
Sarjana Kesehatan Banyak Nganggur, Segini Jumlah Mahasiswanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengangguran yang semakin banyak di kalangan lulusan sarjana menjadi keprihatinan banyak pihak.
Menurut perkataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau akrab disapa Noel, tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana, khususnya di bidang kesehatan dan farmasi, disebabkan oleh regulasi yang tidak berpihak.
"Masalah 1 juta sarjana pengangguran. Ternyata sarjana, khususnya kesehatan dan farmasi, menyumbang cukup besar dalam angka pengangguran itu. Apa isinya? Regulasi," ujar Noel dalam acara Dewas Menyapa Indonesia di Jakarta, Senin (28/7/2025).
Beberapa jurusan kesehatan, seperti kedokteran dan farmasi, merupakan jurusan yang memerlukan pendidikan lebih lanjut setelah jenjang sarjna (S1) untuk bisa mendapat izin praktik. Dalam sistem pendidikan Indonesia, lulusan S1 Farmasi belum bisa bekerja sebagai apoteker tanpa menempuh Pendidikan Profesi Apoteker (PPA).
Di Indonesia, program profesi jurusan farmasi mengarah pada Program Pendidikan Profesi Apoteker (P2PA). Lulusan S1 Farmasi yang ingin menjadi Apoteker harus mengikuti program profesi ini.
Di Indonesia, program profesi jurusan farmasi mengarah pada Program Pendidikan Profesi Apoteker (P2PA). Lulusan S1 Farmasi yang ingin menjadi Apoteker harus mengikuti program profesi ini. Program ini biasanya ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) Farmasi dan berfokus pada praktik kerja profesi apoteker (PKPA).
Lulusan S1 Kedokteran juga belum dapat menjadi dokter tanpa menyelesaikan Program Profesi Dokter (co-ass) serta menjalani uji kompetensi nasional. Artinya, gelar sarjana saja tidak cukup untuk bisa langsung masuk dunia kerja formal di bidangnya.
"Regulasi tidak berpihak terhadap sarjana-sarjana ini. Harus ada lagi sekolah profesi. Orang tua mereka pada umurnya ketika anaknya sekolah, kemudian lulus, mereka maunya langsung kerja. Masalahnya ada batasan lagi regulasi. Yang harus sekolah profesi lagi. Sekolah profesi ternyata susah juga. Berkali-kali sekolah, berkali-kali tidak lulus," jelasnya.
Kuota pendidikan profesi yang terbatas karena tidak banyak jumlah program profesi di Indonesia menjadi hambatan besar bagi banyak lulusan. Selain itu, biaya pendidikan yang tinggi juga turut menjadi hambatan yang berarti.
Akibatnya, tak sedikit lulusan S1 dari bidang kesehatan yang terjebak dalam status telah menyelesaikan studi, namun tidak bisa terserap di lapangan kerja formal karena belum menyandang status profesional.
Jumlah program studi bidang kesehatan di Indonesia berjumlah 4892 program studi. Namun, jumlah program studi profesi farmasi hanya sekitar 100 prodi, menurut perhitungan penulis dari data situs resmi PDDikti.
Selain itu, jumlah program studi Sp-1 dan Sp-2 yang merupakan program studi spesialis kedokteran berjumlah 413 dan 51, secara berurutan. Dalam dunia kedokteran, Sp-1 dan Sp-2 merujuk pada jenjang pendidikan spesialis dan subspesialis.
Dengan daya serap profesi yang tidak sebanding, kondisi oversupply lulusan tercipta, sehingga memperbesar potensi jumlah pengangguran di sektor kesehatan.
Noel juga menyebutkan bahwa tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana, khususnya di bidang kesehatan dan farmasi, disebabkan oleh regulasi yang tidak berpihak.
![]() jumlah program studi |
Para sarjana-sarjana yang mau sekolah profesi, semoga bisa dibiayai oleh negara. Dengan skemanya apa? Terserah," kata Noel.
Menurutnya, jika pengangguran dibiarkan, maka upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan ekstrem hanya akan jadi retorika belaka. Maka dari itu ia menekankan pentingnya keterlibatan negara dalam menyelesaikan masalah ini secara serius.
Menurut data PDDikti, mahasiswa rumpun ilmu bidang kesehatan berjumlah 852.010 orang, merupakan bidang dengan mahasiswa terbanyak ke-lima di Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
