
Banjir Sentimen Positif: Badai Mulai Berlalu, RI Bersiap Pesta

Pasar keuangan Tanah Air baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah kini siap kembali diperdagangankan usai libur pada hari 11-12 Mei 2025. Meskipun hanya tiga hari perdagangan, pasar optimis jika pasar keuangan akan kembali berpesta usai banyaknya kabar-kabar baik yang hadir saat pasar keuangan Tanah Air tengah libur panjang.
Sejumlah sentimen dalam negeri akan menggerakkan pasar saham dan rupiah, mulai dari rilis data penjualan ritel dan neraca dagang Indonesia.
Mengawali perdagangan di pekan ini, investor mendapat angin segar karena banyaknya kabar baik. Di antaranya adalah meredanya perang dagang China-AS, melandainya inflasi AS, serta optimisme akan masuknya inflow ke pasar saham, rupiah, dan SBN.
Berikut beberapa sentimen pasar hari ini:
Perang Tarif AS-China Mereda
Perang dagang berkepanjangan antara Amerika Serikat (AS) dan China akhirnya sedikit mereda setelah kedua negara sepakat memangkas tarif impor secara signifikan. Kesepakatan ini mengejutkan banyak pihak karena hasilnya lebih baik dari perkiraan.
Dalam kesepakatan yang dibuat pada Senin (12/5), tarif AS terhadap produk China dipangkas dari 145% menjadi 30%, dan tarif China terhadap produk AS turun dari 125% menjadi 10% selama 90 hari ke depan.
Presiden AS Donald Trump memuji perjanjian tersebut sebagai bukti bahwa strategi tarif agresifnya membuahkan hasil, setelah AS membuat perjanjian awal dengan Inggris dan sekarang dengan China.
"Mereka telah setuju untuk membuka China sepenuhnya, dan saya pikir ini akan menjadi fantastis bagi China, saya pikir ini akan menjadi fantastis bagi kita," kata Trump di Gedung Putih, dikutip dari Reuters, Selasa (13/4/2025).
Trump juga menyebut bahwa kesepakatan ini adalah "langkah awal" menuju keadilan dagang jangka panjang.
Namun demikian, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, mengatakan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengatur ulang hubungan perdagangan Washington dengan Beijing.
Meredanya perang dagang ini akan menjadi sentimen penggerak utama karena ketidakpastian dan kekhawatiran pasar selama ini akan berkurang. Dengan meredanya perang dagang maka ekonomi China, dunia, dan Indonesia bisa beregrak lebih baik.
Kekhawatiran soal arus dana asing keluar juga mereda dan sebaliknya dana asing diharapkan segera masuk.
Perang India-Pakistan Ikut Mereda
Ketegangan antara India dan Pakistan yang sebelumnya pecah akhirnya mulai mereda dan keduanya resmi melakukan gencatan senjata terkait ketegangan di Kashmir, Minggu (11/5/2025).
Pejabat militer dari India dan Pakistan baru-baru ini melakukan pertemuan untuk membahas langkah lanjutan terkait situasi keamanan di sepanjang perbatasan kedua negara. Pertemuan ini menjadi sinyal positif di tengah hubungan yang sering kali diwarnai ketegangan.
Namun dalam beberapa waktu terakhir sejak gencatan senjata, justru diwarnai oleh pelanggaran di mana penembakan besar-besaran Pakistan berlanjut beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata.
Perlu diketahui, gencatan senjata terjadi antara India dan Pakistan dengan campur tangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump Sabtu lalu.
Militer India mengirim pesan ke Pakistan pada Minggu kemarin tentang pelanggaran gencatan senjata pada hari sebelumnya, yang menandai niat New Delhi untuk menanggapi insiden serupa lebih lanjut.
Namun, seorang juru bicara militer Pakistan membantah adanya pelanggaran gencatan senjata tersebut. Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu lalu, kementerian luar negeri India mengatakan direktur jenderal operasi militer kedua belah pihak akan berbicara satu sama lain pada Senin pukul 12.00 waktu setempat.
Kedua negara yang memang sudah lama berkonflik tersebut telah menyerang instalasi militer satu sama lain dengan rudal dan pesawat tak berawak, menewaskan puluhan warga sipil saat hubungan memburuk setelah India menyalahkan Pakistan atas serangan yang menewaskan 26 wisatawan.
Pakistan membantah tuduhan tersebut dan menyerukan penyelidikan yang netral.
India mengatakan pihaknya melancarkan serangan terhadap sembilan lokasi "infrastruktur teroris" di Pakistan dan Kashmir Pakistan pada Rabu lalu. Tetapi Islamabad mengatakan itu adalah lokasi sipil.
Meredanya perang India dan Pakistan akan menjadi kabar baik karen satu lagi kekhawatiran pasar akan mereda.
Penjualan Ritel Indonesia
Pada hari ini, Rabu (14/5/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data penjualan ritel Indonesia periode Maret 2025. Sebelumnya, penjualan ritel di Indonesia meningkat sebesar 2,0% secara tahunan pada Februari 2025, meningkat tajam dari posisi terendah sembilan di Januari sebesar 0,5%, menandai bulan kesepuluh berturut-turut ekspansi dalam perdagangan ritel.
Pembacaan terbaru ini juga menandai laju tercepat sejak September lalu, terutama didorong oleh lonjakan penjualan suku cadang dan aksesori otomotif (16,1% vs 15,2% di Januari). Pada saat yang sama, omset tumbuh lebih cepat untuk barang budaya dan rekreasi (7,5% vs 1,9%) dan makanan (1,8% vs 0,9%), sementara pulih dalam pakaian (4,9% vs -5,8%) dan bahan bakar (3,3% vs -1,4%). Selain itu, penjualan turun lebih sedikit untuk informasi dan komunikasi (-2,3% vs -3,4%) dan peralatan rumah tangga (-4,2% vs -9,1%). Penjualan ritel diperkirakan akan naik sebesar 0,5% pada bulan Maret. Secara bulanan, penjualan ritel naik sebesar 3,3% pada Februari, pulih dari penurunan 4,7% di Januari.
Inflasi AS Melandai
Tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) secara tahunan (yoy) mencapai 2,3% pada April, lebih rendah dari yang diharapkan dan terendah sejak 2021.
Inflasi sedikit lebih rendah dari yang diharapkan pada bulan April karena tarif Presiden Trump baru saja mulai menghantam ekonomi AS yang melambat, menurut laporan Departemen Tenaga Kerja pada hari Selasa.
Indeks harga konsumen, yang mengukur biaya untuk berbagai macam barang dan jasa, naik 0,2% yang disesuaikan secara musiman untuk bulan tersebut, menjadikan tingkat inflasi 12 bulan pada 2,3%, terendah sejak Februari 2021, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja. Pembacaan bulanan sejalan dengan estimasi konsensus Dow Jones sementara 12 bulan sedikit di bawah perkiraan sebesar 2,4%.
Tidak termasuk harga pangan dan energi yang bergejolak, CPI inti juga meningkat 0,2% untuk bulan tersebut, sementara level tahun ke tahun adalah 2,8%. Perkiraannya masing-masing adalah 0,3% dan 2,8%.
Angka bulanan sedikit lebih tinggi daripada bulan Maret meskipun kenaikan harga masih jauh dari level tertingginya tiga tahun lalu.
Meskipun angkai inflasi bulan April relatif jinak, tarif Trump tetap menjadi faktor yang tidak menentu dalam gambaran inflasi, tergantung pada arah negosiasi antara sekarang dan musim panas.
Dalam pengumuman "Hari Pembebasan" yang sangat ditunggu-tunggu, Trump mengenakan bea masuk 10% pada semua impor AS dan mengatakan bahwa ia bermaksud untuk mengenakan tarif timbal balik tambahan pada mitra dagang. Namun, baru-baru ini, Trump telah menarik kembali posisinya, dengan perkembangan paling dramatis adalah penangguhan tarif agresif selama 90 hari terhadap China sementara kedua belah pihak memasuki negosiasi lebih lanjut.
Pasar memperkirakan pelunakan posisi presiden akan menyebabkan berkurangnya peluang pemotongan suku bunga tahun ini. Para pedagang telah memperkirakan The Federal Reserve (The Fed) akan mulai melonggarkan kebijakan pada bulan Juni, dengan setidaknya tiga pengurangan total kemungkinan tahun ini.
Sejak perkembangan di China, pasar telah menunda pemangkasan pertama hingga September, dengan kemungkinan hanya dua kali pemangkasan tahun ini karena bank sentral merasa tekanan untuk mendukung ekonomi berkurang dan inflasi telah bertahan di atas target 2% The Fed selama lebih dari empat tahun.
The Fed lebih mengandalkan pengukur inflasi Departemen Perdagangan untuk membuat kebijakan, meskipun CPI masuk dalam indeks tersebut. Pada hari Kamis, BLS akan merilis pembacaan April tentang harga produsen, yang dipandang lebih sebagai indikator utama inflasi.
Selain hari ini, berikut sentimen pasar untuk satu pekan ke depan:
Neraca Dagang Indonesia
Pada Kamis (15/5/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca dagang untuk periode April 2025. Sebelumnya, neraca dagang kita mengalami kontraksi, tetapi masih dalam posisi surplus per Maret 2025.
Surplus ini lebih tinggi dibandingkan Februari sebesar US$ 3,12 miliar. Ini adalah surplus ke-59 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan ekspor pada Maret 2025 hingga mencapai US$23,25 miliar dipicu oleh ekspor minyak dan gas. Sementara itu, impor hanya mencapai US$18,92 miliar, naik tipis 0,38% dibandingkan Februari 2025.
Meskipun surplus, neraca perdagangan sektor migas masih tercatat defisit senilai US$ 1,67 miliar. Defisit ini disumbang oleh hasil minyak dan minyak mentah.
Neraca perdagangan April 2025 akan menjadi data yang sangat penting karena akan mencerminkan perang dagang. Seperti diketahui, Presiden Trump mengumumkan tarif resiprokal ke puluhan negara dan 10% ke seluruh negara pada 2 April 2025. Artinya, dampak perang Trump akan tercermin pada April.
Update Data Tenaga Kerja AS
Berlanjut pada Kamis (15/5/2025), ada data rutin yang dirilis tiap minggu yakni update pertambahan klaim pengangguran.
Klaim pengangguran juga cukup penting dicermati untuk menilai bagaimana kondisi pasar tenaga kerja terkini. Mengutip laman penghimpun data Trading Economics, klaim pengangguran untuk periode sepekan yang berakhir 10 Mei 2025 diperkirakan bertambah lebih banyak 230.000 dari minggu sebelumnya sebanyak 228.000.
Jika data ini naik lebih tinggi dari ekspektasi, ada potensi kondisi pasar tenaga kerja memanas yang bisa meningkatkan angka pengangguran.
Dari sisi ketenagakerjaan, ini bisa menjadi hal buruk. Tapi bagi prospek penurunan suku bunga bisa menjadi satu hal positif. Karena banyak penganggguran artinya ekonomi bisa melambat yang akan memicu bank untuk memangkas suku bunga guna memacu likuiditas di pasar dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Namun, satu hal yang dikhawatirkam adalah jika inflasi semakin memanas, ekonomi melambat, ditambah pengangguran naik. AS terancam bisa mengalami stagflasi.
Pertumbuhan Ekonomi Jepang
Beralih ke Asia, ada negeri Sakura yang akan merilis kinerja pertumbuhan ekonomi sepanjang tiga bulan pertama tahun in pada Jumat pekan ini (16/5/2025).
Secara kuartalan, ekonomi Jepang diproyeksi akan melambat pada kuartal pertama tahun ini dengan laju pertumbuhan kontraksi 0,1%, dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 0,6%.
Sementara secara tahunan, ekonomi diperkirakan juga akan kontraksi 0,2% dari sebelumnya yang bisa tumbuh sampai 2,2%.
Mengutip CNBC International, merujuk Reuters, hal ini menjadi tanda bahwa bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), akan sulit menaikkan suku bunga lebih lanjut dalam waktu dekat.
(saw/saw)