
Asing Masih Ramai Kabur, Sanggupkah IHSG & Rupiah Bangkit?

Sentimen pasar sejauh ini masih diliputi efek reshuffle Kabinet Merah Putih, tetapi perkembangan fokus pasar mulai kembali menanti sejumlah rilis data ekonomi.
Pada Rabu hari ini (10/9/2025) banyak sentimen dari eksternal mulai dari negeri Paman Sam terkait pasar tenaga kerja ada update revisi non farm payroll yang sudah rilis kemarin malam, kemudian menanti data indeks harga produsen nanti malam.
Dari kawasan regional, pagi hari ini akan ada rilis inflasi China, sementara dari dalam negeri ada rilis penjualan ritel dan indeks kepercayaan konsumen.
Berikut rekap beberapa sentimen yang potensi berpengaruh ke pasar keuangan Tanah Air hari ini :
Asing Masih Keluar
Aliran modal asing masih deras keluar dari pasar saham Indonesia. Outflow sudah terjadi selama sembilan hari terakhir dengan total Rp 10,87 triliun. Outflow yang tercatat Selasa kemarin (Rp 4,55 triliun) adalah yang terbesar sejak 16 April 2025 (Rp 8,22 triliun).
Pasar Tenaga Kerja AS Mengecewakan Lagi
Pada kemarin malam, Departemen Tenaga Kerja AS merevisi -911.000 pekerjaan dari data yang dilaporkan dalam 12 bulan yang berakhir Maret 2025. Ini artinya, data non farm payroll yang merepresentasikan pasar tenaga kerja AS jauh lebih lemah daripada yang dilaporkan sebelumnya sebanyak -818.000 pekerjaan.
Dengan kondisi pasar tenaga kerja AS yang melemah, hal ini akan semakin mendorong bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk segera memangkas suku bunga pada pertemuan minggu depan.
Menurut alat pengukur CMEFedWatch Tool, probabilitas penurunan suku bunga the Fed pada September sudah mencapai 90%.
Indeks Harga Produsen AS Agustus
Berikutnya pada Rabu malam, AS juga akan merilis Indeks Harga Produsen (IHP) periode Agustus 2025.
Sebelumnya, IHP AS naik jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan pada bulan Juli, memberikan indikasi potensial bahwa inflasi masih menjadi ancaman bagi perekonomian AS, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja.
IHP yang mengukur harga barang dan jasa permintaan akhir, melonjak 0,9% pada bulan tersebut, dibandingkan dengan estimasi Dow Jones sebesar 0,2%. Ini merupakan kenaikan bulanan terbesar sejak Juni 2022.
Tidak termasuk harga pangan dan energi, IHP inti naik 0,9%, lebih tinggi dari perkiraan 0,3%. Tidak termasuk harga pangan, energi, dan jasa perdagangan, indeks naik 0,6%, kenaikan terbesar sejak Maret 2022.
Secara tahunan, IHP utama naik 3,3%, kenaikan 12 bulan terbesar sejak Februari dan jauh di atas target inflasi Federal Reserve sebesar 2%.
Inflasi sektor jasa menjadi pendorong utama kenaikan, naik 1,1% pada bulan Juli, mencatat kenaikan terbesar sejak Maret 2022. Margin jasa perdagangan naik 2%, di tengah perkembangan berkelanjutan dalam penerapan tarif Presiden Donald Trump.
Selain itu, 30% peningkatan sektor jasa berasal dari kenaikan 3,8% pada penjualan grosir mesin dan peralatan. Biaya manajemen portofolio juga melonjak 5,4% dan harga jasa penumpang maskapai naik 1%.
Menanti Rilis Inflasi China
Beralih ke kawasan regional, dari negeri Tirai Bambu akan rilis data inflasi periode Agustus 2025.
China dijadwalkan merilis dua indikator inflasi penting, yakni indeks harga konsumen (IHK) dan indeks harga produsen (PPI).
Goldman Sachs memperkirakan inflasi PPI masih akan mencatatkan penurunan tajam sebesar 2,9% secara tahunan, meskipun secara bulanan berpotensi positif berkat kebijakan "anti-involusi" Beijing yang menekan perang harga berlebihan, serta terdorong oleh kenaikan harga bahan baku di hulu.
Sementara itu, bank Wall Street tersebut juga memprediksi inflasi IHK utama tetap lesu, dengan penurunan 0,2% pada bulan lalu dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepercayaan Konsumen Indonesia Agustus
Masih di hari yang sama Rabu (10/9/2025), BI juga akan merilis data kepercayaan konsumen Indonesia periode Agustus 2025. Sebelumnya, kepercayaan konsumen Indonesia naik sedikit menjadi 118,1 pada Juli 2025, naik dari 117,8 pada Juni, mencapai level tertinggi sejak April.
Empat dari enam sub-indeks menunjukkan peningkatan yakni prospek ekonomi (naik 0,7 poin menjadi 129,6), harapan pendapatan untuk enam bulan ke depan (naik 3,2 poin menjadi 136,4), ketersediaan pekerjaan secara keseluruhan (naik 0,9 poin menjadi 125,0), dan ketersediaan pekerjaan dibandingkan dengan enam bulan yang lalu (naik 1,2 poin menjadi 95,3).
Namun, penurunan tercatat pada dua sub-indeks lainnya yakni persepsi kondisi ekonomi saat ini (turun 0,1 poin menjadi 106,6) dan tingkat pendapatan saat ini (turun 2,4 poin menjadi 117,8).
(tsn/tsn)