Newsletter

Bersiap Hadapi Badai: IHSG Rupiah Diuji Perang, Kongres China-The Fed

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
23 June 2025 06:10
Presiden AS Donald Trump berbicara saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan setelah pertemuan di Gedung Putih, di Washington, AS, 7 April 2025. (REUTERS/Kevin Mohatt)
Foto: Presiden AS Donald Trump berbicara saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan setelah pertemuan di Gedung Putih, di Washington, AS, 7 April 2025. (REUTERS/Kevin Mohatt)

Pelaku pasar pada pekan ini tampaknya masih akan dalam mode risk-off atau hati-hati, karena sejumlah kekhawatiran yang mencuat, terutama tensi geopolitik di Timur Tengah dan sejumlah rilis data ekonomi yang memperkuat sikap hawkish the Fed, belum lagi dalam negeri ada banyak ex-date dividen mempengaruhi aksi repatriasi berlanjut.

Berikut rincian beberapa sentimen yang akan mempengaruhi gerak IHSG - Rupiah hari ini :

AS Resmi Bergabung Israel Serang Iran

Presiden AS Donald Trump mengumumkan pasukan Amerika Serikat telah melancarkan serangan pada tiga lokasi nuklir di Iran, yakni di Fordow, Natanz, dan Isfahan, pada Sabtu malam (21/6/2025) Waktu setempat'

Dilansir dari Reuters, Trump menyebut militer AS menyerang tiga situs nuklir Iran tersebut dalam serangan yang "sangat sukses".

Trump telah mempertimbangkan serangan itu selama berhari-hari. Pesawat pembom B-2 Amerika digunakan dalam operasi akhir pekan itu.

Masuknya AS dalam konflik Israel-Iran ini membawa situasi geopolitik semakin memanas dan meluas. Keterlibatan AS bisa mengundang negara besar lain untuk terlibat mulai dari Rusia, China, hingga negara-negara Eropa.

Parlemen Iran Sepakat Blokade Selat Hormuz

Parlemen Iran menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz, jalur transit global yang sangat penting, sebagai respons atas serangan udara Amerika Serikat semalam terhadap situs nuklir Iran, demikian dilaporkan media pemerintah Iran pada Minggu.

Saluran milik negara, Press TV, melaporkan bahwa legislatif telah mencapai konsensus untuk menutup selat tersebut. Keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Selat ini, yang memisahkan Iran dan Oman, merupakan jalur utama bagi pengiriman minyak dari negara-negara di Teluk Persia.

Selat tersebut menghubungkan Teluk Persia dengan laut lepas dan menjadi salah satu titik tersumbat minyak paling kritis di dunia. 

Iran diketahui mengontrol dua jalur pelayaran strategis yang sangat penting bagi perdagangan minyak dunia, yaitu Selat Hormuz dan Laut Merah.

Selat Hormuz mengangkut sekitar 20% dari pasokan minyak dunia dan 30%-35% untuk LNG secara global. Sementara Laut Merah mengangkut sekitar 12% minyak dunia dan 6% LNG.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, pada hari Minggu menyerukan kepada China agar mencegah Iran menutup Selat Hormuz, salah satu jalur perdagangan paling penting di dunia untuk minyak mentah.

"Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka (Iran) soal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyak mereka," kata Rubio dalam wawancara dengan Fox News. T

China merupakan pelanggan minyak terpenting bagi Iran dan memiliki hubungan bersahabat dengan Republik Islam tersebut.

Menteri Luar Negeri Iran sebelumnya pada  Minggu memperingatkan bahwa Republik Islam tersebut "menyimpan semua opsi untuk mempertahankan kedaulatannya" setelah AS membombardir tiga situs nuklir utama Iran selama akhir pekan.

Harga Minyak Bisa Terbang


Sebagaimana diketahui, perdagangan di Laut Merah juga ada gangguan karena kelompok Houthi dari Yaman yang menargetkan kapal dari Israel.

Kekhawatiran semakin diperparah karena Iran semalam menyatakan secara resmi memblokir selat Hormuz. Macquaite memproyeksikan harga minyak bisa sampai US$ 240 per barel, dengan asumsi 15 juta barel minyak per hari terganggu.

Sementara itu, Bloomberg memproyeksi harga minyak bisa tembus US$ 130 per barel dan mengimplikasi inflasi AS memanas sampai 3,9% secara tahunan (yoy).

Goldman Sachs dan perusahaan konsultan Rapidan Energy.Harga minyak bisa melonjak di atas US$$100 per barel jika selat itu ditutup dalam waktu lama. 

Kenaikan harga minyak bisa berdampak luas terhadap inflasi global. Inflasi yang semakin memanas ini cukup dikhawatirkan karena bisa menunda prospek penurunan suku bunga dan membawa efek suku bunga tinggi bertahan lebih lama.

Outloook ekonomi akan kembali risk off dan perhatian akan beralih ke aset yang sensitif terhadap sektor energi dan komoditas, serta aset untuk safe haven seperti emas.

Harga minyak dunia sudah terbang 11% sejak perang Iran vs Israel meletus pada 13 Juni 2025.

Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bisa menjadi dua sisi yang menguntungkan dan bisa merugikan.

Lonjakan harga minyak ini akan menjadi abar baik bagi emiten minyak seperti PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).

Bagi pemerintah, kenaikan harga minyak bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kenaikan harga minyak akan mengerek penerimaan negara dari sektor migas. Namun, lonjakan harga minyak juga bisa membebani subsidi BBM sehingga belanja negara membengkak.

Menanti Seputar Data Ekonomi AS & Pidato Powell

Selain mencermati konflik geopolitik di Timur Tengah yang memanas setelah AS ikut campur. Dari negeri Paman Sam juga punya banyak agenda penting pekan depan, mulai dari rilis data ekonomi, jadwal Federal Reserve (The Fed), hingga laporan keuangan dari sejumlah emiten besar.

Dari sisi data ekonomi, perhatian utama akan tertuju pada data Core PCE (Personal Consumption Expenditures) bulan Mei, yang merupakan indikator inflasi favorit The Fed. Data PCE akan dikeluarkan pada Kamis (26/6/2025).

Jika data inflasi AS (Core PCE) masih tinggi, bisa memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, yang biasanya membuat investor asing cenderung keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain itu, pemerintah AS juga akan merilis estimasi ketiga untuk pertumbuhan GDP kuartal I/2025 pada Kamis (26/6/2025).

Selain data ekonomi, dunia juga menunggu pidato Chairman The Fed Jerome Powell di hadapan senat. Pernyataan Jerome Powell juga ditunggu pasar, karena ia dijadwalkan menyampaikan laporan kebijakan moneter setengah tahunan ke DPR dan Senat AS pada Selasa dan Rabu.

Powell akan menyampaikan Laporan Kebijakan Moneter Semesteran kepada Kongres di hadapan U.S. House Financial Services Committee pada Selasa (24/6/2025).

Besoknya pada Rabu, Powell akan menyampaikan hal yang sama di hadapan U.S. Senate Committee on Banking, Housing, and Urban Affairs.

Pidato Powell ini sangat ditunggu setelah memanasnya kondisi Timur Tengah. The Fed dalam keputusannya pekan lalu memilih untuk mempertahankan suku bunga. Namun, The Fed justru semakin pesimis terhadap laju pemangkasan suku bunga ke depan.

Kongres Partai China

Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC Standing Committee) akan menggelar pertemuan pada 24 hingga 27 Juni 2025. Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC Standing Committee) adalah badan legislatif tertinggi dan permanen di Tiongkok saat Kongres Rakyat Nasional (NPC) tidak sedang bersidang.

Pertemuan ini sangat penting karena beberapa alasan strategis dan ekonomis, terutama dalam konteks geopolitik dan dinamika ekonomi global saat ini. Para pembuat kebijakan diperkirakan akan membahas undang-undang anti-monopoli, serta kemungkinan respons terhadap tarif baru AS dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

Pertemuan ini dipandang sebagai forum utama di mana para pembuat kebijakan China membahas dan menyusun langkah strategis terhadap tarif tambahan yang diberlakukan AS pada 2025. Ini sangat relevan mengingat ketegangan dagang AS-Tiongkok kembali meningkat, dan kebijakan yang lahir dari pertemuan ini bisa berdampak pada perdagangan global.

Pertemuan NPC Standing Committee juga sering menjadi ajang untuk menetapkan atau mengisyaratkan arah kebijakan makroekonomi, termasuk stimulus fiskal, investasi infrastruktur, reformasi struktural, dan langkah-langkah mendukung industri teknologi dalam negeri di tengah tekanan eksternal.

Data Ekonomi Eropa


Di Eropa, investor akan memantau dengan cermat data awal PMI untuk negara-negara utama, dengan ekspektasi bahwa kontraksi manufaktur Zona Euro akan semakin mereda mendekati netral, dan sektor jasa akan kembali mencatat ekspansi.

Di Jerman, sentimen diperkirakan membaik, dengan GfK Consumer Climate Indicator diprediksi naik untuk bulan keempat berturut-turut dan Ifo Business Climate mencapai level tertinggi dalam 12 bulan, menandai kenaikan selama enam bulan berturut-turut.

Data inflasi dari Prancis dan Spanyol juga akan menjadi fokus; inflasi tahunan Spanyol diperkirakan stabil di 2%, sesuai target ECB, sementara harga di Prancis diperkirakan naik 0,2% dari bulan sebelumnya.

Di Inggris, perhatian akan tertuju pada data final PDB kuartal I, survei tren industri dan perdagangan distributif CBI, serta data neraca berjalan, di samping data PMI. Data tambahan mencakup pendaftaran mobil baru di Zona Euro, sentimen bisnis, dan indikator konsumen serta bisnis dari Turki, Prancis, Italia, dan Spanyol, serta angka pengangguran Prancis.

Perkembangan Uang Beredar Mei 2025

Bank Indonesia akan mengumumkan data uang beredar pada Mei 2025. Data ini akan menjadi cerminan seberapa kuat konsumsi, kredit, dan dana pihak pada Mei atau sebulan setelah Lebaran Idul Fitri.

Sebagai catatan, uang beredar (M2) pada April 2025 sebesar 5,2% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,1% (yoy) sehingga tercatat Rp9.390,0 triliun. Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,0% (yoy) dan uang kuasi sebesar 2,4% (yoy).

Perkembangan M2 pada April 2025 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus). Penyaluran kredit pada April 2025 tumbuh sebesar 8,5% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 8,7% (yoy).

Awas Dividen Trap, Hari Ini Ada Ex-date Dividen ANTM - PTBA

Pada Senin hari ini (23/6/2025) dari korporasi akan ada ex-date dividen dari 17 emiten, termasuk ada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sampai PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

PTBA yang merupakan emiten batu bara pelat merah cukup terkenal membagi dividen royal dan cuan tebal.

Berdasarkan cum date Jumat pekan lalu, emiten ini memberikan yield lebih dari 11%.

Pelaku pasar patut mengantisipasi adanya efek penurunan harga tajam pada ex date hari ini dari emiten-emiten yang membagikan dividen dengan imbal hasil tinggi, termasuk dari PTBA ini.

Berikut beberapa emiten yang mengalami cum date Jumat pekan lalu dan hitungan imbal hasil-nya :

BEI Bakal Buka Kode Domisili Juli 2025

Meskipun banyak kabar buruk dari eksternal dan periode ex-date dividen yang membuat pasar rawan goyang, dari regulator ada kabar baik dari prospek dibuka kembali kode domisili pada Juli 2025 mendatang.

Kode domisili sebelumnya sudah ditutup sejak Juni 2022 secara real time, tetapi akan kembali dibuka secara parsial pada akhir sesi I perdagangan.

Sebelumnya, selama tiga tahun ini pelaku pasar hanya bisa melihat data ini setelah closing pasar seharian alias pada sore hari. Dengan dibukanya lebih cepat pada sesi I, akan memberikan dampak positif bagi trader bisa mencermati aliran dana lebih cepat dari investor asing atau lokal pada suatu saham tertentu.

Harapannya, ini juga meningkatkan transparansi dan likuiditas di pasar. Selain kode domisili yang dibuka di akhir sesi I, kode broker juga akan segera menyusul, serta akan ada kemungkinan untuk dikaji kembali penurunan jumlah lot saham yang saat ini masih mengindikasikan 100 lembar saham untuk tiap lot-nya.

 

(tsn/tsn)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular