Cuan-Cuan! 5 Emiten Ini Dapat Berkah Proyek LRT dan KEK di Bali

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
07 August 2025 15:00
Ilustrasi Turis Wisata Bali. (Dok. Kemenparekraf)
Foto: Ilustrasi Turis Wisata Bali. (Dok. Kemenparekraf)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bali akan punya light rail transit (LRT) dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan. Dua proyek jumbo pemerintah ini diharapkan membawa berkah bagi sejumlah emiten.

Sistem LRT pertama di Bali ditargetkan mempercepat mobilitas wisatawan, mengurangi kemacetan, dan tentu saja, menaikkan nilai tanah di sekitarnya.

Sementara itu, proyek KEK Kesehatan Sanur tidak kalah ambisius. Dibangun di lahan 41 hektare, kawasan ini akan menjadi rumah bagi rumah sakit bertaraf internasional, pusat wellness, hingga layanan medis yang selama ini membuat masyarakat harus ke luar negeri, target investasinya bernilai lebih dari Rp10 triliun.

Setidaknya, ada lima emiten yang bakal mendapat sentimen positif dari proyek tersebut. Mereka adalah PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA), PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA), PT Hatten Bali Tbk (WINE), dan PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI).

1. SSIA

SSIA akhir-akhir ini semakin dilirik karena menjadi salah satu yang diuntungkan dari dua proyek jumbo pemerintah di Bali ini.

Di Bali, SSIA memperkuat eksistensinya lewat pengembangan dan pengelolaan sejumlah properti perhotelan mewah. Portofolio Bali meliputi Meliá Bali Hotel, yang sedang menjalani renovasi dan direncanakan dibuka kembali sebagai Paradisus by Melia Bali akhir 2025

SSIA juga bertanggung jawab atas resort berbintang tinggi seperti Umana Bali, LXR Hotels & Resorts di Ungasan yang cepat menjadi destinasi mewah unggulan, serta Banyan Tree Ungasan Resort, yang dikenal eksklusif dan dikelola bersama jaringan internasional.

Emiten ini juga semakin dilirik oleh grup konglomerasi, baru-baru ini grup Djarum menambah porsinya jadi 10,05% per 1 Agustus 2025.

Grup Djarum, melalui PT Dwimuria Investama Andalan memulai investasi pada 4 Juli 2025 dengan pembelian 5,27% saham, dan terus bertambah lewat transaksi bertahap. Berdasarkan harga penutupan Rp2.420 per saham, nilai investasinya diperkirakan mencapai sekitar Rp1,14 triliun.

2. MINA

Berikutnya, ada emiten yang juga berkecimpung di industri properti MINA.

MINA memiliki lahan dan proyek di kawasan Sanur, yang sangat dekat dengan rencana pengembangan KEK kesehatan.

Dengan lokasi yang strategis, MINA dinilai akan ikut menikmati kenaikan nilai aset serta potensi peningkatan aktivitas komersial di sekitar wilayah tersebut.

Jika proyek KEK berjalan sesuai rencana, kebutuhan akan akomodasi, hunian, hingga fasilitas pendukung layanan kesehatan akan meningkat signifikan, memberikan ruang bagi pengembangan properti oleh MINA.

3. BUVA

Belum keluar dari sektor properti. BUVA juga ikut menjadi salah satu yang mendapat keuntungan dari dua proyek jumbo pemerintah ini.

BUVA merupakan pemilik dan operator hotel mewah seperti Alila Villas yang berada di kawasan premium Bali.

Peningkatan jumlah wisatawan, baik turis biasa maupun wisatawan medis yang datang untuk layanan kesehatan, akan berdampak langsung terhadap tingkat okupansi hotel-hotel BUVA.

Selain itu, kehadiran MRT akan mempermudah akses ke kawasan wisata dan KEK, sehingga meningkatkan daya saing hotel-hotel mewah di area yang sebelumnya relatif kurang terjangkau. Ini menjadi potensi pertumbuhan jangka menengah bagi BUVA dari sisi pendapatan operasional.

4. WINE

Sebagai produsen wine lokal yang berbasis di Bali, WINE turut mendapat dorongan dari perkembangan ekosistem pariwisata dan gaya hidup di Bali. Wisata medis kelas atas akan membawa masuk segmen konsumen baru, termasuk ekspatriat dan wisatawan mancanegara dengan daya beli tinggi.

Produk-produk Hatten Bali yang identik dengan citra lokal dan hospitality bisa mendapatkan eksposur lebih besar di hotel, restoran, dan event-event yang mungkin bertambah di sekitar KEK.

5. MLBI

MLBI ini posisinya sama seperti WINE. Sebagai pemain utama di industri minuman beralkohol, MLBI akan terdorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata dan F&B di Bali.

Peningkatan jumlah pengunjung, baik untuk wisata reguler maupun medis, akan memberi dampak positif terhadap konsumsi minuman di restoran, bar, hingga hotel.

Distribusi yang lebih luas juga memungkinkan, terutama dengan dukungan infrastruktur transportasi seperti MRT, yang dapat mempercepat aliran logistik dan memperkuat rantai pasok produk MLBI di pulau tersebut.

Proyek LRT Bali

Proyek Light Rail Transit (LRT) Bali resmi dibangun di kedalaman 30 meter. Groundbreaking proyek tersebut dilakukan pada Rabu (4/9/2024) di Sentral Parkir Kuta, Bali.
"Pemkab Badung itu menetapkan 15 meter (ke bawah). Kekuatannya sama, tetapi kami tetap ambil 30 meter untuk amannya," ungkap Direktur PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra (Ari Askhara) saat peletakan batu pertama proyek tersebut.

Mengutip detik.com, Ari menjelaskan pembangunan stasiun pada fase satu di Sentral Parkir Kuta dilakukan di atas lahan aset Pemprov Bali dan Pemkab Badung. Dengan begitu pembelian lahan milik swasta atau perseorangan untuk proyek tersebut dapat diminimalisasi.

Adapun PT SBDJ telah menetapkan PT Indotek sebagai kontraktor utama bersama China Railway Construction Corporation (CRCC). Perusahaan tersebut akan bekerja sama dengan kontraktor lokal PT Sinar Bali Bina Karya (Sinar Bali) dalam pengerjaan konstruksi.

Menurut Ari, Indotek mempunyai kemampuan teknis yang mumpuni untuk mengerjakan proyek sebesar LRT Bali. Sedangkan, CRCC juga dipilih karena memang mempunyai reputasi sebagai kontraktor transportasi kereta global yang memiliki pengalaman membangun 200 ribu kilometer (km) di lebih 100 negara.

Ari menjelaskan ada 10 bor raksasa yakni tunnel boring machine (TBM) yang akan didatangkan pada April 2025. Terhitung sejak September 2024 sampai waktu tersebut, akan dilakukan pembangunan konstruksi koridor-stasiun.

"Sambil menunggu tunnel, pengerjaan akan difokuskan untuk pembangunan konstruksi di tiap stasiun. Itu cukup lama. LRT saja pengeboran dari awal (habiskan waktu) lebih dari satu hingga dua tahun. Kami usahakan sebelum itu," kata Ari.

Bali Urban Subway akan dibangun dalam empat fase. Yakni, fase satu yang meliputi Bandara I Gusti Ngurah Rai-Kuta Sentral Parkir-Seminyak-Berawa-Cemagi dengan panjang 16 kilometer. Kemudian, fase dua, Bandara I Gusti Ngurah Rai-Jimbaran-Unud-Nusa Dua sepanjang 13,5 km.

Fase tiga meliputi Sentral Parkir Kuta-Sesetan-Renon-Sanur. Selanjutnya, fase empat meliputi Renon- Sukawati-Ubud. Namun, fase ketiga dan keempat masih tahap feasibility study (FS) atau uji kelayakan.

Nilai investasi untuk kedua fase pertama mencapai US$ 10,8 miliar dan untuk keseluruhan empat fase adalah US$ 20 miliar. Pembangunan fase Bandara Ngurah Rai ke Kuta Sentral Parkir ditambah keseluruhan fase 2 ditargetkan dapat selesai pada akhir kuartal kedua pada 2028. Keseluruhan fase 1 dan fase 2 diharapkan dapat beroperasi penuh pada akhir 2031.

"Untuk fase pertama kami proyeksi bisa beroperasi di awal 2028. Untuk fase dua di akhir 2028. Kenapa? (Kondisi tanah) Kuta, Seminyak, Canggu, Cemagi itu berbatu sehingga mengakibatkan pekerjaan agak sedikit lambat dengan proses pengeboran 3 meter per hari. Kalau Nusa Dua itu tanah kapur, bisa habiskan proses 30 meter per hari sehingga lebih cepat," beber Ari.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

 

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation