Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pertambangan global mengalami perubahan signifikan, baik dari sisi permintaan komoditas, regulasi lingkungan, hingga strategi jangka panjang perusahaan sepanjang tahun ini.
Kondisi ini mendorong banyak perusahaan terbuka (Tbk) di Indonesia untuk meninjau kembali model bisnis mereka dan mengambil langkah strategis demi menjaga keberlanjutan usaha serta memperkuat daya saing di pasar internasional. Salah satu langkah yang paling menonjol adalah meningkatnya aktivitas akuisisi tambang baru, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai bentuk ekspansi sekaligus diversifikasi portofolio bisnis.
Perusahaan yang sebelumnya hanya fokus pada satu komoditas seperti batu bara menghadapi risiko tinggi akibat fluktuasi harga global.
Dengan mengakuisisi tambang emas, tembaga, bauksit, hingga nikel, sehingga perusahaan dapat mengurangi ketergantungan pada satu sumber pendapatan. Diversifikasi ini memberikan stabilitas keuangan dan meningkatkan ketahanan perusahaan terhadap siklus komoditas yang tidak menentu.
Untuk menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan kepada para pemegang saham, perusahaan membeli tambang baru, terutama yang sudah dalam tahap produksi atau siap produksi, adalah cara cepat untuk meningkatkan kapasitas, pendapatan, dan nilai perusahaan tanpa harus mulai dari eksplorasi awal yang memakan waktu dan biaya besar.
Di dalam negeri, regulasi pertambangan yang semakin jelas dan dorongan pemerintah untuk hilirisasi membuka ruang bagi perusahaan untuk memperluas aset mineral. Selain itu, adanya potensi tambang yang dilepas oleh pemilik sebelumnya atau hasil terminasi izin memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengamankan sumber daya baru.
Di sisi lain, di luar negeri, beberapa negara menawarkan aset pertambangan dengan valuasi menarik, cadangan besar, atau teknologi mendukung yang sulit ditemukan di domestik.
Dengan portofolio yang lebih beragam, perusahaan dapat membangun rantai nilai yang lebih terintegrasi, misalnya dari penambangan hingga pengolahan. Hal ini tidak hanya meningkatkan margin, tetapi juga memperkuat posisi sebagai pemain global.
Di sepanjang tahun ini terpantau beberapa emiten melakukan akuisisi tambang baru baik tambang dalam negeri maupun luar negeri sebagai bentuk ekspansi dan diversifikasi portofolio bisnis.
BUMI
Di sepanjang tahun ini perusahaan milik konglomerat Salim dan Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (Bumi Resources) terus gencar melakukan akuisisi tambang baru. BUMI telah berhasil mengakuisisi 99,68% kepemilikan saham di Wolfram Limited (Wolfram), perusahaan pertambangan emas dan tembaga yang berbasis di Australia. Ditargetkan akuisisi ini akan mencapai 100% pada November 2025.
Akuisisi ini merupakan tindak lanjut dari term sheet agreement yang ditandatangani awal tahun ini dan kini telah difinalisasi setelah memperoleh persetujuan dari Foreign Investment Review Board (FIRB) di Australia.
Langkah ini menandai tonggak penting dalam strategi diversifikasi Bumi Resources, yang memperluas portofolio perusahaan ke sektor mineral strategis dan mineral kritis serta peluang hilirisasi.
Dengan selesainya transaksi ini, BUMI mengambil langkah penting dalam perjalanan diversifikasinya. Ekspansi ke mineral strategis dan mineral kritis sejalan dengan tren permintaan global serta memperkuat komitmen terhadap pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.
Melalui Wolfram, Bumi Resources akan memperoleh akses terhadap potensi produksi emas dan tembaga dalam jangka pendek, yang diharapkan dapat berkontribusi positif pada profil pendapatan perusahaan sekaligus memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham.
Kemudian, BUMI kembali melakukan akuisisi terhadap dua perusahaan sekaligus.
BUMI resmi mengakuisisi dua perusahaan tambang, Jubilee Metals Ltd (JML) dan PT Laman Mining (PLM). Langkah ekspansi ini dilakukan setelah perseroan merapikan struktur keuangannya melalui kuasi reorganisasi, yang sekaligus menghapus saldo laba negatif.
Dengan fondasi keuangan yang lebih sehat, BUMI kini leluasa menerbitkan obligasi untuk mendanai akuisisi serta kebutuhan modal kerja. Memasuki 2025, perusahaan langsung tancap gas dengan rencana Penerbitan Obligasi Berkelanjutan senilai total Rp5 triliun.
Jubilee Metals Ltd (JML) sendiri memiliki aset tambang emas di Queensland Utara dan Victoria, Australia. Sejak berdiri pada 2012, perusahaan ini fokus mengembangkan kawasan Croydon di barat Queensland-wilayah bersejarah yang mencatat penemuan emas pertama pada 1885 dan pernah mencapai produksi puncak 1,9 juta ounce. Saat ini, JML masih berada pada tahap eksplorasi dengan potensi cadangan sekitar 2 juta ounce.
Untuk mengamankan akuisisi JML, BUMI mengalokasikan Rp340,9 miliar dari penerbitan obligasi. Hingga September 2025, perusahaan telah menggenggam 41,36% saham JML melalui private placement, pembelian langsung, serta skema debt to equity swap.
Di sisi lain, akuisisi PT Laman Mining (PLM) membutuhkan dana awal sebesar Rp333,6 miliar. PLM yang beroperasi sejak 2009 dan berada di bawah kendali Supreme Global dari Sri Lanka, berfokus pada penambangan bijih bauksit di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Wilayah ini dikenal sebagai pusat cadangan bauksit terbesar di provinsi yang memiliki total potensi hingga 3,27 miliar ton.
Operasi PLM mencakup penambangan bauksit secara terbuka dengan alat berat, pengangkutan ke fasilitas pencucian di lokasi tambang, dan kemudian pemerosesan lanjutan sebelum dikirim ke pelabuhan yang mampu menampung hingga 300 ribu ton bijih.
Tak berhenti di hulu, PLM juga menyiapkan ekspansi ke industri pemurnian alumina sebagai bagian dari program hilirisasi. Pembangunan pabriknya kini memasuki tahap persiapan dengan target kapasitas produksi 2 juta ton alumina per tahun.
UNTR
PT United Tractors Tbk (UNTR) tengah menyiapkan strategi multisourcing dengan menggandeng sejumlah pembeli emas dalam negeri, termasuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA). Langkah ini diambil menyusul rampungnya aturan baru Kementerian Keuangan mengenai bea keluar ekspor emas yang akan berlaku mulai 2026, dengan tarif 7,5% hingga 15%.
Sebagai respons atas rencana penerapan bea ekspor emas, UNTR berencana memperluas sumber penjualan ke pasar domestik melalui kerja sama dengan ANTM dan HRTA.
UNTR, yang berada di bawah naungan PT Astra International Tbk (ASII), mengakui bahwa pendapatan dari segmen emas masih didominasi oleh pasar ekspor. Meski begitu, perusahaan belum dapat memastikan berapa besar porsi penjualan yang akan dialihkan ke dalam negeri.
Selain itu, UNTR tengah mengincar tambang mineral di Australia.
Sejalan dengan diversifikasi usaha, United Tractors juga menjajaki peluang akuisisi tambang mineral di Australia. Diketahui Australia menawarkan potensi mineral yang besar. Targetnya, pada 2030 portofolio bisnis UNTR dapat lebih seimbang antara sektor batu bara dan non-batu bara.
UNTR terus memperdalam kajian terhadap berbagai aset mineral saat ini.
Selain emas, UNTR turut memantau peluang di komoditas lain seperti nikel dan tembaga, khususnya aset yang menawarkan prospek harga menarik dan permintaan yang terus meningkat.
DKFT
Penambang nikel, PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) bersiap untuk memperkuat bisnis sektor nikel dengan mengincar tambang baru dan merencanakan pembangunan smelter nikle baru.
DKFT tengah menyiapkan strategi tambahan untuk mengerek performa bisnisnya dengan memperkuat cadangan serta kapasitas produksi. Salah satu langkah yang kini ditempuh adalah menjajaki peluang akuisisi Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik perusahaan tambang nikel lain di Indonesia.
Feni Silvan Budiman, Direktur Central Omega Resources, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan proses uji tuntas (due diligence) terhadap sejumlah IUP nikel di berbagai wilayah. Namun, hingga saat ini belum ada pemegang IUP yang mencapai kesepakatan untuk diambil alih oleh DKFT.
Ia enggan mengungkap identitas perusahaan nikel yang tengah dibidik. Meski begitu, Feni menegaskan bahwa DKFT tidak berfokus pada jumlah IUP yang akan diakuisisi. Perusahaan lebih mengedepankan kualitas aset tambang, mencakup aspek legalitas hingga kelayakan teknis, sebelum memutuskan langkah akuisisi.
Untuk mendukung rencana tersebut, DKFT telah menyiapkan belanja modal (capex) sebesar Rp200 miliar hingga Rp300 miliar, yang seluruhnya berasal dari kas internal. Berdasarkan materi paparan publik, DKFT memiliki sumber daya nikel mencapai 183 juta ton per laporan JORC April 2025, terdiri dari 62 juta ton saprolit dan 121 juta ton limonit. Selain itu, perusahaan juga memiliki cadangan nikel sebesar 93 juta ton, masing-masing 18 juta ton saprolit dan 76 juta ton limonit.
Jika terealisasi, langkah akuisisi IUP ini dinilai potensial memberikan dampak jangka panjang bagi DKFT. Namun, prosesnya memang menuntut ketelitian tinggi mengingat nilai investasi yang besar dan risiko yang harus diperhitungkan dengan saksama.
ANTM
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam saat ini tengah menimbang rencana akuisisi tambang emas baru, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Direktur Komersial Antam, Handi Sutanto, mengungkapkan bahwa perusahaan masih melakukan penilaian mendalam terkait aspek keekonomian dari beberapa opsi tambang yang dinilai menjanjikan. Ia menambahkan, peluang akuisisi juga dipertimbangkan melalui entitas afiliasi Antam.
Meski begitu, Handi belum bersedia menyebutkan lokasi tambang yang sedang dikaji. Ia menegaskan bahwa rencana tersebut tampaknya belum akan dieksekusi tahun ini.
Hingga September 2025, biaya eksplorasi awal (preliminary unaudited) Antam tercatat mencapai Rp176,95 miliar. Eksplorasi difokuskan pada tiga komoditas utama yakni emas, nikel, dan bauksit. Untuk komoditas emas, Antam melaksanakan eksplorasi di tambang Pongkor, Jawa Barat, dengan fokus pada kegiatan pengeboran, baik in-mine drilling (bawah tanah) maupun deep drilling (permukaan).
Antam sebelumnya mengungkapkan bahwa cadangan emas tersisa di tambang bawah tanah Pongkor kini sekitar 5 ton, sementara potensi sumber daya emas yang masih dapat digali mencapai 26 ton.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Antam, Arianto Sabtonugroho, menyatakan bahwa perusahaan menjaga produksi emas Pongkor di kisaran 1 ton per tahun. Pada paruh pertama 2025, produksi emas dari blok Pongkor telah mencapai 400 kilogram, dan Antam menargetkan total produksi mencapai 1 ton hingga akhir tahun.
BYAN
PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) kembali memperluas lini bisnisnya dengan mengakuisisi sekaligus mengembangkan terminal khusus batu bara di Kalimantan Timur. Ekspansi ini dilakukan melalui transaksi afiliasi dengan PT Fajar Sakti Prima (FSP), entitas yang 90% sahamnya dimiliki BYAN. Informasi ini disampaikan perseroan melalui keterangan resmi di Jakarta, kemarin.
Pengembangan terminal yang berlokasi di Desa Sebelang, Kecamatan Muara Pahu, Kabupaten Kutai Barat, akan dikerjakan oleh PT Nirmala Matranusa sebagai kontraktor konstruksi. Baik FSP maupun Nirmala Matranusa berada di bawah kendali pengusaha Low Tuck Kwong.
Nilai transaksi akuisisi terminal tersebut mencapai Rp3,3 triliun belum termasuk PPN. Jumlah ini mencakup pembelian aset berupa tanah senilai Rp69,06 miliar, bangunan kantor dan mess, dermaga serta infrastruktur pendukung senilai Rp1,31 triliun, mesin dan peralatan termasuk alat berat Rp1,54 triliun, serta construction in progress dan suku cadang senilai Rp375,9 miliar.
Sementara itu, kontrak pengembangan fasilitas penunjang terminal disepakati bernilai Rp151,69 miliar, dengan masa pengerjaan delapan bulan. Ruang lingkup pekerjaan meliputi konstruksi sipil serta pemasangan struktur dan komponen mekanikal.
Pada tahun ini, BYAN mengalokasikan belanja modal (capex) sekitar US$300 juta atau Rp4,87 triliun (kurs Jisdor Rp16.251/US$). Mayoritas capex, yaitu sekitar 86%, dialirkan untuk pengembangan infrastruktur. Sisanya, 12% digunakan untuk pembelian peralatan dan mesin, dan 2% untuk kategori peralatan lainnya.
Perseroan juga merinci proyek-proyek yang akan menyerap capex tersebut, antara lain relokasi kamp dan workshop di Tabang senilai US$100-US$150 juta, pengadaan dan penggantian alat berat US$34 juta, pembangunan kolam pengendapan baru senilai US$20-US$30 juta, serta peningkatan fasilitas impor dan ekspor Dermaga BCT tahap 6 dengan nilai serupa.
BYAN turut menyiapkan proyek lain seperti pengaspalan jalan angkut Muara Pahu, pengalihan aliran sungai, serta penambahan pemuat tongkang keempat di Muara Pahu, masing-masing dengan estimasi biaya US$10-US$20 juta. Sebagai perbandingan, tahun 2024 BYAN menganggarkan capex sebesar US$230-US$260 juta.
PACK
PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK) melalui dua anak usahanya resmi mengumumkan akuisisi saham pada dua perusahaan tambang mineral yang beroperasi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Dalam keterbukaan informasi, disebutkan bahwa PT Adhi Prakarsa Raya (APR) dan PT Sumber Cahaya Raya (SCR) yang masing-masing dimiliki 99,998% oleh PACK telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham (PJB) dengan Denway Development Limited pada 26 September 2025.
Melalui transaksi ini, SCR akan mengambil alih 240 lembar saham PT Konutara Sejati (KS), sementara APR memperoleh 276 lembar saham PT Karyatama Konawe Utara (KKU). Pengalihan tersebut dinyatakan efektif setelah terbitnya Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 29 September 2025.
Direktur Utama PACK, Magdalena Veronika, menyampaikan bahwa penyelesaian pembayaran atas transaksi akuisisi ini dijadwalkan paling lambat 31 Januari 2026, atau sesuai kesepakatan para pihak. Ia juga menegaskan bahwa akuisisi ini tidak menimbulkan dampak material terhadap operasional, aspek hukum, maupun kondisi keuangan perseroan. Transaksi tersebut bukan merupakan transaksi afiliasi atau benturan kepentingan, namun tetap diklasifikasikan sebagai transaksi material sesuai regulasi OJK.
Sebelumnya, PACK telah memaparkan rencana aksi korporasi yang akan dibahas dalam RUPSLB pada 25 September 2025. Dalam agenda tersebut, perseroan mengusulkan perubahan lini bisnis dari industri percetakan menjadi perusahaan induk (holding company), dengan fokus aktivitas diarahkan pada anak usaha, khususnya yang bergerak di sektor perdagangan mineral.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)