Newsletter

Asing Serbu RI di Tengah Drama Panas China-AS, IHSG-Rupiah Bisa Pesta?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
12 August 2025 06:20
Bendera As dan China. (REUTERS/Dado Ruvic/Illustration)
Foto: Bendera AS dan China. (REUTERS/Dado Ruvic/Illustration)
  • Pasar keuangan RI cerah pada kemarin Senin (11/8/2025), IHSG berhasil tembus 7600, rupiah juga masih dalam tren penguatan terhadap dolar AS.

  • Wall StreetĀ ambruk berjamaah di tengah wait and see data inflasi

  • Fokus utama pelaku pasar hari ini akan memantau sentimen dari eksternal, utamanya soal inflasi AS yang akan menjadi penentu kebijakan moneter the Fed pada September.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air tampaknya masih cukup cerah pada perdagangan awal pekan kedua Agustus 2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tembus 7600, rupiah juga menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pasar keuangan Indonesia diharapkan melanjutkan tren positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin Senin (11/8/2025) ditutup di posisi 7.605,92. Dalam sehari menguat 0,96%. Transaksi juga cukup ramai lebih dari Rp15 triliun, melibatkan 25,59 miliar lembar saham yang berputar lebih dari 1,93 juta kali.

Ada 383 saham menguat, 227 saham melemah, dan sisanya 190 saham stagnan. Market cap IHSG bertengger di Rp13,73 triliun. Asing mencatat net sell sebesar Rp 849,85 miliar.

Mengutip Refinitiv, ada empat sektor yang menjulang tinggi, yaitu utilitas, properti, finansial, dan energi. Keempat sektor tersebut, secara berurutan naik 6,85%, 2,07%, 2,05%, 1,98%.

Saham yang menjadi penggerak utama IHSG adalah Barito Renewables Energy (BREN). Emiten milik Prajogo Pangestu menyumbang 30,00 indeks poin. BREN naik 10,06% ke level 8.750 per saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1.170 triliun.

Kemudian saham emiten tambang Sinar Mas milik Dian Swastatika Sentosa (DSSA) menjadi penopang terbesar kedua. DSSA berkontribusi 21,47 indeks poin dengan kenaikan 7,12% ke level Rp 84.200.

Sektor sejumlah saham yang bermain di sektor finansial juga tercatat bergerak positif siang ini. BBCA naik 3,01% ke level 8.550 dan memberikan sumbangsih 17,84 indeks poin. Lalu BBRI naik 2,97% ke Rp 3.810 per saham dan menyumbang 18,13 indeks poin, BMRI naik 1,07% ke Rp 4.720 per saham dengan kontribusi 4,38 indeks poin, dan BBNI naik 3,19% ke Rp 4.200 per saham dengan sumbangan 4,63 indeks poin.

Kembalinya asing turut menjadi penopang kenaikan IHSG, pada kemarin Senin asing mencatat net buy senilai Rp849,85 miliar.

Seiring dengan itu, rupiah juga mencatat tren hijau terhadap dolar AS. Merujuk data Refintiv, pada kemarin mata uang Garuda mengakhiri posisi di Rp16.265/US$, menguat 0,12% dalam sehari.


Sebagai catatan, pada pembukaan perdagangan kemari, rupiah sebenarnya sempat menguat 0,28% di posisi Rp16.230/US$, tetapi pada akhirnya penguatan tergerus hingga penutupan perdagangan.

Beralih ke pasar obligasi, terpantau ada koreksi tipis setelah tiga hari beruntun menguat.

Berdasarkan data Refintiiv, yield obligasi acuan RI untuk tenor 10 tahun mengalami penguatan tipis 0,16 bps menjadi 6,44% pada penutupan kemarin.

Perlu dipahami, yield dan harga itu berlawanan arah. Jadi, kalau yield itu naik, maka harga sedang turun.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street kompak kebakaran pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia.

Bursa ambruk karena para pelaku pasar bersiap menghadapi rilis data inflasi yang akan keluar akhir pekan ini, dan sebagian besar mengabaikan perkembangan positif terkait isu tarif.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 200,52 poin atau 0,45% menjadi 43.975,09. Indeks S&P 500 melemah 0,25% menjadi 6.373,45, sementara Nasdaq Composite terkoreksi 0,3% dan ditutup di level 21.385,40.

Data inflasi pekan ini menjadi tantangan besar bagi pelaku pasar. Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis pada Selasa dan Indeks Harga Produsen (PPI) yang keluar pada Kamis akan menjadi faktor kunci dalam membentuk prospek arah suku bunga, khususnya untuk pertemuan The Federal Reserve (The Fed) pada September mendatang. Jika inflasi keluar lebih panas dari perkiraan, hal itu dapat menghambat kenaikan pasar.

Konsensus pasar memperkirakan inflasi Juli akan mencatat kenaikan 0,2% secara bulanan dan 2,8% secara tahunan. Inflasi inti diperkirakan naik 0,3% secara bulanan dan 3,1% secara tahunan, meningkat dari angka bulan Juni yang masing-masing sebesar 0,2% dan 2,9%.

Data inflasi ini dirilis menjelang pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, pada 21-23 Agustus, yang dapat menjadi penentu arah kebijakan untuk rapat September.

Saat ini, pasar memperkirakan peluang 87% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga bulan depan. Namun, Sam Stovall dari CFRA Research mengatakan investor mungkin terlalu optimistis.

"Saya agak khawatir pasar pada akhirnya akan kecewa. The Fed akan menghadapi dilema jika inflasi tetap tinggi dan konsumen masih mau membelanjakan uangnya - di mana urgensinya untuk menurunkan suku bunga?" ujar Kepala Strategi Investasi CFRA kepada CNBC International.

Investor juga merasa kurang terkesan setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memperpanjang tenggat waktu pemberlakuan tarif atas barang-barang China selama 90 hari lagi. Perintah itu ditandatangani beberapa jam sebelum tengah malam, saat jeda tarif sebelumnya akan berakhir.

Pada perdagangan Selasa hari ini (12/8/2025) ada dua hal dari eksternal yang sangat dinanti pasar.

Pertama, adalah rilis inflasi AS periode Juli 2025 yang akan menjadi penentu kebijakan moneter the Fed pada bulan depan.

Kedua, ada dateline gencatan tarif impor AS - China pada hari ini nampaknya bisa diperpanjang. Pasar menanti kebijakan yang lebih longgar antara dua negara besar ini.

Sementara dari domestik, kemarin ada rilis penjualan ritel kemudian dari pasar saham tampaknya sudah mulai ada dana asing bergerilya masuk lagi.

Berikut rincian berbagai sentimen yang mempengaruhi gerak pasar hari ini :

Inflasi AS

Hari ini, Amerika Serikat akan merilis data inflasi periode Juli 2025. Pada bulan sebelumnya, inflasi AS kembali meningkat, dengan laju tahunan mencapai 2,7% pada Juni.

Kenaikan harga konsumen tersebut terjadi seiring mulai terasa dampak tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap perekonomian. Menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) pada Selasa, indeks harga konsumen (IHK) - yang mengukur biaya barang dan jasa secara luas - naik 0,3% pada Juni, sehingga inflasi tahunan mencapai 2,7%.

Angka ini sesuai perkiraan Dow Jones, namun menjadi yang tertinggi sejak Februari dan masih berada di atas target inflasi The Fed sebesar 2%.

Jika tidak memasukkan komponen pangan dan energi yang cenderung berfluktuasi, inflasi inti naik 0,2% secara bulanan dan 2,9% secara tahunan.

Capaian tahunan sesuai perkiraan, sementara kenaikan bulanan sedikit di bawah proyeksi 0,3%. Sebelum Juni, inflasi AS cenderung melandai sejak awal tahun, dari 3% pada Januari, meski kekhawatiran tetap ada bahwa perang dagang dapat mendorong harga lebih tinggi.

Dampak tarif terlihat bervariasi. Harga kendaraan baru turun 0,3%, sementara mobil dan truk bekas turun 0,7%. Sebaliknya, harga pakaian jadi yang sensitif terhadap tarif naik 0,4%, dan perabot rumah tangga melonjak 1%. Harga tempat tinggal naik 0,2% secara bulanan, namun masih menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan IHK secara keseluruhan, dengan kenaikan tahunan 3,8%.

Presiden Trump memanfaatkan laporan tersebut untuk kembali mendesak The Fed menurunkan suku bunga.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Michelle Bowman menilai risiko pelemahan pasar tenaga kerja kini lebih besar dibanding inflasi, sehingga mendukung proyeksi tiga kali pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun. Nada serupa disampaikan Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem, yang menilai ekonomi AS masih stabil dengan pasar tenaga kerja relatif seimbang, meski mulai terlihat tanda-tanda pelemahan.

Pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga akan dimulai September, dengan setidaknya dua kali penurunan masing-masing 25 basis poin hingga akhir tahun. Ekspektasi ini semakin menguat usai laporan Nonfarm Payrolls Juli menunjukkan melemahnya kondisi pasar tenaga kerja.

Trump Perpanjang Deadline Negoisasi dengan China

Presiden AS Donald Trump memperpanjang gencatan dagang dengan China selama 90 hari hingga pertengahan November, menunda kenaikan tarif tinggi atas barang-barang asal Negeri Panda hanya beberapa jam sebelum tenggat waktu habis.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil yang sudah diperkirakan dari putaran terbaru pembicaraan antara perunding perdagangan AS dan China yang berlangsung di Stockholm pada akhir Juli.

Tanpa perpanjangan ini, tarif AS terhadap China akan kembali melonjak ke level April lalu, saat perang tarif kedua negara memanas. Pada periode itu, AS memberlakukan tarif umum 145% terhadap impor China, sementara Beijing membalas dengan bea masuk 125% atas barang-barang AS.

Langkah terbaru ini mempertegas pola kebijakan perdagangan Trump yang sering berubah-ubah dan sulit diprediksi oleh pelaku bisnis. Dalam beberapa kasus, tarif tinggi yang diumumkan Trump untuk negara tertentu atau sektor spesifik kerap dikurangi, diubah, atau ditangguhkan hanya dalam hitungan hari atau minggu.

Tarif resiprokal yang diluncurkan Trump pada awal April lalu, misalnya, sempat ditangguhkan, lalu ditunda beberapa kali, sebelum akhirnya berlaku pekan lalu dalam bentuk yang telah dimodifikasi.

Selain menunda tarif, Trump juga mengirim sinyal tekanan baru ke Beijing. Melalui unggahan di Truth Social pada Minggu, ia mendesak China untuk "segera melipatgandakan empat kali lipat" pembelian kedelai dari Amerika Serikat.

"Ini juga merupakan cara untuk secara substansial mengurangi defisit perdagangan China dengan AS," tulis Trump.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Scott Bessent berulang kali menyatakan bahwa tarif impor tiga digit yang diberlakukan kedua negara pada musim semi lalu tidak dapat dipertahankan dan pada dasarnya menciptakan embargo dagang di antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Penjualan Ritel Indonesia periode Juni 2025 MelambatĀ 

Dari sisi makroekonomi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Juni 2025 berada di level 231,9, tumbuh 1,3% secara tahunan. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan Mei yang naik 1,9%.

Kinerja ritel pada Juni ditopang oleh penjualan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Makanan, Minuman dan Tembakau, Barang Budaya dan Rekreasi, serta Subkelompok Sandang.Ā 

Menariknya, meski sebagian besar kategori mengalami perlambatan, penjualan pakaian justru berbalik positif dengan kenaikan 1,4% setelah tertekan tiga bulan berturut-turut.

Secara bulanan, kontraksi ritel tercatat hanya 0,2%, lebih ringan dibanding penurunan 1,3% pada Mei, menjadi pelemahan paling moderat dalam tiga bulan terakhir berkat dorongan belanja libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), libur sekolah, dan penyaluran bantuan tunai pemerintah.Ā 

Dana Asing Mulai Kembali Lagi

Di pasar keuangan, arus modal asing juga mencatat perkembangan positif. Pada periode 4-7 Agustus 2025, investor nonresiden membukukan beli bersih Rp9,24 triliun, terdiri dari Rp0,64 triliun di pasar saham, Rp6,27 triliun di Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp2,33 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).Ā 

Meski premi Credit Default Swap (CDS) tenor 5 tahun sedikit naik menjadi 74,21 basis poin per 7 Agustus dari 73,68 basis poin di awal bulan, SBN tetap menjadi instrumen yang paling diminati.

Sepanjang tahun ini, nonresiden tercatat jual bersih Rp61,13 triliun di saham dan Rp98,77 triliun di SRBI, namun melakukan beli bersih Rp58,73 triliun di SBN.Ā 

Pada perdagangan kemarin, net buy sebesar Rp 850 miliar atau terbesar sejak 26 Juni 2025.


Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Inflasi AS

  • Dateline gencatan tarif impor AS - China

  • Pidato pejabat the Fed : Barkin dan Schmid

  • CELIOS menggelarĀ diseminasi mengenai strategi alternatif mendorong penerimaan negara

  • Media briefing bersama Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dengan topik persetujuan Indonesia-Peru CEPA yang baru ditandatangani di Auditorium Kemendag, Jakarta Pusat.

  • Pembukaan Peluncuran Jakarta Muslim Fashion Week 2025 oleh Menteri Perdagangan di Skylight Lounge Balai Kartini, Jakarta Selatan.

  • Acara Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pelaku UMKM dan HIPPINDO dalam rangkaian JITEX 2025 di Balai Kota Jakarta Pusat.

  • Launching Riset "Dengan Hormat Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak seperti Berburu di Kebun Binatang" di kantor Celios Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Wakil Menteri Keuangan.

  • National Forum of Financing Services and Microfinance 2025 yang akan dilanjutkan dengan konferensi pers di Hotel Bidakara Jakarta Selatan. Narasumber antara lain Ketua Dewan Komisioner OJK.

  • WhatsApp Business Summit Indonesia di The Ritz-Carlton Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan.

  • Media Gathering "Rayakan 9.9 Festival Serba Murah dengan Aplikasi ShopeePay, Dompet Serba Bisa" di Amanaia Satrio, Jakarta Selatan

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Ex date dividen TAPG

  • Perdagangan berakhir untuk waran ASII di harga Rp4262 dan BBCA di harga Rp8600

  • Exercise waran MEJA dimulai di harga Rp115

  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) RONY, SMCB, WIDI, dan EXCL

Ā 

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Ā 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular