Nepal Chaos: Mata Uang Jatuh ke Jurang Terdalam, Pengangguran Meroket

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
10 September 2025 11:55
Para demonstran menghadiri protes saat asap mengepul di kompleks Parlemen menentang pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)
Foto: Para demonstran menghadiri protes saat asap mengepul di kompleks Parlemen menentang pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

Jakarta, CNBC Indonesia- Nepal diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran yang menandai krisis multidimensi di negara Himalaya tersebut.

Aksi protes pecah setelah pemerintah Nepal memutuskan untuk memblokir sejumlah platform media sosial seperti Facebook,WhatsApp, hingga Instagram.

Langkah yang diambil pemerintah Nepal ini langsung memicu kemarahan publik, khususnya generasi muda yang merasa hak mereka untuk berekspresi telah dibungkam. Aksi protes pun meluas di berbagai kota, yang berujung pada terjadi nya bentrokan antara aparat keamanan dan massa hingga jatuhnya korban jiwa sedikitnya 19 orang serta melukai lebih dari 100 lainnya.

Aksi ini dinilai sebagai bentuk kekecewaan mendalam masyarakat Nepal, terutama kalangan Gen Z, terhadap pemerintah yang dianggap lamban dalam memberantas korupsi dan gagal dalam menciptakan lapangan kerja.

Ricuh demonstran dalam protes di luar Gedung Parlemen di Kathmandu, Nepal, Senin (8/9/2025). (AFP/PRABIN RANABHAT)Foto: Ricuh demonstran dalam protes di luar Gedung Parlemen di Kathmandu, Nepal, Senin (8/9/2025). (AFP/PRABIN RANABHAT)
Ricuh demonstran dalam protes di luar Gedung Parlemen di Kathmandu, Nepal, Senin (8/9/2025). (AFP/PRABIN RANABHAT)

Tuntutan mereka tidak hanya sebatas pada pencabutan larangan penggunaan media sosial, tetapi juga menyangkut akuntabilitas pemerintah dan masa depan demokrasi Nepal.

kondisi tersebut semakin diperburuk oleh tuduhan korupsi, nepotisme, serta ketimpangan ekonomi yang cukup tajam.

Data menunjukkan bahwa 56% kekayaan nasional hanya dikuasai oleh 20% populasi, termasuk elit politik.

Di tengah kekacauan dalam negeri, kondisi ekonomi Nepal perlu menjadi perhatian, bagaimana sebenarnya situasi fundamental ekonomi Nepal.

PDB Nepal Mulai Kontraksi

Di tengah situasi politik dalam negeri yang tengah bergejolak, perekonomian Nepal justru masih menunjukkan tren pertumbuhan.

Berdasarkan data World Bank, Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari US$34,19 miliar pada 2019 menjadi US$42,91 miliar pada 2024 lalu. Artinya, dalam enam tahun terakhir PDB nominal Nepal tumbuh lebih dari 23,3%, atau bertambah sekitar US$8,72 miliar.

Meski sempat terdampak akibat pandemi Covid-19, dimana PDB 2020 turun menjadi US$33,43 miliar di mana ekonomi terkontraksi 2,37%.

Momentum pemulihan pun mulai terjadi di tahun-tahun berikutnya dengan puncak nya terjadi pada 2022 dimana PDB Nepal tumbuh 5,63% secara tahunan (yoy) menjadi US$41,18 miliar.

Pertumbuhan ini didorong oleh sektor pariwisata yang mulai pulih, belanja modal pemerintah, serta modernisasi sektor pertanian. Namun, para analis mengingatkan bahwa angka tersebut merepresentasikan pertumbuhan nominal, bukan riil, sehingga masih dipengaruhi oleh faktor inflasi dan fluktuasi nilai tukar.

Inflasi Nepal Turun ke Titik Terendah dalam Lima Tahun

Nepal Rastra Bank mencatat inflasi tahunan Nepal turun drastis hingga mencapai titik terendah dalam lima tahun, di level 2,2% pada Juli 2025.

Angka ini turun signifikan dari 3,57% di Juli 2024 dan jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata tahunan 2023 yang berada di level 7,44%.

Penurunan angka inflasi hingga pertengahan 2025 ini didorong oleh beberapa faktor, mulai dari peningkatan produksi domestik, pelemahan biaya impor berkat cadangan devisa yang kuat, serta kebijakan moneter ketat dari bank sentral Nepal.

Inflasi yang rendah memberikan ruang bagi pemulihan daya beli masyarakat setelah bertahun-tahun terbebani oleh tinggi nya harga bahan pokok.

Tingkat Pengangguran Nepal: Tantangan Terbesar bagi Generasi Muda

Di balik pertumbuhan GDP yang cukup menjanjikan serta inflasi yang terkendali, masalah pengangguran menjadi tantangan serius bagi Nepal. Tingkat pengangguran pemuda dilaporkan mencapai 10,71%, salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Selatan.

Selain itu, ketimpangan distribusi kekayaan menambah kompleksitas masalah. Sekitar 56% kekayaan nasional terkonsentrasi di tangan 20% populasi, sehingga menciptakan jurang sosial-ekonomi yang semakin lebar. Kondisi ini menimbulkan frustrasi mendalam di kalangan generasi muda yang merasa tidak memiliki kesempatan kerja dan akses ekonomi yang adil.

Aksi protes yang terjadi baru-baru ini memperlihatkan wajah nyata keresahan generasi muda Nepal. Mereka tidak hanya menuntut akses media sosial, tetapi juga meminta keadilan ekonomi, pemberantasan korupsi, serta penciptaan lapangan kerja yang memadai.

Rupee Nepal Naik Ke Level Terlemah Sepanjang Masa

Akibat dari ketegangan dalam negeri yang tengah berlangsung di Nepal, membuat mata uang nya yakni rupee Nepal (NPR) jatuh ke level terendah sepanjang sejarah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir dari Refinitiv, pada Jumat (5/9/2025) rupee Nepal ditutup melemah 0,13% di level NPR 141,22/US$, mencatatkan level terlemah nya sepanjang masa. Secara year-to-date (ytd) rupee Nepal terpantau mengalami pelemahan sebesar 3,06%.

Pelemahan ini erat kaitannya dengan depresiasi rupee India yang menjadi acuan kurs tetap Nepal. Sejak 1960, Nepal mematok nilai tukarnya dengan INR pada rasio 1,60. Akibatnya, setiap gejolak rupee India langsung berdampak pada rupee Nepal.

"Karena pengeluaran makanan mencakup porsi besar dalam konsumsi rumah tangga, pelemahan rupee yang berkelanjutan membuat barang-barang kebutuhan pokok semakin mahal," kata ekonom Puskar Bajracharya.

Namun, sisi negatif tetap dominan. Pemerintah menghadapi beban lebih berat untuk membayar cicilan utang luar negeri yang melonjak pascagempa 2015. Kenaikan harga bahan bakar dan pupuk kimia juga memperburuk tekanan inflasi, terutama di sektor energi dan pertanian.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation