
Dunia Kaget! Suku Bunga Turki Disunat Sampai 300 Bps, Ada Apa Erdogan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Sentral Turki (CBRT) kembali menjadi pusat perhatian pasar global setelah secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan sebesar 300 basis poin (bps) menjadi 43% dalam rapat kebijakan moneter Kamis (24/7/2025). Langkah ini menandai dimulainya kembali siklus pelonggaran moneter, setelah sempat dihentikan akibat gejolak politik dalam negeri.
Keputusan ini lebih agresif dibandingkan ekspektasi pelaku pasar yang hanya memperkirakan pemangkasan sebesar 250 bps. Ini juga menjadi pemangkasan pertama sejak April 2025, ketika bank justru menaikkan suku bunga ke level 46% dalam respons terhadap tekanan nilai tukar lira akibat penangkapan kontroversial Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu.
Melihat dari data historis, suku bunga Turki memang telah mengalami lonjakan ekstrem sejak awal 2023. Pada Februari 2023, suku bunga acuan CBRT masih berada di level 8,5%, namun kemudian terus dinaikkan secara agresif hingga mencapai 50% pada Maret 2024. Kenaikan tajam ini mencerminkan upaya keras otoritas moneter untuk meredam lonjakan inflasi dan menstabilkan nilai tukar yang sempat tertekan hebat.
Apa yang Mendorong Pemangkasan Agresif Ini?
Keputusan CBRT untuk kembali memangkas suku bunga secara agresif bukan tanpa alasan. Sejumlah indikator makroekonomi menunjukkan adanya ruang pelonggaran, meskipun risiko terhadap stabilitas harga masih membayangi negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdoğan.
1. Keyakinan terhadap Tren Disinflasi
Bank sentral Turki menilai tekanan inflasi mulai mereda secara bertahap. Inflasi tahunan tercatat sebesar 35,05% pada Juni 2025, turun dari level yang lebih tinggi pada bulan-bulan sebelumnya.
Dalam survei ekspektasi pasar yang dilakukan oleh bank sentral, proyeksi inflasi pada akhir 2025 bahkan direvisi turun menjadi 29,7%, sementara ekspektasi inflasi untuk 12 dan 24 bulan ke depan masing-masing turun ke 23,4% dan 17,1%.
Dalam pernyataannya, CBRT menyebut bahwa sikap kebijakan moneter yang ketat akan tetap dipertahankan hingga stabilitas harga tercapai, dan proses disinflasi akan didorong oleh moderasi permintaan domestik, apresiasi riil lira Turki, serta perbaikan ekspektasi inflasi di kalangan pelaku pasar.
Berdasarkan data inflasi dari bank sentra Turki yang memperkuat keyakinan terhadap proses disinflasi yang sedang berlangsung. Setelah mencapai puncak inflasi sebesar 75,5% pada Mei 2024, laju inflasi menunjukkan penurunan yang konsisten hingga mencapai 35,1% pada Juni 2025.
Penurunan ini mencerminkan dampak nyata dari kebijakan moneter yang ketat dan mulai melambatnya permintaan domestik. Inflasi tahunan turun di bawah 50% sejak September 2024, menandakan bahwa tekanan harga yang semula tinggi kini mulai terkendali.
Tren penurunan inflasi ini juga selaras dengan penurunan ekspektasi inflasi jangka pendek dan menengah yang tercermin dalam survei bank sentral. Hal ini memberikan ruang bagi CBRT untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan, meskipun kehati-hatian tetap dijaga dalam menjaga stabilitas harga.
2. Pemulihan Cadangan Devisa
Sejak awal Mei 2025, cadangan devisa Turki menunjukkan tren pemulihan yang signifikan. Tercatat bahwa cadangan devisa naik dari US$ 57,6 miliar pada awal Mei 2025 menjadi US$ 83,3 miliar pada Juli 2025. Kenaikan ini mencerminkan penguatan posisi eksternal Turki secara bertahap namun konsisten.
Lonjakan terbesar terlihat pada akhir Juni hingga pertengahan Juli, di mana cadangan meningkat tajam dalam waktu singkat.
Perbaikan cadangan devisa ini menjadi faktor penting yang memperkuat kepercayaan bank sentral dalam mengambil langkah pelonggaran moneter.
Dengan posisi eksternal yang lebih kuat, risiko tekanan terhadap nilai tukar dan arus keluar modal dalam jangka pendek dapat diminimalkan, sehingga memberikan ruang lebih besar bagi CBRT untuk berfokus pada pemulihan ekonomi domestik.
Pasar Terkejut, Analis Terbelah
Langkah pemangkasan sebesar 300 bps ini mengejutkan banyak pelaku pasar. Sebagian analis menilai keputusan tersebut terlalu agresif, dan bisa memunculkan kembali risiko terhadap kredibilitas kebijakan moneter, terutama jika inflasi kembali melonjak akibat dorongan permintaan atau tekanan eksternal.
Ekonom dari Capital Economics, Nicholas Farr, menyebut langkah CBRT sebagai "kejutan dovish ringan", namun menilai bahwa nada komunikasi bank tetap hawkish, mengindikasikan bahwa bank masih berkomitmen menjaga kebijakan tetap ketat secara umum.
"Kami memperkirakan laju pelonggaran akan melambat setelah ini," ujar Farr, seraya memperkirakan suku bunga acuan Turki akan turun ke 37% di akhir tahun 2025.
Timothy Ash, analis senior pasar negara berkembang dari BlueBay Asset Management, justru menyebut langkah tersebut sebagai kekecewaan dan mempertanyakan independensi Komite Kebijakan Moneter (MPC) dalam pengambilan keputusan.
"Pasar mengharapkan MPC menunjukkan independensinya dan meningkatkan kredibilitas dengan melakukan pemangkasan yang lebih kecil dari ekspektasi, CBRT memiliki peluang untuk mengarahkan ekspektasi inflasi ke bawah, namun gagal memanfaatkannya," ujar Ash dalam catatan kepada klien dikutip dari CNBC International.
Risiko Masih Membayangi Turki
Meskipun inflasi menunjukkan tren pelambatan yang menggembirakan, sejumlah risiko tetap membayangi efektivitas kebijakan pelonggaran moneter yang ditempuh oleh Bank Sentral Turki (CBT). Risiko-risiko ini perlu dicermati dengan baik agar proses disinflasi tidak terganggu dan stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
Kenaikan harga gas alam sebesar 25% serta penyesuaian otomatis pada komponen pajak diperkirakan akan memberikan tekanan tambahan terhadap inflasi.
Dampaknya, inflasi Juli 2025 diperkirakan akan naik sekitar 1 poin persentase, yang dapat memperlambat proses penurunan inflasi yang sedang berlangsung.
Selain itu, kebijakan fiskal terbaru yang menaikkan pajak atas simpanan dan reksa dana menimbulkan potensi risiko terhadap stabilitas nilai tukar. Kebijakan ini dapat mengurangi insentif bagi masyarakat untuk menyimpan dana dalam mata uang lira, sehingga meningkatkan risiko aliran modal keluar dan memperlemah nilai tukar dalam jangka pendek.
Kemudian, meskipun cadangan devisa menunjukkan pemulihan yang kuat dalam dua bulan terakhir, perlambatan dalam akumulasi cadangan devisa tetap menjadi perhatian. Jika terjadi gangguan pada arus modal atau ketidakpastian eksternal meningkat, cadangan devisa berisiko kembali menurun dan membatasi ruang gerak bank sentral dalam menjaga stabilitas pasar.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Bank Sentral Turki tetap perlu berhati-hati dalam melanjutkan pelonggaran kebijakan sembari memastikan bahwa langkah-langkah pendukung lainnya terus diperkuat untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan stabilitas harga.
CNBC INDONESIA RESERACH
(evw/evw)