
Perak Melemah Pekan Ini, Tembaga & Trump Jadi Biang Kerok

Jakarta, CNBC Indonesia — Harga perak dunia tercatat melemah dalam sepekan terakhir, terdampak oleh kejutan pasar dari keputusan mendadak Presiden AS Donald Trump soal tarif impor tembaga serta sentimen makroekonomi global yang beragam.
Melansir dari Refinitiv dalam sepekan yang berakhir Jumat (1/8/2025), harga perak melemah nyaris 3%, dari US$38,14 menjadi US$37,02 per troy ounce. Koreksi tajam ini menutup kisah manis perak di bulan Juli, yang sebelumnya sempat mencatatkan kenaikan bulanan 10%.
Pelemahan perak tidak lepas dari 'kejutan tembaga' yang terjadi pada pertengahan pekan. Presiden Trump secara tiba-tiba membatalkan rencana tarif 50% untuk impor tembaga refined ke AS, yang sebelumnya memicu reli besar di pasar.
Ketika pembatalan diumumkan di luar jam perdagangan London Metal Exchange (LME), harga tembaga di Comex langsung ambruk lebih dari 20% hanya dalam satu jam, mencetak rekor koreksi intraday terbesar sepanjang sejarah.
Efek domino dari kejutan tersebut meluas ke pasar logam mulia, terutama perak yang memiliki karakteristik ganda sebagai logam industri dan investasi. "Kejutan besar di pasar tembaga berpotensi menular ke aset berkorelasi seperti perak," tulis ICBC Standard dalam catatan analisnya.
Di sisi lain, kekuatan dolar AS yang menyentuh level tertinggi dua bulan juga menambah tekanan terhadap harga perak. Hal ini terjadi setelah The Federal Reserve AS memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 4,33%, seperti yang diperkirakan pasar.
Namun menariknya, dua anggota FOMC justru menyuarakan perbedaan pendapat dengan memilih pemangkasan suku bunga, memunculkan spekulasi arah kebijakan moneter ke depan. Ini membuat investor cenderung wait and see, termasuk dalam membeli instrumen lindung nilai seperti perak.
Di Balik Pelemahan, Fundamental Perak Masih Kuat
Meski harga merosot dalam jangka pendek, prospek jangka menengah perak masih dinilai solid. Laporan terbaru dari Sprott menunjukkan bahwa pasar perak global masih mengalami defisit struktural selama tujuh tahun berturut-turut hingga 2025. Sejak 2016, pasokan tambang global telah turun 7%, dan akumulasi kekurangan pasokan sejak 2021 diperkirakan mencapai hampir 800 juta ons.
Permintaan dari sektor energi termasuk panel surya, kendaraan listrik, dan elektronik terus meningkat, sementara cadangan perak yang tersedia di pasar semakin menipis akibat lonjakan investasi dalam bentuk Exchange-Traded Product (ETP). The Silver Institute menunjukkan bahwa dalam paruh pertama 2025, aliran masuk ke ETP perak mencapai 95 juta ons.
Dibandingkan dengan emas, perak dinilai lebih undervalued. Rasio harga emas terhadap perak kini berada di level 91, jauh di atas rata-rata historis 67, sementara rasio produksinya hanya 7:1.
Dalam jangka pendek, pasar perak tengah diguncang oleh volatilitas akibat dinamika kebijakan perdagangan AS dan penguatan dolar. Namun secara struktural, perak masih menyimpan potensi besar untuk reli lanjutan, terutama didorong oleh defisit pasokan dan lonjakan permintaan industri. Investor perlu mewaspadai tekanan jangka pendek, namun tidak menutup peluang akumulasi jika harga kembali terkoreksi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)