Newsletter

Awas! "Badai" Baru Datang dari AS Saat RI Pesta Pemangkasan Suku Bunga

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
22 May 2025 06:15
Bendera Amerika Serikat
Foto: Ilustrasi Trading (Stok Market)
  • Pasar keuangan RI kompak hijau kemarin usai Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan.
  • Wall Street ambruk seiring dengan melonjaknya imbal hasil US Treasury
  • Sentimen pasar hari ini masih akan dipengaruhi dari internal, seperti merespon efek lanjutan dari penurunan BI rate hingga lonjakan imbal hasil US Treasury.

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan pasar keuangan Tanah Air pada kemarin Rabu (21/5/2025) kompak hijau setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan.

Pasar keuangan Indonesia dihadapkan pada tantangan besar pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan Indonesia bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin berakhir di posisi 7.142,46. Dalam sehari menguat 0,67%. Penguatan ini menghapus koreksi yang terjadi sehari sebelumnya sebesar 0,65%.

Nilai transaksi yang terjadi sepanjang perdagangan kemarin mencapai Rp15,48 triliun yang melibatkan 26,64 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 1,38 juta frekuensi. Adapun 349 saham menguat, 270 saham melemah, dan 190 saham tidak berubah atau stagnan.

Mayoritas sektor menghijau, kecuali energi yang turun tipis 0,01%, sektor industri turun 0,45%, dan teknologi yang turun lebih dalam sampai 2,35%.

Sementara itu, sektor yang menguat, secara berurutan dari yang paling tinggi ada sektor basic melonjak 2,29%, consumer nonsiklikal mendaki 1,29%, consumer siklikal menguat 1,10%, sektor kesehatan naik 1,5%.

Lalu sektor keuangan bertambah 0,69%, sektor properti lompat 1,33%, sektor infrastruktur menguat 1,24%, dan sektor transportasi naik 1,01%.

Adapun asing terpantau kembali mencatat net buy lagi kemarin mencapai Rp992,61 miliar di pasar reguler. Nilai ini cukup besar dan semakin menambah ramai perdagangan pasar saham kemarin.

Beralih ke nilai tukar, rupiah terpantau bertahan di zona positif dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Merujuk data Refinitiv, mata uang Garuda berakhir di posisi Rp16.390/US$, menguat 0,12% dalam sehari, menandai penguatan selama lima hari beruntun.

Pergerakan rupiah terbilang stabil dalam beberapa hari ini telah berhasil membuka ruang BI memangkas suku bunga.

 Kemarin BI rate tercatat turun sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,75% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,25%.

 Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025) menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali pada 2,5% plus minus 1%, mempertahankan niali tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"BI akan menjaga inflasi dalam sasaran dan nilai tukar rupiah sesuai fundamental mencermati kondisi terkini serta mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi," kata Perry.

Seiring dengan rupiah yang menguat, pasar obligasi juga bertahan di zona hijau. Melansir data Refinitiv, yield obligasi acuan RI tenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 2 basis poin (bps) dalam sehari ke posisi 6,81%. Yield obligasi ini sudah turun empat hari beruntun.

Perlu dipahami bahwa, pergerakan yield dan harga dalam obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield turun, ini semakin menunjukkan bahwa harga sedang dalam tren naik yang artinya investor sedang mengakumulasi obligasi RI.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ambruk berjamaah pada perdagangan Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Bursa jatuh sejalan dengan melonjaknya imbal hasil surat utang pemerintah AS atau US Treasury.

Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 816,80 poin atau 1,91% ke level 41.860,44. Indeks S&P 500 turun 1,61% menjadi 5.844,61 sementara indeks Nasdaq jatuh 1,41% ke posisi 18.872,64.

Saham-saham Wall Street jatuh tertekan oleh lonjakan tajam imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) seiring ksejalekhawatiran para pelaku pasar bahwa Rancangan Undang-Undan (RUU) anggaran baru AS akan semakin memperburuk defisit negara yang sudah sangat besar.

Imbal hasil atau yield obligasi 30 tahun terakhir tercatat di kisaran 5,09%, menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2023. Sementara itu, imbal hasil obligasi acuan 10 tahun naik ke 4,59%.

Obligasi berdurasi panjang mengalami tekanan jual karena pelaku pasar khawatir bahwa RUU anggaran baru akan memperburuk defisit fiskal AS. RUU tersebut diperkirakan akan lolos setelah tercapainya kompromi antara anggota parlemen terkait pengurangan pajak negara bagian dan lokal (SALT) menjelang tenggat waktu dari Ketua DPR Mike Johnson pada libur Memorial Day.

 

Yield naik lebih tajam lagi setelah lelang obligasi 20 tahun pada Rabu sore hari berjalan lemah, memicu kekhawatiran bahwa investor mulai kehilangan minat untuk membiayai defisit AS.

"Pertanyaannya sekarang adalah, dari perspektif fiskal, seperti apa bentuk RUU pajak yang akan diajukan, dan apakah itu akan menghapus seluruh upaya penghematan fiskal belakangan ini hanya dengan memperlambat laju kenaikan utang?" ujar Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi di CFRA Research, kepada CNBC International.

"Jadi saya rasa itulah alasan yield obligasi 10 tahun terus naik karena investor khawatir bahwa kita sebenarnya tidak melakukan apa-apa untuk memperlambat laju inflasi dan mengurangi utang." Imbuhnya.

Dia menambahkan tampaknya kemungkinan RUU pajak akan disahkan menjadi lebih besar, dan itu bisa saja berarti utang keseluruhan terus naik tanpa pembenahan struktural.

Lonjakan Yield Treasury karena Kekhawatiran Tarif Trump

Imbal hasil obligasi pemerintah AS melonjak tajam bulan lalu karena kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif Presiden Donald Trump, yang mengikis kepercayaan investor terhadap status safe haven dari utang pemerintah AS.

Pada April 2025, yield obligasi 10 tahun berayun dari di bawah 3,9% ke atas 4,5% hanya dalam hitungan hari.

Yield kemudian sedikit mereda setelah Trump mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif tersebut.

Saham Nike Jatuh

Saham Nike turun lebih dari 4% menjelang penutupan pasar setelah laporan mengungkapkan bahwa beberapa sepatu termahal perusahaan akan mengalami kenaikan harga.

Seperti banyak perusahaan alas kaki lainnya, Nike sedang menghadapi tantangan dalam menyiasati dampak tarif perdagangan. Menurut laporan dari WWD, Nike berencana untuk menaikkan harga beberapa produk tertentu sebesar $2 hingga $10, mulai Juni.

Namun, harga untuk produk anak-anak dan lini Jordan tidak akan mengalami perubahan.

UnitedHealth: Menjadi saham dengan kinerja terburuk di indeks Dow, turun 5,8% setelah mendapat penurunan peringkat dari HSB.

Apple dan Amazon juga mencatat penurunan masing-masing 2,3$ dan 1,4% seiring kenaikan suku bunga yang menekan saham-saham teknologi besar.

Perdagangan pasar keuangan Tanah Air pada hari ini diwarnai sentimen positif setelah Bank Indonesia memangkas suku bunga kemarin. Namun, lonjakan imbal hasil US Treasury di AS serta kekhawatiran global mengenai defisit pemerintah bisa menjadi "badai' baru yang menguncang rupiah, saham, hingga SBN,

Pelaku pasar juga masih akan memantau data dari internal terkait neraca transaksi berjalan dan data eksternal, terutama dari AS terkait data penambahan klaim pengangguran secara mingguan.

Berikut rincian sentimen yang mempengaruhi pasar hari ini :

Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga

Bank Indonesia (BI) akhirnya memangkas suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,75% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025) menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali pada 2,5% plus minus 1%, mempertahankan niali tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"BI akan menjaga inflasi dalam sasaran dan nilai tukar rupiah sesuai fundamental mencermati kondisi terkini serta mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi," kata Perry.

Perbankan, kata Perry akan didorong untuk menyalurkan kredit lebih tinggi agar ekonomi mampu tumbuh ke depannya.

Keputusan suku bunga yang diturunkan ini membawa harapan pergerakan pasar keuangan Tanah Air lebih bergairah, karena suku bunga turun bisa memicu likuiditas lebih banyak seiring sikap pelaku pasar yang lebih berani menempatkan dananya di aset yang lebih berisiko, seperti saham.

Banyak emiten yang juga akan diuntungkan dari pemangkasan suku bunga mulai dari sektor perbankan, properti, pembiayaan, consumer goods, hingga teknologi.

Meski begitu, ada kekhawatiran soal prospek rupiah ke depan lantaran the Fed diperkirakan tetap mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, setidaknya sampai September. Meski demikian, sejauh ini rupiah masih stabil di hadapan dolar AS seiring dengan dana asing yang kembali masuk dan keputusan Moody's menurunkan peringkat kredit AS membuat kekuatan the greenback melemah.

Menanti Data Neraca Transaksi Berjalan

Pelaku pasar pada hari ini juga menanti data lagi dari internal terkait neraca transaksi berjalan atau current account untuk periode kuartal pertama tahun ini.

Menurut tradingeconomics, neraca transaksi berjalan Indonesia per kuartal I/2025 akan mengalami defisit yang lebih lebar menjadi US$ 1,2 miliar, dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$ 1,15 miiar.

Data transaksi berjalan ini cukup penting diperhatikan karena memberikan cerminan daya saing internasional, kemampuan membayar utang luar negeri, dan mendukung gambaran lebih lanjut tentang kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Sebagai catatan, defisit transaksi berjalan pada kuartal terakhir tahun lalu menandai defisit selama tujuh kuartal beruntun dan setara dengan 0,3% dari PDB.

Defisit pendapatan primer sedikit menurun menjadi US$ 9,01 miliar dari US$ 9,26 miliar setahun sebelumnya, sementara defisit neraca jasa melebar menjadi US$ 5,19 miliar dari US$ 4,77 miliar.

Sementara itu, surplus neraca perdagangan hampir tidak berubah di angka US$11,34 miliar, dibandingkan US$ 11,39 miliar pada tahun sebelumnya, dan surplus pendapatan sekunder naik menjadi US$ 1,72 miliar dari sebelumnya US$1,25 miliar.

Adapun sepanjang 2024, defisit transaksi berjalan melebar tajam menjadi US$ 8,86 miliar (0,6% dari PDB) dari US$ 2,04 miliar (0,1% dari PDB) pada 2023, akibat penurunan surplus perdagangan di tengah lemahnya permintaan luar negeri, sementara permintaan domestik tetap kuat. Namun, angka tersebut masih berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia, yaitu antara 0,1% hingga 0,9%.

Menanti Data Klaim Pengangguran Mingguan

Beralih ke data eksternal, dari negeri Paman Sam pada besok malam akan data rilis penambahan data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 17 Mei 2025.

Mengutip data dari laman penghimpun data, tradingeconomics, klaim pengangguran mingguan AS diprediksi bisa bertambah 230.000, lebih banyak dari minggu sebelumnya yang bertambah 229.000.

Jika klaim pengangguran naik, bagi pasar tenaga kerja ini memang akan buruk. Namun, ini bisa menjadi sinyal bagi prospek penurunan suku bunga the Fed, terutama setelah kuartal pertama tahun ini ekonomi AS mengalami kontraksi.

 

Imbal Hasil US Treasury Melonjak Karena Beban Utang Trump

Imbal hasil US Treasury terus melonjak karena aksi jual besar-besaran. Imbal hasil atau yield obligasi 30 tahun ditutup di 4,967% setelah sempat menyentuh 5,09% pada perdagangan kemarin, Ini adalah level tertinggi sejak Oktober 2023. Sementara itu, imbal hasil obligasi acuan 10 tahun naik ke 4,59%.

Tekanan jual besar-besaran di pasar obligasi pemerintah AS saat ini didorong oleh kombinasi masalah struktural dan kekhawatiran ekonomi makro.

Yield obligasi US Treasury terban karena investor khawatir bahwa RUU pajak baru di AS dapat memperburuk defisit anggaran negara. Risiko ini juga menjadi sorotan dalam penurunan peringkat kredit AS oleh Moody's pada akhir pekan lalu.

Investor yang sensitif terhadap harga seperti hedge fund dan reksa dana saat ini mendominasi pasar obligasi, menggantikan peran pembeli yang kurang sensitif terhadap harga seperti bank sentral. Hal ini membuat pergerakan harga obligasi menjadi jauh lebih volatile (berfluktuasi tajam).

Dari sisi ekonomi, RUU pajak dan pengeluaran yang diajukan Presiden Donald Trump terus bergerak maju. RUU ini diperkirakan akan menambah utang pemerintah sebesar $3,3 triliun hingga 2034.

"Kami cukup terkejut dengan pola front-loading utangnya. Yang paling mencolok adalah tidak ada pemotongan belanja pemerintah sama sekali."," kata Tony Rodriguez, Kepala Strategi Pendapatan Tetap di Nuveen, kepada Barron's.

Lebih banyak utang adalah mimpi buruk bagi investor obligasi, karena itu dapat mengancam kemampuan pemerintah untuk melunasi kewajibannya di masa depan.

Tarif impor juga menjadi sumber tekanan tambahan. Tarif ini diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS, yang secara teori seharusnya mendorong investor untuk membeli obligasi (karena mencari keamanan), sehingga menurunkan yield. Namun, ekonomi yang melambat juga bisa menurunkan penerimaan pajak, yang pada akhirnya menambah beban utang pemerintah.

Penerimaan dari pajak impor yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan AS hanya sedikit mengimbangi peningkatan utang ini.

Kurangnya minat terhadap US Treasury menjadi salah satu penyebab tingginya imbal hasi.

Lelang obligasi 20 tahun yang diadakan pukul 1 siang waktu ET berlangsung kurang menggembirakan, menjadi pemicu kenaikan yield ke level tertinggi sesi perdagangan.

Kekhawatiran utama adalah bahwa minat beli investor terhadap obligasi Treasury AS mulai mengering karena pasokan utang baru yang terus meningkat untuk membiayai kebutuhan negara.


Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Neraca transaksi berjalan Indonesia

  • Bincan-bincang mengenai kripto bersama Oscar Darmawan (INDODAX), Andreas Tobing (Crypto Investor), dan Andy Lynn (Crypstocks).

  • Launcing Program Jaksa Mandiri Pangan berkolaborasi dengan PT Pupuk Indonesia (Persero)

  • Living Lab Ventures (LLV) menggelar Living Lab Ventures Media Briefing and Investment Outlook 2025, bertema "Driving Economic Creation and Global Partnerships"

  • PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tahun 2025.

  • Klaim pengangguran mingguan AS

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Ex date dividen SGRO, RALS, dan ALII

  • Hari terakhir offering tender offer RONY

  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) AMRT, FWCT, DOID, SKBM, PNGO, BOBA, EKAD, ELSA, ANJT, MAIN, WSBP, CMNP, MDKI, LOPI, BOLA, KLBF, VICI, KBMS, MIDI, TRIO, BJTM, AADI, GRPM, DNAR, GLOB, DPUN, dan INAF

  • Public Excpose AMRT, BOLA, DNAR, EKAD, GLOB, GRPM, GUNA, LOPI, MAIN, MIDI, SKBM, dan, TRIO

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular