Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya bisa bangkit setelah tumbang. Kenaikan harga batu bara juga menjadi kabar baik bagi Indonesia.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (20/11/2025) ditutup di posisi US$ 114,25 per ton atau menguat 0,75%.
Kenaikan ini menjadi kabar baik setelah harganya tumbang 1,7% pada Rabu.
Kenaikan harga batu bara dibantu China. Produksi listrik China dari bahan bakar termal seperti batu bara melonjak pada Oktober, sementara output batu bara justru menurun. Kondisi ini mendorong kenaikan harga baik untuk pasokan domestik maupun impor.
Sejumlah indikator menunjukkan harga kemungkinan terus naik seiring ekonomi China memasuki musim puncak permintaan energi. Dengan tambang-tambang China dibatasi oleh pengetatan produksi nasional akibat pemeriksaan keselamatan yang terus berlangsung, kebutuhan batu bara dari luar negeri akan meningkat.
Produksi listrik dari bahan bakar fosil naik menjadi 513,8 miliar kilowatt jam (kWh) pada Oktober, meningkat 7,3% dibanding bulan yang sama tahun lalu dan menjadi angka tertinggi untuk bulan Oktober sejak pencatatan dimulai pada 1998. Sebagian besar pembangkit termal China menggunakan batu bara, dengan sebagian kecil dari gas alam.
Secara keseluruhan, produksi listrik pada Oktober juga naik ke level tertinggi dalam tiga dekade untuk bulan yang sama, mencapai 800,2 miliar kWh, naik 7,9% dari tahun sebelumnya, menurut data resmi yang dirilis pada 14 November.
Selain kenaikan pembangkitan termal, output tenaga air melonjak 28,2% dibanding tahun lalu, sementara tenaga angin sedikit meningkat dan tenaga surya turun akibat pelemahan intensitas cahaya di kawasan timur laut dan barat laut.
Dengan kecilnya peluang pembangkitan tenaga air meningkat lebih jauh pada November serta tenaga surya dan angin memasuki musim pelemahan, besar kemungkinan pembangkit listrik berbasis batu bara harus ditingkatkan untuk memenuhi puncak permintaan musim dingin.
Hal ini berpotensi memberi tekanan pada tambang domestik yang melaporkan penurunan produksi di tengah kampanye "anti-involution" Beijing yang bertujuan menekan kelebihan kapasitas di sejumlah industri strategis.
Output seluruh jenis batu bara China mencapai 406,75 juta ton pada Oktober, turun 2,3% dibanding bulan yang sama tahun 2024 dan juga turun dari 411,51 juta ton pada September, menurut data resmi 14 November.
Produksi yang kuat pada paruh pertama tahun ini membuat total output untuk 10 bulan pertama masih naik 1,5% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Namun, pembatasan produksi dalam beberapa bulan terakhir telah memicu kenaikan harga domestik. Konsultan SteelHome menilai harga batu bara termal di pelabuhan Qinhuangdao berada di 835 yuan (US$117,44) per ton pada Rabu.
Harga tersebut telah melonjak 37% mencapai level tertinggi satu tahun dari titik terendah empat tahun di 610 yuan per ton yang tercatat pada Juni.
Berkah Buat RI
Harga domestik yang lebih tinggi mendorong kenaikan harga batu bara termal seaborne dari pemasok utama China, yaitu Indonesia dan Australia.
Batu bara Indonesia dengan kadar energi 4.200 kilokalori per kilogram (kcal/kg) naik ke level tertinggi enam bulan di US$48,52 per ton pada pekan hingga 14 November, menurut penilaian Argus.
Batu bara Australia dengan kadar 5.500 kcal/kg melonjak ke US$86,53 per ton pada pekan hingga 14 November, level tertinggi 11 bulan dan naik 32% dari titik terendah empat tahun di US$65,72 pada awal Juni.
Kenaikan harga ini kemungkinan menjadi berkah bagi eksportir batu bara karena volume impor China tetap kuat meski biaya kargo meningkat.
Impor batu bara termal seaborne China diperkirakan mencapai 28,63 juta ton pada November, sedikit turun dari 29,2 juta ton pada Oktober, menurut data analis DBX Commodities.
Impor batu bara termal seaborne telah pulih sejak menyentuh titik terendah tiga tahun yaitu 20,02 juta ton pada Juni, menurut DBX, dengan empat bulan dari Agustus hingga November berada di kisaran 29 juta ton.
Stok batu bara China di pelabuhan-pelabuhan pesisir diperkirakan DBX turun menjadi 63 juta ton pada November, dari 64,4 juta ton pada Oktober, dan sekitar 16 juta ton lebih rendah dibanding November tahun lalu.
Hal ini menunjukkan bahwa permintaan batu bara seaborne kemungkinan akan tetap kuat selama musim dingin, terutama jika output domestik tetap terbatas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]