
Emas Jangan Congkak, Ini Raja-raja Komoditas di 2025

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas sempat menjadi bintang dan mencetak rekor tertinggi di US$ 3.424,30 per troy ons pada 21 April 2025 serta melonjak 29,2%. Namun, komoditas lain juga mampu bersinar lebih terang dari emas.
Harga emas juga mencetak rekor intraday tertinggi dalam sejarah di US$ 3.500,05 yang tercipta pada 22 April 2025. Namun, harga emas kemudian melemah. Pada perdagangan Rabu (23/7/2025), emas terjun 1,27% ke US$3.387,41 setelah muncul kabar AS dan Uni Eropa hampir mencapai kesepakatan tarif 15%, menurunkan permintaan aset safe haven.
Meski sanggup menguat hampir 30% tahun ini, emas kalah pamor dari lonjakan dramatis tembaga dan logam industri lain. "Ketidakpastian perdagangan mendorong permintaan aset safe haven," kata Jigar Trivedi dari Reliance Securities.
Jika emas hanya nyaris 30%, tembaga justru melesat 46,62% sepanjang tahun ini.
Kenaikan ini menjadikan tembaga sebagai komoditas logam dengan performa terbaik tahun ini. Harga kontrak tembaga ditutup di US$5,8 per pon pada Rabu (23/7/2025), lalu menguat lagi ke US$5,85 per pon pada Kamis (24/7/2025).
Reli ini dipicu krisis pasokan di Chile, kebijakan tarif 50% Presiden AS Donald Trump, serta ledakan permintaan dari proyek energi baru, kendaraan listrik, hingga pusat data. Lonjakan harga tembaga ini bisa jadi awal supercycle baru. Bahkan premi harga di AS terhadap London Metal Exchange menembus rekor 30%.
Platinum juga tak kalah impresif. Harga terbaru berada di US$1.425,6 per troy ons dengan kenaikan YTD 59,51%, tertinggi di antara logam mulia.
Lonjakan ini dipicu kekhawatiran suplai dari Afrika Selatan, melonjaknya permintaan investasi dan perhiasan China, serta tightness pasar fisik di London dan Zurich. "Flooding di tambang Afrika Selatan dan inventory sales akhir tahun lalu membuat pasar makin ketat," ungkap Jonathan Butler dari Mitsubishi.
Palladium mengikuti jejak saudaranya dengan kenaikan sepanjang tahun ini 48,82%, menembus US$1.325,5 per troy ons. Penguatan ini sempat mengejutkan pasar karena palladium tertekan transisi kendaraan listrik. Namun, pemangkasan output oleh produsen utama Nornickel Rusia menopang harga. Reuters (22/7/2025) mencatat Nornickel memangkas proyeksi produksi 2025 menjadi 2,677-2,729 juta ons akibat perbaikan alat, memperketat suplai global.
Sementara itu, perak terus bersinar sebagai "logam industrial safe haven". Harga perak berada di US$38,85 per troy ons dengan kenaikan YTD 34,53%, mendekati level tertinggi 13 tahun. Kenaikan ini didorong permintaan industri energi terbarukan dan spekulasi pasar yang melihat perak sebagai alternatif lebih murah dibanding emas.
Cobalt juga tampil solid. Meski pergerakan harian stagnan, harga cobalt di US$33.335 per ton sudah melonjak 37,18% YTD. Lonjakan ini lebih tenang karena cobalt bergerak dalam pasar baterai kendaraan listrik yang cenderung kontraktual, tetapi supply chain Afrika yang rapuh membuat harganya tetap bullish.
Kenaikan serempak di atas 30% pada sebagian besar logam ini menunjukkan perubahan besar pada peta komoditas global.
Sentimen tarif proteksionis AS, transisi energi, dan ketatnya pasokan menciptakan kombinasi unik: logam industri tak lagi sekadar bahan baku, tetapi instrumen geostrategis. Jika tren ini berlanjut, logam-logam seperti tembaga, platinum, dan palladium berpotensi menjadi "emas baru" di era teknologi hijau.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)