- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam,IHSG dan rupiah ditutup melemah sedangkan sementara yield obligasi tenor 10 tahun turun.
- Wall Street ambruk, S&P jatuh lima hari beruntun
- Pelaku pasar pada hari ini akan wait and see menjelang Jackson Hole Economic Symposium hingga buruknya NPI Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup tidak senada pada perdagangan kemarin, Kamis (21/8/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melemah sementara Surat Berharga Negara (SBN) kembali diminati investor.
Pasar keuangan domestik hari ini, Jumat (22/8/2025) masih akan bergerak volatile bagi IHSG, rupiah, maupun SBN. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (21/8/2025)melemah 0,67% ke level 7.890,71.
Nilai transaksi IHSG pada Kamis (21/8/2025), mencapai Rp17,0 triliun dengan melibatkan 37,8 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,12 juta kali. Sebanyak 366 saham menguat, 283 melemah, dan 152 saham tidak bergerak.
Dari sisi investor asing, terpantau masih melakukan net buy sebesar Rp681,26 miliar di seluruh pasar.
Sebanyak tujuh dari sebelas sektor ditutup melemah dengan sektor energi memimpin pelemahan sebesar 4,14%, diikuti sektor utilitas dengan pelemahan sebesar 1,96% dan Properti sebesar 0,81%.
Adapun sektor konsumen non siklikal menguat 0,89, menjadi salah satu dari empat sektor yang mengalami penguatan di tengah pelemahan IHSG kemarin.
Melihat dari sisi emiten, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penyebab terbesar dalam penurunan IHSG dengan bobot 46,48 indeks poin, yang diikuti oleh PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dengan bobot 6,63 indeks poin serta PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 4,28 indeks poin.
Disis lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi emiten yang menahan laju pelemahan IHSG dengan bobot 7,05 indeks poin, yang diikuti oleh PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Astra International Tbk (ASII) yang bobotnya masing- masing sebesar 4,47 indeks poin dan 4,44 indeks poin.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis (21/8/2025) ditutup melemah 0,09% di posisi Rp16.280/US$. Hal ini sekaligus menandai pelemahan rupiah selama empat hari beruntun.
Pelemahan rupiah kemarin, terjadi seiring dengan pengumuman Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal II-2025 oleh Bank Indonesia (BI). NPI pada triwulan II-2025 tercatat mengalami defisit sebesar US$6,7 miliar, meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang juga mengalami defisit US$800 juta.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan mengungkapkan BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait, guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.
"Kinerja NPI 2025 diprakirakan tetap sehat ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial serta defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB," kata Junanto, Kamis (21/8/2025).
Tekanan terhadap rupiah juga datang dari sentimen global, Terutama menjelang simposium tahunan Jackson Hole yang digelar oleh Federal Reserve (The Fed). Investor global tengah menantikan arahan kebijakan suku bunga dari pidato Ketua The Fed Jerome Powell.
Pasar mencermati kemungkinan apakah Powell akan memberikan sinyal yang lebih hawkish dengan menolak ekspektasi pelonggaran moneter dalam waktu dekat. Saat ini, kontrak berjangka memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga seperempat poin pada September sebesar 82%, turun dari 94% pada pekan lalu.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun cukup dalam menjadi 6,309%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini mengindikasikan bahwa investor sedang melakukan aksi beli.
Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ambruk berjamaah pada perdagagan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Indeks S&P 500 melemah untuk hari kelima berturut-turut, karena para pelaku pasar menanti pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Jumat.
Indeks acuan S&P 500 turun 0,4% dan ditutup di level 6.370,17, sementara Nasdaq Composite melemah 0,34% ke 21.100,31. Dow Jones Industrial Average melandai 152,81 poin, atau 0,34%, berakhir di 44.785,50.
Investor menantikan Powell berbicara di simposium ekonomi tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming, di mana ia mungkin memberikan petunjuk terkait arah suku bunga yang bisa meredakan kekhawatiran pasar terhadap inflasi yang masih tinggi.
Berdasarkan alat FedWatch milik CME, kontrak berjangka Fed funds memperkirakan hampir 74% kemungkinan bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuan kebijakan berikutnya di bulan September.
Risalah pertemuan The Fed di Juli menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan khawatir mengenai kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi, meski sebagian besar menilai masih terlalu dini untuk menurunkan suku bunga.
Gubernur Fed Christopher Waller dan Michelle Bowman menolak keputusan mempertahankan suku bunga, menandai pertama kalinya sejak 1993 dua anggota dewan tidak sependapat.
"Valuasi saham saat ini sangat tinggi menjelang pertemuan Jackson Hole, dan investor memiliki ekspektasi besar bahwa Powell akan memberi sinyal pemangkasan suku bunga di September," ujar Rick Gardner, Chief Investment Officer di RGA Investments, kepada CNBC International.
Dia menambahkan jika Powell tidak memberi sinyal tersebut, investor bisa saja memilih melepas sebagian aset, apalagi dengan volume perdagangan Agustus yang lebih tipis dan kecenderungan menghindari risiko menjelang akhir pekan.
Saham Walmart turun lebih dari 4% setelah laporan laba kuartalan perusahaan ritel itu meleset dari ekspektasi Wall Street yang pertama sejak Mei 2022. Namun, penjualan perusahaan tercatat melampaui perkiraan.
Pasar sepanjang pekan ini juga tertekan oleh aksi jual besar pada saham teknologi. Investor mengambil keuntungan dari saham-saham unggulan seperti Nvidia, Palantir, dan Meta Platforms.
Secara mingguan, S&P 500 turun 1,2%, Nasdaq merosot 2,4%, sementara Dow Jones yang berisi 30 saham utama menuju pelemahan sekitar 0,4%.
Perdagangan hari ini, Jumat (22/8/2025), pelaku pasar akan mencermati sejumlah sentimen penting yang bisa mempengaruhi arah IHSG hingga rupiah.
Dari dalam negeri, fokus pasar tertuju pada data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2025 yang kembali mencatat defisit besar, serta rilis uang beredar (M2) Juli 2025 yang akan menjadi petunjuk arah likuiditas perekonomian.
Sementara dari global, perhatian investor global akan tertuju ke Jackson Hole Economic Symposium, terutama pidato Ketua The Fed Jerome Powell yang dinilai bisa menjadi penentu arah kebijakan moneter Amerika Serikat ke depan.
Berikut rangkuman sentimen utama yang akan membentuk arah IHSG hingga rupiah hari ini:
Defisit Neraca Pembayaran Indonesia Hingga Defisit Transaksi Berjalan
Bank Indonesia Pada Kamis (21/8/2025) kemarin mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Kembali mengalami defisit pada kuartal II-2025. Defisit dipicuderasnya arus keluar modal asing di saham dan obligasi. Kondisi ini membuat defisit neraca transaksi finansial membengkak.
Data Bank Indonesia mencatat defisit NPI pada kuartal II-2025 tercatat mencapai US$6,74 miliar,sekaligus menjadi defisit yang tertinggi sejak kuartal II-2023.
Bila dibandingkan dengan periode kuartal pertama tahun ini, terjadi kenaikan defisit yang sangat besar, dimana pada kuartal I-2025 defisit NPI tercatat sebesar US$800 juta. Artinya terjadi kenaikan deficit NPI sebesar US$5,94 miliar.
Peningkatan defisit pada NPI disebabkan makin besarnya defisit transaksi berjalan serta transaksi finansial.
Bank Indonesia juga mencatat transaksi berjalan yang membukukan defisit sebesar US$3,01 miliar pada kuartal II-2025 atau 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut adalah yang tertinggi sejak kuartal I-2020 yang tercatat sebesar US$3,36 miliar.
Defisit pada transaksi berjalan ditengarai oleh meningkatnya defisit pada pendapatan primer, yang tercatat defisit sebesar US$35,87 miliar di kuartal II-2025, naik dari defisit di periode sebelumnya yakni US$9,04 miliar.
Kondisi ni diperparah dengan menurunnya surplus pada neraca perdagangan barang. Pada kuartal II-2025, tercatat surplus US$10,6 miliar turun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat surplus US$13 miliar.
"Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas, di tengah defisit neraca perdagangan migas yang lebih kecil. Surplus neraca perdagangan nonmigas menurun dipengaruhi oleh peningkatan impor yang melampaui peningkatan ekspor," ujar Bank Indonesia.
Perlu diingat, pada awal kuartal II-2025 ada berita penting dari Amerika Serikat (AS), dimana Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal terhadap banyak negara yang menciptakan ketidakpastiaan secara global.
Trump mengumumkan tarif resiprokal pada Liberation Day pada 2 April 2025 atau dua hari setelah masuk kuartal II. Kebijakan Trump ini memicu gelombang runtuhnya pasar keuangan global, baik saham ataupun obligasi. Indonesia tak luput dari korban.
Asing ramai-ramai kabur dari Emerging Markets menghindari risiko dan kerugian. Hal ini tercermin pada transaksi finansial pada kuartal II-2025 yang tercatat mengalami defisit sebesar US$5,11 miliar menjadikan defisit kali ini sebagai yang terbesar sejak defisit di kuartal III-2022.
Pada bagian transaksi finansial, investasi portofolio mencatat defisit sebesar US$8,07 miliar pada kuartal II-2025. Defisit adalah rekor tertinggi defisit pada investasi portofolio sepanjang sejarah, setidaknya sejak data yang terekam di rilis BI sejak 2004.
Sebagai catatan, investasi portofolio adalah investasi yang keuntungannya didapatkan dari investasi di surat-surat berharga seperti saham dan obligasi.
Uang Beredar RI
Bank Indonesia (BI) dijadwalkan akan merilis data uang beredar (M2) periode Juli 2025 pada hari ini. Data tersebut akan menjadi perhatian pelaku pasar untuk melihat arah likuiditas perekonomian di tengah dinamika global dan kebijakan moneter domestik.
Pada periode sebelumnya, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tercatat tumbuh 6,5% (yoy) pada Juni 2025, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Mei 2025 yang sebesar 4,9% (yoy). Dengan demikian, total M2 mencapai Rp9.597,7 triliun.
Kenaikan ini terutama ditopang oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 8,0% (yoy) serta uang kuasi yang meningkat 4,7% (yoy). Dari sisi pendorong, perkembangan M2 dipengaruhi oleh penyaluran kredit yang tumbuh 7,6% (yoy), meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 8,1% (yoy). Selain itu, aktiva luar negeri bersih juga tumbuh 3,9%, relatif stabil dibandingkan Mei 2025.
Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) masih mengalami kontraksi, yakni turun 8,2% (yoy) pada Juni 2025, setelah sebelumnya terkontraksi lebih dalam hingga 25,7% (yoy) pada Mei 2025.
Pasar Menanti Sinyal Besar Powell di Jackson Hole
Perhatian pasar global hari ini akan tertuju ke Jackson Hole Economic Symposium yang digelar di Wyoming, Amerika Serikat. Acara tahunan yang diselenggarakan oleh The Kansas City Fed di Jackson Lake Lodge, Grand Teton National Park, kerap menjadi ajang penting bagi bank sentral AS untuk memberikan sinyal arah kebijakan moneter.
Sorotan utama tahun ini adalah pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Jumat mendatang, yang diperkirakan menjadi pernyataan terpenting sepanjang 2025, bahkan kemungkinan besar menjadi pidato terakhirnya sebagai pimpinan The Fed.
Setiap kata Powell dinantikan investor, karena dapat memberikan petunjuk mengenai kecepatan dan kedalaman siklus pemangkasan suku bunga yang akan ditempuh bank sentral AS.
Menjelang pidato tersebut, pasar menilai peluang The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan depan mencapai sekitar 85%. Dengan bobotnya yang besar, arah kebijakan Powell di Jackson Hole diperkirakan menjadi katalis utama yang menggerakkan pasar keuangan global sepanjang pekan ini, termasuk pasar Indonesia.
Klaim Pengangguran AS
Klaim awal tunjangan pengangguran di AS naik sebanyak 11.000 dari pekan sebelumnya menjadi 235.000 pada pekan kedua Agustus atau 15 Agustus, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 225.000, sekaligus mencatat lonjakan mingguan tertajam dalam delapan minggu terakhir.
Sementara itu, klaim lanjutan meningkat 30.000 menjadi 1.972.000 pada pekan pertama Agustus, lebih tinggi dari perkiraan 1.960.000 dan menandai level tertinggi sejak akhir 2021.
Hasil ini menjadi bagian dari sejumlah data yang mencerminkan perlambatan pasar tenaga kerja AS, yang diperburuk oleh lesunya aktivitas perekrutan seiring meningkatnya klaim lanjutan.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
-
Seremoni 9 Juta Unit Produksi Daihatsu Indonesia di kantor PT Astra Daihatsu Motor, Sunter, Jakarta Utara.
-
Pembukaan acara Pesta Rakyat untuk Indonesia di Gedung Smesco, Jakarta Selatan. Turut hadir antara lain Menko Perekonomian, Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Indonesia, dan Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk.
-
Konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Semerter I 2025 yang akan diadakan di Rumah AAJI, Jakarta.
- Inflasi Jepang Juli
- Inflasi Singapura Juli
- Symposium Jackson Hole
- Uang Bereda (M2) BI Juli
- FDI China Juli
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS PT Sumi Indo Kabel (IKBI)
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.