
Long Weekend Datang Saat Perang, Ini Bekal Cari Cuan Jelang Liburan

Pasar keuangan Indonesia akan mengakhiri perdagangan pekan ini pada hari ini sebelum libur panjang Tahun Baru Islam.
Dengan perdagangan yang pendek, investor tentu harus cermat mempertimbangkan segala sentimen penggerak pasar hari ini.
Sentimen pasar pada perdagangan hari ini tampaknya akan didominasi eksternal, mulai dari perang hingga pernyataan Chairman The Fed Jerome Powell.
Pasar akan merespon testimoni Jerome Powell selama dua hari di hadapan DPR, ditambah pelaku pasar akan menanti data lagi soal pertumbuhan ekonomi AS dan sejumlah data terkait pasar tenaga kerja.
Sementara itu, dari internal pelaku pasar mulai menyoroti kembali sederet pelonggaran kebijakan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang potensi mulai Juli 2025.
Berikut rincian sentimen yang akan berpengaruh pada perdagangan pasar hari ini :
Powell: Kenaikan Tarif Bisa Picu Inflasi Lebih Lama, The Fed Masih Tahan Suku Bunga
Ketua Federal Reserve Jerome Powell kembali memberikan testimoni di hadapan Kongres AS pada Selasa dan Rabu (24-25 Juni 2025) waktu setempat.
Agenda ini berlangsung selama dua hari, dengan Powell menyampaikan pandangan ekonomi dan kebijakan moneter di depan anggota DPR alu dilanjutkan bersama Senat.
Powell memperingatkan bahwa rencana tarif dagang yang digulirkan pemerintahan Trump berpotensi memicu inflasi yang lebih persisten, meski secara teori hanya berdampak satu kali pada harga.
Dalam rapat dengan panel Senat AS, Rabu waktu setempat, Powell menyatakan bank sentral masih berhati-hati dan belum siap menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Menurut Powell, tarif bukanlah hukum alam yang selalu berdampak sesaat. Ia menekankan perlunya waktu untuk menilai bagaimana lonjakan biaya impor akan memengaruhi harga-harga dan ekspektasi inflasi masyarakat.
"Kalau tarif dikenakan cepat dan selesai, bisa jadi dampaknya hanya satu kali. Tapi kalau tidak, ada risiko inflasi berkepanjangan," jelasnya.
Meski inflasi mulai melandai, The Fed memperkirakan tekanan harga akan kembali meningkat pada musim panas ini akibat tarif baru. Karena itu, Powell menegaskan bahwa bank sentral belum akan menurunkan suku bunga sebelum melihat dampak tarif secara lebih nyata.
"Kalau tekanan harga ternyata ringan, tentu ruang penurunan suku bunga terbuka," kata Powell. "Tapi kami tidak ingin terburu-buru."
Pernyataan Powell ini muncul di tengah tekanan politik, termasuk dari Presiden Donald Trump dan anggota parlemen Republik yang mendesak The Fed segera memangkas suku bunga. Trump bahkan mengkritik Powell sebagai sosok yang tidak sejalan dengan kebijakan dagang pemerintahannya.
Namun Powell menolak anggapan bahwa kebijakan moneter dipengaruhi kepentingan politik. Ia menekankan bahwa kenaikan tarif kali ini berbeda dari sebelumnya, karena dilakukan saat inflasi masih berada di atas target 2% The Fed dan belum ada preseden serupa dalam sejarah modern.
Sampai saat ini, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25% hingga 4,5% sejak Desember 2023. Proyeksi ekonomi terbaru menunjukkan adanya potensi dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini.
Namun, pandangan para pembuat kebijakan masih terbagi: sebagian mengkhawatirkan lonjakan harga akibat tarif, sementara lainnya meyakini dampaknya bisa mereda dengan cepat.
Pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga baru akan dilakukan pada September dan Desember, sementara pertemuan The Fed pada akhir Juli diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga di level saat ini.
NATO Setuju Naikkan Anggaran Pertahanan, Trump Ancam Spanyol dan Ditegur Macron
Dalam KTT NATO di Den Haag (25/6), Presiden AS Donald Trump berhasil mendorong kenaikan anggaran pertahanan, dengan dukungan penuh dari para pemimpin aliansi. Ia menyebut hasil KTT sebagai "kemenangan besar" dan berharap dana tambahan digunakan untuk membeli senjata buatan AS.
Namun, Trump mengancam Spanyol setelah Perdana Menteri Pedro Sanchez menolak target belanja baru sebesar 5% dari PDB. Ia memperingatkan bahwa ekonomi Spanyol bisa terdampak jika menolak patuh.
Meski begitu, NATO menegaskan kembali komitmen pada Pasal 5 tentang pertahanan kolektif, yang sempat dipertanyakan setelah komentar ambigu dari Trump. Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa ancaman tarif tinggi dari AS bisa merusak kerja sama NATO.
Sekjen NATO Mark Rutte menyebut aliansi kini lebih solid, meski target pengeluaran baru dinilai memberatkan, sekitar 5% dari PDB per negara dalam 10 tahun, ini dinilai sangat berat, terutama bagi negara Eropa yang sedang dalam tekanan fiskal.
BEI Segera Buka Kode Domisili, Kode Broker Menyusul
BEI berencana akan kembali membuka kode domisili investor domestik maupun asing. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengaku, rencana tersebut merupakan hasil diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Jadi hasil diskusi kita, kajian kita, terus dari teman-teman OJK juga memiliki pendapat gitu. Nah sementara itu kita buka kode domisili dulu," ujarnya di gedung BEI Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Menurutnya, rencana tersebut dapat meningkatkan likuiditas di pasar modal melalui transaksi perdagangan pada sesi II. Rencananya, kebijakan ini akan diterapkan pada kuartal III tahun ini.
Selain kode domisili, rencana-nya kode broker juga akan menyusul. BEI juga tengah mengkaji untuk menambah jam perdagangan lebih lama sekitar 1-2 jam dan ada wacana mengubah 1 lot menjadi 10 lembar dari yang berlaku saat ini 100 lembar.
Rencana Pajak E-Commerce
Pemerintah berencana menerapkan aturan baru terkait pajak untuk penjual. Kabarnya e-commerce akan diminta memotong pajak sebesar 0,5% untuk penjual dengan omzet Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.
Mengutip dua sumber, Reuters menuliskan kebijakan baru itu disebut untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu bertujuan menyamakan kedudukan dengan toko fisik.
Kabarnya aturan itu akan diumumkan paling cepat bulan depan. Reuters juga menyebutkan platform e-commerce menentang aturan itu karena meningkatkan biaya administrasi untuk penjual.
Subsidi Upah Mulai Disalurkan
Pemerintah mulai menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) tahun 2025 sebagai bagian dari program stimulus ekonomi nasional. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan, hingga 24 Juni 2025, sebanyak 2.450.068 pekerja atau buruh telah menerima bantuan ini langsung ke rekening masing-masing.
"Dari jumlah penerima BSU tahap 1 yang ditetapkan sebanyak 3.697.836 penerima, sudah tersalurkan ke rekening penerima sebanyak 2.450.068 orang, dan sisanya 1.247.768 masih dalam proses," ungkap Yassierli dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
SU merupakan salah satu dari lima program dalam paket stimulus ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II tahun 2025. Program ini menyasar 17 juta pekerja dengan besaran bantuan Rp300 ribu per bulan per pekerja, atau Rp600 ribu per pekerja yang dibayarkan sekaligus untuk dua bulan.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI mewanti-wanti besaran nominal Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang kembali digelontorkan pemerintah untuk periode Juni-Juli 2025 tak akan memberi efek menjaga daya beli masyarakat.
Dalam Labor Market Brief edisi Juni 2025 bertajuk "Bantuan Subsidi Upah (BSU) Setelah Lima Tahun: Masihkah Relevan? Bagaimana Seharusnya Ke Depan?" terungkap nominal BSU yang diberikan pemerintah tak sejalan dengan kenaikan biaya hidup masyarakat.
"Dari sisi real value, besaran manfaat BSU menunjukkan tren penurunan yang tidak sejalan dengan kenaikan biaya hidup," dikutip dari kajian LPEM FEB UI itu yang ditulis Muhammad Hanri dan Nia Kurnia Sholihah, Senin (16/6/2025).
Pada gelombang pertama (2020), penerima memperoleh Rp 600.000 per bulan selama empat bulan (total Rp 2,4 juta). Pada 2025, besaran manfaat yang diberikan hanya Rp 300.000 per bulan selama dua bulan (total Rp 600.000).
Sementara itu, inflasi terus terjadi selama lima tahun ini. Pada 2020, tekanan inflasi yang tergambar dari indeks harga konsumen (IHK) BPS sebesar 1,68% secara tahun berjalan (ytd). 2021 menjadi 1,87% ytd, 2022 sebesar 5,51% ytd, 2023 menjadi 2,61% ytd, dan pada 2024 sebesar 1,57% ytd.
"Selama periode yang sama, inflasi kumulatif, baik yang bersumber dari inflasi domestik maupun tekanan harga globalm telah menyebabkan daya beli riil dari manfaat BSU turun signifikan," tulis LPEM FEB UI dalam laporannya.
Tanpa mekanisme penyesuaian otomatis atau indeksasi terhadap inflasi atau upah minimum, LPEM FEB UI menganggap efektivitas BSU dalam menjaga daya beli penerima makin tergerus.
PHK Masih Tinggi
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri mengungkapkan, saat ini jumlah karyawan/ pekerja di Indonesia yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah berkisar 30.000-an orang.
"26.000 ya terakhir, ya sekitar 30.000-an per akhir Mei sampai minggu pertama Juni 2025," kata Indah kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Indah menjelaskan, saat ini data PHK sedang difinalisasi agar lebih valid dan akurat. Data tersebut dikonsolidasikan melalui Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatik) dan Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemnaker.
(tsn/tsn)