
Pekan Neraka: RI Hadapi "Badai" Data Ekonomi, Kabar Genting AS & China

- Pasar keuangan Indonesia mengakhiri perdagangan berakhir beragam pada pekan lalu, IHSGÂ menguat sementara rupiah ambruk
- Wall Street kompak ambruk pada perdagangan pekan lalu di tengah kekhawatiran mengenai data ekonomi AS
- Data PDB kuartal II-2025, cadev, rilis kinerja keuangan hingga data-data ekonomi China akan menggerakkan pasar keuangan hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air diharapkan bisa melanjutkan hajatannya pada bulan ini, meskipun kemungkinan akan terdapat koreksi wajar terutama pada pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melesat dan mampu bertahan di level psikologis 7.500. Sayangnya hal ini berbanding terbalik dengan perjalanan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang justru melemah dan menembus level psikologis Rp16.400/US$1.
Di sepanjang pekan ini masih akan ramai sentimen dari perundingan tarif dagang AS dengan beberapa negara termasuk dengan salah satu negara dengan perekonomian terbesar dunia, China.
Selain itu, musim rilis kinerja keuangan hingga hasil pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 juga menjadi dorongan bagi pasar keuangan Tanah Air. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
Pada perdagangan Jumat (1/8/2025), IHSG ditutup menguat 0,71% di level 7.537,77. Penguatan ini menjadi daya tarik bagi investor usai kejatuhan IHSG selama dua hari beruntun pada perdagangan sebelumnya setelah melesat tajam di sepanjang Juli 2025 sebesar 8,04%.
Sebanyak 357 saham naik, 255 turun, dan 189 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp14,97 triliun yang melibatkan 29,09 miliar saham dalam 1,71 juta kali transaksi. Investor asing masih mencatat net sell sebesar Rp 74,04 miliar. Secara keseluruhan, net sell tercatat Rp 2,5 triliun pada peka lalu.
Nyaris seluruh sektor perdagangan menguat pada perdagangan akhir pekan kemarin, dengan hanya sektor kesehatan, properti dan industri yang mengalami koreksi. Adapun sektor barang baku, utilitas, teknologi dan finansial mengalami kenaikan paling tinggi.
Emiten-emiten blue chip juga tercatat menjadi penggerak utama kinerja IHSG. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang baru mengumumkan kinerja keuangan kuartal kedua menjadi penopang utama kinerja IHSG dengan sumbangan 11,39 poin.
Sementara itu, PT Chandra Asri Pasific Tbk (TPIA) menyumbang kenaikan 7,32 indeks poin dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang menguat 0,81% ke Rp 3.740 per saham menjadi penggesrak IHSG dengan kontribusi 5 indeks poin.
Perdagangan IHSG akhir pekan kemarin juga dibayangi oleh aktivitas manufaktur Indonesia yang masih terkontraksi pada Juli 2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global Jumat (1/8/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 49,2 pada Juli 2025 atau mengalami kontraksi, artinya PMI sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun.
Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9), dan Juli (49,2). PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (1/8/2025) ditutup melemah 0,21% di level Rp16.485/US$1. Pelemahan ini menjadi penurunan rupiah terhadap dolar AS selama dua hari beruntun dan terburuk sejak 23 Juni 2025.
Pelemahan nilai tukar rupiah pada perdagangan akhir pekan kemarin seiring dengan rilis sejumlah data ekonomi Indonesia.
Salah satunya adalah data aktivitas sektor manufaktur Indonesia yang kembali menunjukkan kontraksi. Berdasarkan laporan S&P Global yang dirilis Jumat (1/8/2025), Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat sebesar 49,2 pada Juli 2025. Angka ini berada di bawah ambang batas 50, yang menjadi penanda fase kontraksi dalam aktivitas industri.
Tekanan terhadap rupiah juga datang dari data inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Pada Juli 2025, inflasi tercatat sebesar 0,30% secara bulanan (mtm) dan 2,37% secara tahunan (yoy). Inflasi terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencatat kenaikan 0,74% dengan andil 0,22%. Komoditas utama penyumbang inflasi adalah beras, dengan andil sebesar 0,06%.
Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja yang solid. BPS mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$4,1 miliar pada Juni 2025. Ini menjadi surplus bulanan ke-62 secara berturut-turut sejak Mei 2020.
"Pada Juni 2025, neraca perdagangan surplus US$4,1 miliar, melanjutkan tren surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ungkap Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers Jumat (1/8/2025).
Dari faktor eksternal, penguatan indeks dolar AS yang terus berlanjut dan tercatat telah mengalami penguatan selama enam hari beruturut-turut, yang mencerminkan tingginya permintaan terhadap dolar AS, yang pada akhirnya dapat menekan nilai tukar negara berkembang termasuk rupiah.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (1/8/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau stagnan di level 6,58% atau tertinggi sejak 17 Juli 2025.
Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street kompak ditutup di zona merah. Ketiga indeks utama Wall Street hancur lebur usai data ketenagakerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan memicu kekhawatiran ekonomi dan meningkatkan spekulasi pemotongan suku bunga pada bulan September, sementara investor juga mempertimbangkan pengumuman tarif terbaru Presiden AS Donald Trump dan perubahan personel kunci.
Pada perdagangan Jumat (1/8/2025), Dow Jones anjlok 1,23% di level 43.588,58. Begitu juga dengan S&P 500 turun 1,60% di level 6.238,01, dan Nasdaq merosot 2,24% 20.650,13.
Pasar saham AS anjlok setelah Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa ekonomi AS menambahkan 73.000 data penggajian nonpertanian bulan lalu, di bawah ekspektasi ekonom sebesar 110.000. Pertumbuhan lapangan kerja bulan Juni direvisi turun tajam menjadi 14.000 dari 147.000.
Setelah laporan tersebut, Trump mengatakan ia memerintahkan timnya untuk memecat komisaris Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Erika L. McEntarfer, yang dicalonkan oleh mantan Presiden Joe Biden untuk posisi tersebut.
Kemudian, indeks dolar dan imbal hasil obligasi pemerintah AS melemah lebih lanjut ketika The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan pengunduran diri Gubernur Adriana Kugler lebih awal dari masa jabatannya pada 8 Agustus. Hal ini menyebabkan kecemasan beberapa investor di saat Trump secara terbuka menentang kebijakan suku bunga The Fed.
Menurut perangkat FedWatch CME Group, pada Jumat (1/8/2025) malam, trader bertaruh pada probabilitas 87,5% untuk penurunan suku bunga pada September, dibandingkan dengan 37,7% pada Kamis.
"Pasar bereaksi terhadap kemungkinan ekonomi memasuki resesi. Data ketenagakerjaan yang lemah menambah buruknya laporan pendapatan dan proyeksi yang lemah dari beberapa perusahaan," ujar Luke Tilley, Kepala Ekonom, Wilmington Trust, kepada CNBC International.
Akan tetapi pada pekan ini, Wall Street diperkirakan akan berbalik arah. Hal ini didorong oleh rilis kinerja keuangan yang sebagian sudah menunjukkan data yang baik dan sebagian diperkirakan akan tumbuh positif.
Dengan lebih dari separuh pendapatan kuartal kedua dilaporkan dan saham mendekati rekor tertinggi, hasil perusahaan telah meyakinkan investor tentang perdagangan kecerdasan buatan (AI) yang akan mendorong Wall Street, meskipun kekhawatiran tarif membatasi pembelian.
Dengan hasil dari 297 perusahaan S&P 500 yang telah masuk hingga Kamis, pertumbuhan pendapatan secara tahunan (yoy) untuk kuartal kedua kini diperkirakan sebesar 9,8%, naik dari perkiraan pertumbuhan 5,8% pada 1 Juli, menurut data LSEG.
Minggu ini, investor akan melihat sekilas pendapatan dari konstituen Dow Jones Industrial Average (DJI) Disney (DIS.N), McDonald's (MCD.N), dan Caterpillar (CAT.N), untuk melihat kondisi ekonomi secara lebih luas.
Laporan laba yang kuat dari perusahaan-perusahaan ini dapat mendorong Dow, yang diperdagangkan sedikit di bawah rekor tertingginya di bulan Desember, ke puncak baru.
Sekitar 81% perusahaan telah melampaui ekspektasi analis dalam hal pendapatan, di atas rata-rata 76% selama empat kuartal terakhir.
"Musim laporan keuangan jelas lebih baik dari yang diharapkan," ujar Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Wealth di Boston.
Kekuatan pendapatan perusahaan di AS akan meyakinkan investor meskipun sentimen negatif pada kuartal sebelumnya akibat ancaman tarif dan kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Pasar keuangan RI bersiap menghadapi pekan penuh tantangan mulai dari hasil data-data ekonomi RI yang telah rilis pada akhir pekan kemarin, pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2025 hingga negosiasi tarif antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Musim rilis kinerja keuangan juga masih menjadi sentimen terkuat yang mendorong laju pergerakan IHSG. Kenaikan tajam pada Juli 2025 dapat memicu aksi taking profit pada pekan ini.
Akan tetapi jika terjadi penurunan pada IHSG, hal tersebut hanyalah koreksi wajar. Mengingat kini investor asing kini telah mulai kembali melirik saham-saham Tanah Air yang berpotensi melaju bullish efek dari hasil kinerja keuangan yang cukup baik.
Berikut sejumlah sentimen yang akan menggerakkan pasar hari ini dan sepanjang pekan ke depan:
Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II
Pada Selasa (5/8/2025), BPS akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menegaskan bahwa stabilitas sistem keuangan pada kuartal II-2025 tetap aman terjaga, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan hasil Rapat KSSK, Senin (28/7/2025).
"Dari hasil pertemuan berkala KSSK yg ketiga tahun 2025 pada tanggal 25 Juli 2025 Jumat lalu KSSK yg terdiri Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua OJK dan Ketua LPS menyampaikan stabilitas sistem keuangan pada triwulan II-2025 tetap terjaga," tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkapkan kondisi global masih dibayangi oleh dinamika negosiasi tarif AS dan juga eskalasi ketegangan baik geopolitik dan militer telah mewarnai situasi dan telah disikapi dengan kewaspadaan.
KSSK, menurut Sri Mulyani, akan terus memperkuat sinergi koordinasi agar bisa memastikan tetap terjaganya stabilitas namun juga sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, BPS melaporkan sepanjang kuartal I 2025, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,87% dari periode yang sama tahun 2024 (yoy).
Tingkat pertumbuhan ini mengalami pelambatan atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 yang sebesar 5,11%. Bahkan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yaitu kuartal IV 2024 yang sebesar 5,02% menunjukkan pelambatan.
Pelambatan terjadi di hampir semua komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), termasuk pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pada kuartal I 2024 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91%, kemudian pada kuartal IV 2024 4,98%. Namun, pada kuartal I 2025 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89%.
Pemerintah menilai angka tersebut masih baik, meskipun RI mengalami pelambatan ekomomi pada kuartal I 2025. Pasalnya, meski di tengah ketidakpastian global perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh positif.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga melihat daya beli masyarakat masih tetap terjaga, sehingga masih mencatatkan pertumbuhan 4,89%.
Cadangan Devisa RI Juli
Pada Kamis (7/8/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa RI periode Juli 2025. Sebelumnya, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2025 tercatat sebesar US$ 152,6 miliar, sedikit meningkat dibandingkan posisi pada akhir Mei 2025 sebesar US$ 152,5 miliar.
Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Kepercayaan Konsumen RI Juli
Pada akhir pekan Jumat (8/8/2025), Bank Indonesia (BI) juga akan merilis data kepercayaan konsumen RI periode Juli 2025. Kepercayaan konsumen Indonesia periode bulan sebelumnya masih berada di level yang cukup rendah. Warga RI bahkan sangat pesimis jika penghasilan mereka akan naik ke depan
Sebelumnya BI merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025. IKK tercatat sebesar 117,8, atau hanya naik tipis 0,3 poin dibandingkan Mei 2025 yang tercatat sebesar 117,5.
Meskipun secara teknikal IKK masih berada di atas level optimis (nilai 100) akan tetapi level kepercayaan konsumen pada Mei 2025 merupakan yang terendah sejak September 2022, saat perekonomian nasional masih berjuang memulihkan diri dari dampak pandemi Covid-19.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena biasanya periode libur sekolah (Juni-Juli) menjadi salah satu pemicu naiknya konsumsi rumah tangga. Namun, data terkini justru menunjukkan kurangnya kepercayaan konsumen yang menjadi sinyal negatif bagi ekonomi.
Indeks Kepercayaan Konsumen mencerminkan perasaan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, menunjukkan arah perekonomian yang diprediksi konsumen, dan memprediksi perkembangan konsumsi dan tabungan rumah tangga.
Sehingga, melemahnya IKK dapat berdampak langsung terhadap konsumsi domestik, yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia kontribusinya mencapai lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Penjualan Ritel Indonesia Juli
Pada akhir pekan Jumat (8/8/2025), Bank Indonesia (BI) juga akan merilis survei penjualan ritel atau eceran Indonesia periode Juli 2025. Sebelumnya, BI memperkirakan kinerja penjualan eceran akan meningkat pada Juni 2025. Hal ini tercermin dari survei penjualan eceran oleh BI, terkait Indeks Penjualan Riil (IPR) Juni 2025 diperkirakan tumbuh sebesar 2,0% year on year (yoy), atau mencapai level 233,7.
Secara bulanan, penjualan eceran pada Juni 2025 juga diperkirakan tumbuh sebesar 0,5% (mtm) didorong oleh peningkatan penjualan di sebagian besar kelompok barang, terutama kelompok peralatan informasi dan komunikasi, bahan bakar kendaraan bermotor serta barang budaya dan rekreasi.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti libur sekolah, HBKN Iduladha, dan program potongan harga tengah tahun (mid season sale).
Penjualan Mobil RI Juli
Sektor otomotif nampak masih lesu, pada akhir pekan Jumat (8/8/2025), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) akan merilis data penjualan mobil periode Juli 2025.
Sebelumnya GAIKINDO mencatat penjualan mobil nasional wholesales dari pabrik ke dealer pada periode Juni 2025 hanya mencapai 57.761 unit, turun sebanyak 2.851 unit atau 4,71% dibandingkan penjualan Mei 2025 yang mencapai 60.612 unit.
Sementara penjualan retail dari dealer ke konsumen juga mengalami penurunan sebesar 0,6% dari 61.307 unit pada Mei menjadi 61.647 unit pada Juni.
Secara tahunan, penjualan mobil pada Juni 2025 turun dibandingkan Juni 2024. Penurunan wholesales mencapai 22,6% dan penurunan retail mencapai 12,3% (yoy).
Penjualan mobil yang lesu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk daya beli masyarakat yang masih lemah dan pertumbuhan ekonomi yang belum signifikan.
Gaikindo berharap ajang GIIAS (Gaikindo Indonesia International Auto Show) yang berlangsung pada 24 Juli hingg 3 Agustus 202 dapat membantu mendongkrak penjualan mobil di semester kedua tahun 2025.
Neraca Dagang AS & Eskpor Impor Juni
Pada Selasa (5/8/2025), negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) akan merilis data neraca dagang beserta ekspor dan impor periode Juni 2025. Sebelumnya, Biro Sensus AS dan Biro Analisis Ekonomi AS telah mengumumkan bahwa defisit barang dan jasa mencapai US$71,5 miliar pada bulan Mei, naik $11,3 miliar dari US$60,3 miliar pada bulan April (direvisi).
Ekspor bulan Mei mencapai US$279,0 miliar, US$11,6 miliar lebih rendah dibandingkan ekspor bulan April. Impor bulan Mei mencapai US$350,5 miliar, US$0,3 miliar lebih rendah dibandingkan impor bulan April.
Peningkatan defisit barang dan jasa pada bulan Mei mencerminkan peningkatan defisit barang sebesar US$11,2 miliar menjadi USU$97,5 miliar dan penurunan surplus jasa sebesar US$0,1 miliar menjadi US$26,0 miliar.
Secara tahunan (ytd), defisit barang dan jasa meningkat sebesar US$175,0 miliar, atau 50,4%, dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Ekspor meningkat sebesar US$73,6 miliar atau 5,5%. Impor meningkat sebesar US$248,7 miliar atau 14,8%.
Musim Laporan Keuangan Berlanjut
Pekan ini, bursa saham masih diramaikan dengan laporan kinerja keuangan semester I-2025. Hari ini, PT Bank Mandiri akan memaparkan kinerja keuangannya.
Setelah perbankan, perusahaan properti dan tambah biasanya akan menyusul.
Laporan keuangan ini menjadi sentimen penting karena menjadi pertimbangan investor dalam menanamkan sahamnya atau memproyeksi sebuah perusahaan masih layak disuntik modal atau melihat proyeksi dividen.
PMI Komposit Global S&P AS Juli
Masih di hari yang sama Selasa (5/8/2025), AS juga akan merilis PMI Komposit Global S&P AS periode Juli 2025. Sebelumnya, PMI Komposit Global S&P AS naik menjadi 54,6 pada Juli 2025 dari 52,9 pada Juni, menandai laju pertumbuhan tercepat pada tahun 2025 dan ekspansi bulan ke-30 berturut-turut.
Peningkatan ini didorong oleh aktivitas jasa yang kuat, yang tumbuh pada tingkat tercepat sejak Desember lalu. Output manufaktur juga meningkat, tetapi dengan laju yang lebih moderat, menunjukkan divergensi momentum antarsektor. Ketenagakerjaan terus tumbuh di sektor swasta.
Namun, kepercayaan bisnis menurun baik di sektor jasa maupun manufaktur di tengah kekhawatiran tentang pemotongan belanja dan tarif federal. Meningkatnya biaya upah dan tarif berkontribusi pada inflasi harga input yang lebih tinggi, yang semakin banyak dibebankan perusahaan kepada pelanggan. Akibatnya, inflasi harga output meningkat, menempati peringkat tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
PMI Jasa AS Juli
Masih di hari yang sama Selasa (5/8/2025), AS juga akan merilis data PMI Jasa periode Juli 2025. Sebelumnya, Aktivitas ekonomi di sektor jasa AS tumbuh pada bulan Juni setelah hanya satu bulan berkontraksi. PMI Jasa menunjukkan ekspansi sebesar 50,8%, di atas titik impas 50 persen untuk ke-11 kalinya dalam 12 bulan terakhir. Dan 0,9 poin persentase lebih tinggi dibandingkan angka bulan Mei sebesar 49,9%.
PMI Jasa Caixin China Juli
Dari negeri Tirai Bambu, akan merilis beberapa data, pada Selasa (5/8/2025), China akan merilis PMI Jasa Caixin periode Juli 2025. Sebelumnya, PMI Jasa Caixin China turun menjadi 50,6 pada Juni 2025, turun dari 51,1 pada Mei dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 51,0.
Angka ini menandai ekspansi terlemah di sektor jasa sejak September 2024, karena pertumbuhan pesanan baru melambat dan penjualan luar negeri mengalami penurunan tertajam sejak Desember 2022, di tengah kondisi global yang lesu. Akibatnya, lapangan kerja menurun tipis.
Dari sisi harga, biaya input naik tipis karena harga bahan baku dan bahan bakar yang lebih tinggi, meskipun inflasi input secara keseluruhan mereda ke level terendah dalam tiga bulan. Sementara itu, harga jual turun selama lima bulan berturut-turut, menandai penurunan tertajam sejak April 2022, didorong oleh persaingan pasar yang ketat. Terakhir, sentimen bisnis membaik untuk bulan kedua berturut-turut di tengah harapan kondisi ekonomi yang lebih baik dan penjualan yang lebih kuat, meskipun masih jauh di bawah rata-rata jangka panjang.
Neraca Dagang, Ekspor & Impor China Juli
Masih dari China, pada Kamis (7/8/2025), terdapat rilis data neraca perdagangan China beserta eskpor dan impor periode Juli 2025. Sebelumnya, pertumbuhan perdagangan China bangkit kembali setelah de-eskalasi tarif, memberikan dorongan bagi pertumbuhan semester pertama
Permintaan eksternal terus mendukung pertumbuhan ekonomi China, karena surplus perdagangan paruh pertama melonjak ke level tertinggi baru sebesar US$586 miliar di tengah pertumbuhan ekspor yang tangguh dan kontraksi impor tahunan. Meskipun tarif terus membebani ekspor ke AS, data bulan Juni menunjukkan kontraksi yang lebih kecil setelah de-eskalasi tarif pada bulan Mei.
Pertumbuhan ekspor China di bulan Juni bangkit kembali menjadi 5,8% secara tahunan dari 4,8% di bulan Mei. Pertumbuhan ini sedikit lebih kuat daripada consensus. Sepanjang semester pertama tahun 2025, ekspor tumbuh sebesar 5,9% (yoy), yang sejalan dengan pertumbuhan ekspor setahun penuh dari tahun 2024.
Ekspor China ke AS tetap berada di wilayah negatif sebesar 16,1% (yoy) pada Juni, meskipun penurunan ini jauh lebih dangkal dibandingkan dengan kontraksi 34,5% (yoy) yang terjadi pada Mei.
Meskipun terjadi de-eskalasi, tarif AS terhadap China tetap sangat tinggi, dengan tambahan tarif sebesar 30% tahun ini yang ditambahkan di atas tarif yang sudah ada sehingga meningkatkan tarif keseluruhan menjadi 51-55%. Tarif ini terus menyebabkan hambatan yang jelas pada perdagangan. Sepanjang paruh pertama tahun ini, ekspor ke AS terkontraksi 9,7% (yoy).
Untungnya, ekspor ke negara-negara tujuan lain membantu mengatasi penurunan tersebut. Pada Juni, ekspor ke ASEAN (16,8%) dan Jepang (6,6%) keduanya mengalami peningkatan. Pada semester pertama 2025, ekspor terutama didukung oleh pertumbuhan yang kuat ke ASEAN (12,2%), khususnya Vietnam (18,8%) dan Thailand (20,9%), serta India (15,1%), Afrika (18,9%), Amerika Latin (9,4%), dan Jerman (12,3%).
Sementara itu, impor China terus terhambat oleh permintaan komoditas yang lemah.
Impor China pada Juni naik 1,1% (yoy), naik dari -3,4% (yoy) di bulan Mei, yang sedikit lebih kuat dari perkiraan konsensus. Meskipun lesu, ini merupakan pertumbuhan positif pertama sejak Februari. Hingga semester pertama 2025, impor mencatat pertumbuhan -3,9% (yoy) secara year to date.
Sebagian besar permintaan impor yang lesu terlihat pada komoditas. Pada semester pertama tahun ini, impor pertanian China (-10,1%) terhambat oleh penurunan tajam impor biji-bijian (-27,0%), termasuk penurunan impor kedelai (-12,4%). Impor energi sebagian besar turun secara keseluruhan, dengan penurunan pada batu bara (-32,1%), minyak mentah (-12,0%), dan gas alam (-15,0%). Perlambatan pasar properti yang berkelanjutan juga menyebabkan penurunan impor baja (-14,6%) dan kayu (15,3%).
Seiring perusahaan otomotif domestik China terus meraih daya saing dan pangsa pasar, impor otomotif turun tajam, turun -37,9% yoy (ytd).
Potensi positif tetap ada pada kategori teknologi. Impor teknologi tinggi naik 9,8% yoy, dengan impor peralatan pemrosesan data otomatis (55,2%), semikonduktor (7,0%), dan pesawat terbang (71,2%) yang semuanya mengalami pertumbuhan impor yang lebih cepat daripada pertumbuhan impor utama pada paruh pertama tahun ini.
Cadangan Devisa China Juli
Pada Kamis (7/8/2025), China juga akan merilis cadangan devisa periode Juli 2025. Sebelumnya menurut statistik dari Administrasi Valuta Asing Negara (SAFE), per akhir Juni 2025, cadangan devisa China mencapai US$3.317,4 miliar, meningkat US$32,2 miliar dari akhir Mei, yang menunjukkan peningkatan sebesar 0,98%.
Pada bulan Juni 2025, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebijakan makro dan prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara ekonomi utama, indeks dolar AS melemah, dan harga aset keuangan global secara umum naik. Akibat efek gabungan dari konversi nilai tukar dan perubahan harga aset, cadangan devisa meningkat pada bulan tersebut. Perekonomian China terus tumbuh stabil dan mempertahankan momentum pembangunan yang baik, yang kondusif untuk menjaga stabilitas cadangan devisa.
Selain itu, menurut data bank sentral, cadangan emas China pada akhir bulan Juni dilaporkan sebesar 73,9 juta ons (sekitar 2.298,55 mt), naik 70.000 ons (sekitar 2,18 mt) secara bulanan (mom), menandai peningkatan cadangan emas selama delapan bulan berturut-turut.
Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:
-
Presiden melakukan kunjungan kerja ke Medan, Sumatra Utara.
-
Rapat koordinasi inflasi di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.
-
Kementerian Perdagangan akan menggelar konferensi pers terkait kinerja perdagangan Indonesia semester I tahun 2025 di Auditorium Kemendag, Jakarta Pusat.
-
Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Agro akan melaksanakan kegiatan Bussiness Matching dan Pameran Produk Indonesia dengan tema "Specialty Indonesia 2025". Pembukaan acara oleh menperin akan dilaksanakan di Ruang Garuda, Lantai 2, Gedung Kemenperin, Jakarta Selatan.
-
Kementerian PPN/Bappenas bersama Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) akan menyelenggarakan opening ceremony Filantropi Indonesia Festival 2025 (FIFest2025) di Jakarta. Turut hadir antara lain Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Ketua Dewan Penasihat Filantropi Indonesia.
-
OJK akan menyelenggarakan Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) Juli 2025 via zoom meeting.
-
RUPS PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. di Menara Mandiri I, Jakarta Selatan.
- RUPS Bank Mandiri
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw) Next Article Pekan Sebelum Lebaran: Pengurus Danantara Diumumkan, Ada RUPS Himbara
