Newsletter

Dunia Tunggu The Fed, RI Deg-Degan Menanti Pengumuman BI & Purbaya

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
17 September 2025 06:10
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (ketiga kiri) saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (ketiga kiri) saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Perdagangan hari ini, Rabu (17/9/2025), diperkirakan akan berlangsung dengan penuh kehati-hatian seiring sejumlah sentimen penting yang menjadi perhatian pelaku pasar. Dari dalam negeri, fokus akan tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan menentukan arah kebijakan suku bunga acuan.

Selain itu, dari global, keputusan tentang suku bunga The Federal Reserve (The Fed) akan menjadi sorotan meskipun baru akan diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Kedua agenda besar ini dinilai memiliki potensi untuk mempengaruhi pergerakan IHSG hingga nilai tukar rupiah sepanjang hari ini.

Berikut rangkuman sentimen utama yang akan membentuk arah IHSG hingga rupiah :

Suku Bunga Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunga RI pada hari ini, Rabu (17/9/2025). Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terakhir pada 19-20 Agustus 2025, BI memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,0%. Suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,25% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 5,75%.

BI telah melakukan empat kali pemangkasan suku bunga sejak awal tahun. Suku bunga dipangkas masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, dan Juli, dan Agustus, dari posisi 6,00% di Desember 2024 menjadi 5,00% pada posisi sekarang.

Dengan total penurunan mencapai 100 basis poin sejak awal 2025. Kebijakan ini ditempuh sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap terjaga di rentang2,5% plus minus 1% pada 2025, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta upaya memperkuat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas nasional.

Hasil dari konsensus yang telah dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi pasar berekspektasi akan menahan suku bunga di ke level 5,00%.

Sebanyak 10 lembaga memperkirakan BI akan menahan suku bunga sementara dua institusi lainnya memproyeksi BI akan memangkas suku bunga.

Sejumlah analis memperkirakan BI akan menjaga suku bunga di level 5.00%, mengingat adanya tekanan pada rupiah yang disebabkan oleh faktor gejolak politik dalam negeri, ketidakpastian pasar global, dan dampak kebijakan tarff Trump.

Juniman, Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia memperkirakan, Bank Indonesia akan menahan BI rate di level 5,00% pada September 2025. Meskipun begitu, Ia masih melihat adanya ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuannya.

"Namun, BI masih memiliki ruang untuk kembali memangkas suku bunga acuannya ke depan, mengingat tekanan inflasi dalam negeri yang masih rendah. Inflasi pada Agustus 2025 tercatat sebesar 2,31% secara tahunan (year-on-year), turun dari 2,37% pada bulan sebelumnya. Selain itu, pelonggaran suku bunga acuan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi domestik." Ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Senada dengan perkataan Juniman, Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan BI rate tetap di level saat ini.

"Menurut saya BI sudah cukup agresif menurunkan dalam 12 bulan terakhir sejak September 2024 (sebanyak) 125 bps, dan saat ini ada kecenderungan tekanan terhadap Rupiah".

Sementara itu, Fikri Permana, Ekonom KB Valbury Sekuritas memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebanyak 25 bps menjadi 4,75%. Faktor-faktor pendorong pemangkasan suku bunga di antaranya adalah stance pro-growth BI yang sangat kuat, serta dorongan BI untuk lebih melonggarkan kredit, seiring realokasi penempatan dana pemerintah dari Bi ke beberapa bank BUMN. Ia juga menuturkan bahwa Inflasi masih terjaga di rentang Bawah BI.



Perkiraan Pemangkasan Suku Bunga The Fed

RDG BI diadakan berbarengan dengan Federal Open Market Committee (FOMC) yang diadakan oleh The Fed untuk menetapkan sikap terhadap suku bunga acuan Bank Sentral AS.

Hasil pertemuan akan diumumkan pada Rabu (17/9/2025) atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Investor memperkirakan The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak Desember 2024.

Berdasarkan alat pantau CME Group FedWatch, para pelaku pasar menilai terdapat peluang sebesar 93% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga federal funds rate sebesar 25 basis poin, sehingga turun ke kisaran 4,00% hingga 4,25%. Meski demikian, sebagian kecil pelaku pasar masih memperkirakan adanya kemungkinan pemangkasan lebih agresif hingga 50 basis poin.

Chief Economist PT Bank Mandiri, Andry Asmoro melihat prospek tren penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang didasarkan atas sinyal dan 'guidance' The Fed. Dimana dalam jangka pendek berpeluang turun sebanyak 2 kali dari level 4,5% menjadi 4%, yang berlanjut di tahun mendatang ke level 3,5% serta berpotensi turun ke 3%-3,25% di tahun 2027.

Meski demikian, agresivitas penurunan suku bunga The Fed masih akan sangat tergantung dengan perkembangan data inflasi AS setelah diterapkannya tarif impor Presiden Donald Trump. Kondisi ekonomi AS yang mulai melandai sudah menjadi alasan yang cukup bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Bagi Indonesia, turunnya suku bunga The Fed bisa menjadi katalis positif bagi daya tarik pasar keuangan negara emerging market seperti Indonesia. Bank Indonesia juga memiliki ruang untuk kembali menurunkan BI Rate 25 bps hingga akhir tahun 2025 mengingat posisi Rupiah dan Inflasi yang masih sangat terjaga.

Diharapkan kebijakan suku bunga ini bisa semakin menarik capital inflow ke Tanah Air, meski daya tarik ini butuh didukung oleh narasi pertumbuhan ekonomi di tengah persaingan dengan kawasan ASEAN.

Konferensi Pers APBN KiTa

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menggelar konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 untuk menjabarkan kinerja belanja  pemerintah dan pendapatan Januari-Agustus 2025.

Ini adalah konferensi pers APBN KiTa pertama Purbaya sebagai menteri keuangan setelah menggantikan Sri Mulyani pekan lalu.

Menarik disimak apa saja gebrakan kebijakan Purbaya, sejauh mana realisasi belanja pemerintah, pendapatan hingga defisit anggaran.

Mengingat ini adalah konferensi pers APBN KiTa pertama Purbaya, menarik disimak bagaimana Purbaya akan mengelola APBN hingga akhir tahun ini.

Pemerintah Pastikan Kebijakan Pengalihan Dana Rp200 T ke Perbankan Tidak Melanggar Aturan

Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan pengalihan dana menganggur senilai Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke sistem perbankan nasional adalah langkah legal dan sah secara regulasi. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan, tidak ada undang-undang yang dilanggar dalam penempatan dana tersebut ke lima bank BUMN.

Langkah ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang berlaku sejak 12 September 2025. Purbaya menyebut, keputusan diambil setelah melalui kajian matang termasuk masukan dari tim hukum internal Kementerian Keuangan.

"Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan Pak Lambok dan ahli-ahli hukum di Kemenkeu," tegas Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Kebijakan serupa bukan kali pertama dilakukan pemerintah. Pada 2008 dan 2021, strategi penempatan dana pemerintah di bank-bank negara juga pernah dijalankan tanpa menimbulkan masalah hukum. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme tersebut memiliki landasan praktik dan preseden yang jelas.

"Dulu pernah dijalankan, tahun 2008, bulan September. 2021, bulan Mei, enggak ada masalah setiap hukum," ujar Purbaya.

Secara hukum, Purbaya menegaskan tidak ada undang-undang yang terganggu dengan kebijakan ini. Pemerintah menilai langkah ini murni sebagai pemindahan dana idle (menganggur) untuk memperkuat likuiditas perekonomian, bukan perubahan dalam struktur belanja negara.

Dari sisi fiskal, pengalihan dana ini juga dianggap strategis. Alih-alih dibiarkan mengendap di Bank Indonesia, dana tersebut dapat mempertebal likuiditas perbankan nasional sehingga mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan ke sektor riil.

Kebijakan ini berpotensi mendorong stabilitas sistem keuangan domestik, terutama dalam menjaga kelancaran likuiditas bank sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi. Dengan mekanisme penjaminan risiko yang melekat pada KMK 276/2025, pemerintah memastikan dana negara tetap aman.

Langkah ini juga menjadi sinyal kuat bagi pasar bahwa pemerintah serius menjaga keseimbangan antara pengelolaan kas negara, kebutuhan pembiayaan, serta stabilitas makroekonomi.

Penjualan Ritel AS Melebihi Ekspektasi

Penjualan ritel Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2025 tercatat naik lebih tinggi dari perkiraan yang memberikan sinyal positif bagi daya beli konsumen AS. Namun, penguatan ini dinilai belum tentu berkelanjutan karena masih dibayangi oleh pelemahan pasar tenaga kerja dan kenaikan harga barang akibat tarif impor.

Data dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan bahwa penjualan ritel naik 0,6% pada Agustus, setelah revisi kenaikan serupa pada Juli. Angka ini jauh di atas konsensus ekonom yang hanya memperkirakan kenaikan 0,2%.

Sebagian kenaikan diyakini berasal dari efek harga yang terdorong tarif impor, bukan peningkatan volume penjualan. Pemerintah AS pada pekan lalu melaporkan inflasi konsumen Agustus naik tertinggi dalam tujuh bulan terakhir, dipimpin lonjakan harga pangan dan pakaian.

Sementara itu, pasar tenaga kerja AS menunjukkan tanda-tanda pelemahan dengan rendahnya penciptaan lapangan kerja dan meningkatnya pengangguran. Kondisi ini berpotensi menekan daya beli masyarakat ke depan, sehingga tren penjualan ritel bisa kehilangan momentumnya.

Di sisi lain, penjualan ritel inti yang mengecualikan otomotif, bahan bakar, material bangunan, dan layanan makanan mencatat kenaikan 0,7% pada Agustus, setelah naik 0,5% pada Juli. Angka ini lebih dekat mencerminkan kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi AS.

(evw/evw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular