Newsletter

Israel vs Iran Siap Gencatan Senjata, The Fed & China Masih Buat Cemas

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
24 June 2025 06:10
Ilustrasi Wall Street. (AP/J. David Ake)
Foto: (AP/J. David Ake)

Dari bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street kompak menguat pada perdagangan Senin waktu AS atau Selasa dini hari waktu Indonesia (24/6/2025). Saham menguat karena investor merasa lega setelah respons Iran terhadap serangan AS selama akhir pekan ternyata lebih terkendali dari yang diperkirakan.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 374,96 poin atau 0,89% dan berakhir di 42.581,78.

Indeks S&P 500 menguat 0,96% dan ditutup pada 6.025,17, sementara Nasdaq Composite melonjak 0,94% dan menetap di 19.630,97.

Angkatan bersenjata Iran pada Senin mengatakan bahwa mereka telah menyerang pangkalan Amerika di Qatar setelah AS menyerang fasilitas nuklir Iran di Fordo, Isfahan, dan Natanz selama akhir pekan. Namun, serangan tersebut berhasil dicegat oleh Qatar dan tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

Hal ini memicu aksi jual di pasar minyak karena para pedagang memperkirakan pasokan minyak mentah tidak akan terganggu secara signifikan oleh konflik yang sedang berlangsung.

Kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari 7% dan menetap di $68,51 per barel. Pada perdagangan semalam, harga sempat menyentuh level tertinggi sejak Januari, di atas $78.

Tambahan tekanan pada harga minyak datang dari pernyataan Presiden Donald Trump. Dalam sebuah unggahan di Truth Social, ia menyebut bahwa "semua pihak" harus menjaga harga minyak tetap rendah, dan jika tidak, maka itu akan "menguntungkan pihak musuh."

"Pasar hanya peduli pada gangguan pasokan minyak. Jadi selama hal itu tidak terjadi, kita akan melihat pasar naik tajam," kata Jamie Cox, managing director di Harris Financial Group, kepada CNBC International.

"Terlepas dari apakah Presiden melebih-lebihkan efektivitas serangan tersebut atau tidak, program nuklir Iran telah mundur beberapa dekade." Imbuhnya,

Meski begitu, Iran masih berpotensi menargetkan pangkalan AS lainnya atau menutup Selat Hormuz, yang akan sangat mengganggu aliran minyak global.

Dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada Minggu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyerukan agar pemerintah China turun tangan untuk mencegah Iran menutup jalur perdagangan penting tersebut. Tiongkok tetap menjadi pelanggan utama minyak Iran.

"Meski Iran telah menggertak dengan ancaman menutup Selat Hormuz, para investor tidak terlalu panik akan terjadinya bencana di pasar minyak. Pandangan tenang ini memang tepat untuk saat ini," tulis Adam Crisafulli dari Vital Knowledge.

"Risiko geopolitik di Timur Tengah memang meningkat saat ini, tetapi kami tetap berpendapat bahwa ketimpangan ekstrem dalam konflik (dengan kemampuan militer Iran dan mitra proksinya yang jauh menurun), ditambah isolasi relatif Teheran (dengan sedikit, jika ada, sekutu yang mau membantunya), serta pasokan minyak global yang melimpah, akan membantu menahan dampak buruknya." ujarnya.

(tsn/tsn)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular