Asing Borong Saham Lagi, CDIA Beri Sinyal Bahaya: Bursa Jangan Euforia
- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam, IHSG dan nilai tukar rupiah mengalami penguatan sementara yield Obligasi 10 tahun RI justru kembali naik.
- Wall Street lagi-lagi ditutup beragam, Dow Jones melemah sementara S&P dan Nasdaq menguat
- Pasar keuangan hari ini memiliki potensi merespon beberapa faktor seperti kebijakan bank sentral Eropa,data ekonomi AS, tensi perdagangan internasional, hingga arus modal asing akan menjadi perhatian utama.
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup tidak senada pada perdagangan kemarin Kamis (23/7/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali naik senada dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang juga menguat, namun Surat Berharga Negara (SBN) terpantau melemah.
Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen baik dari luar negeri maupun dalam negeri pada Jumat (25/7/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan perdagangan kemarin Kamis (24/7/2025), kembali ditutup naik sebesar 0,83% ke posisi 7.530,90.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai sekitar Rp16,41 triliun dengan melibatkan 26,27 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,64 juta kali. Sebanyak 302 saham menguat, 308 saham melemah, dan 192 saham stagnan.
Dari sisi investor asing, terpantau kembali melakukan net buy sebesar Rp175,38 miliar di seluruh pasar.
Sebanyak enam dari sebelas sektor ditutup di zona hijau yang dipimpin oleh sektor keuangan yang naik 2,43%, dan diikuti sektor bahan baku naik 0,67%.
Di sisi lain, sektor properti berada di zona pelemahan dengan penurunan sebesar 1,56%, diikuti sektor utilitas turun 1,05% dan sektor energi yang turun 0,60%.
Melihat dari sisi emiten, perusahaan grup Sinar Mas, PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) menjadi penyumbang terbesar pada penguatan IHSG hari ini dengan menyumbang 25,13 indeks poin, diikuti oleh emiten perbankan yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang masing-masing menyumbang penguatan 24,72 indeks poin dan 10,50 indeks poin.
Sementara saham yang menjadi penghambat pergerakan IHSG kemarin yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebesar 3,79 indeks poin, dan diikuti oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) menyumbang 2,58 indeks poin.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau ditutup menguat.
Melansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat walaupun hanya naik 0,03% pada posisi Rp16.280/US$. Secara intraday rupiah sempat menguat 0,21% ke level Rp16,250/US$, namun pada akhirnya penguatan tersebut mesti berkurang hingga di penutupan.
Pergerakan nilai tukar rupiah pada perdagangan kemarin masih dipengaruhi oleh tren pelemahan indeks dolar AS (DXY), Sentimen negatif terhadap greenback muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan bank sentral AS The Federal Reserve (The FEd).
Trump dijadwalkan mengunjungi kantor pusat The Fed Kamis (24/7/2025) malam waktu setempat, di tengah kritik tajam yang terus Trump lontarkan terhadap Ketua The Fed Jerome Powell karena enggan memangkas suku bunga.
Kekhawatiran investor atas independensi bank sentral pun meningkat, apalagi setelah Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyerukan tinjauan ulang terhadap kinerja The Fed. Tak hanya itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick bahkan secara terbuka menyebut Powell harus diganti dan menuntut penurunan suku bunga.
Ketidakpastian arah kebijakan moneter AS ini menekan daya tarik dolar dan turut memberi tekanan terhadap rupiah.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Kamis (24/7/2025) imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau naik 0,29% menjadi 6,509%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan investor yang sedang keluar dari pasar SBN.
(evw/evw)