di pasar reguler dan negosiasi pada 8 Oktober 2021 di pasar reguler dan negosiasi dan pasar tunai 12 Oktober.
Dana hasil rights issue, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan seluruhnya untuk pengembangan usaha bank, yaitu dalam bentuk pemberian kredit.
Mengenai modal inti (tier 1), Bank Oke tercatat sudah memenuhi kewajiban aturan modal minimum Rp 2 triliun pada tahun ini oleh OJK. Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III 2021, modal inti Bank Oke mencapai Rp 2,38 triliun.
7. SMIL
Pada April 2025, emiten penyedia jasa sewa forklift, PT Sarana Mitra Luas Tbk (SMIL) dikabarkan tengah kedatangan investor strategis asal China dan Korea. Akan tetapi, proses tersebut masih dalam tahap awal dan akan dibahas lebih lanjut.
Dalam paparan publik, perseroan mengatakan adanya ketertarikan dari beberapa pihak luar negeri, termasuk dari China dan Korea. Saat ini masih penjajakan, belum ada yang bersifat final.
Perseroan memasang target ambisius. SMIL membidik pendapatan Rp420 miliar pada 2025, tumbuh 15% dibandingkan capaian tahun sebelumnya. Sementara itu, laba bersih ditargetkan mencapai Rp 100 miliar, meningkat 25% secara tahunan.
SMIL juga tengah menjalankan transformasi bisnis ke arah penggunaan forklift listrik. Dalam lima tahun ke depan, 75% armada forklift perseroan ditargetkan beralih ke tenaga listrik. Selain ramah lingkungan, forklift listrik memberikan margin lebih tinggi karena harga sewanya lebih mahal dan biaya perawatan lebih rendah.
SMIL juga berencana mengganti baterai timbal-asam pada forklift menjadi baterai lithium yang lebih modern dan efisien.
SMIL terus memperluas jangkauan pasar ke wilayah-wilayah potensial di Indonesia serta memperluas basis pelanggan lintas sektor industri. Strategi ini ditujukan untuk memperkuat ketahanan bisnis terhadap fluktuasi permintaan pasar.
8. PYFA
Pada April 2021, perusahaan asal Korea Selatan, LG International Corp (LGI) membeli 5,5% saham PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) dari PT Aldiracita Sekuritas Indonesia.
Transaksi jual beli ini dilakukan LG International Corp melalui anak perusahaannya yang berlokasi di Indonesia, PT Global Investment Institusi (GII) melalui pembelian crossing saham di pasar negosiasi dengan harga Rp 1,200 per saham pada Rabu (28/4/2021).
LG International Corp (LGI) dan PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) sepakat untuk bekerja sama dalam sejumlah peluang bisnis terkait perawatan kesehatan yang melibatkan produk farmasi (termasuk inovator atau produk biosimilar), suplemen kesehatan, peralatan perawatan kesehatan dan produk konsumen, serta peluang terkait perawatan kesehatan lainnya.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, PT Pyridam Farma Tbk memperluas bisnisnya dengan membuka kantor perwakilan di Korea pada awal tahun 2021, sebagai bagian dari strategi Perseroan untuk menjajaki peluang kerjasama dengan perusahaan farmasi internasional untuk memajukan industri farmasi di Indonesia.
Sebagai informasi, PT Pyridam Farma Tbk merupakan perusahaan farmasi dengan bisnis utama berupa produksi dan/atau distribusi obat-obatan moderen dan tradisional serta distribusi alat kesehatan seperti alat laboratorium dan juga PCR test kits. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1976 dan sudah menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2001
PT Pyridam Farma Tbk. memproduksi berbagai macam produk farmasi seperti Antibiotik, Vitamin, Suplemen, dan Perawatan Herbal Tradisional. Perusahaan ini memiliki lebih dari 200 produk dalam bentuk tablet, kaplet, kapsul, sirup krim, dan salep. Selain itu, PT Pyridam Farma Tbk. juga memproduksi produk resep seperti penisilin dan non-penisilin antibiotik, dan obat penghilang rasa sakit, serta produk non-resep produk vitamin, pencegah flu dan batuk, dan antipiretik.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)