
Panas Jelang Hari Buruh: RI Dibayangi Inflasi & Kabar Genting AS-China

Setelah mengukir prestasi sebagai indeks terbaik Asia pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memasuki pekan ini dengan bekal optimisme, namun tetap dibayangi sejumlah rilis data ekonomi krusial yang bisa menguji ketahanan pasar.
IHSG tercatat melonjak 3,74% ke 6.678,92 sepanjang pekan lalu, mengalahkan bursa-bursa utama Asia lain seperti Nikkei Jepang (+2,81%) dan Straits Times Singapura (+2,78%). Namun, posisi IHSG kini berada di zona resistance rawan profit taking, apalagi rupiah masih harus menghadapi tekanan repatriasi dividen dari big bank.
Pekan ini, pelaku pasar dihadapkan pada sederet katalis utama, baik dari dalam negeri maupun mancanegara, yang diperkirakan membuat perdagangan lebih dinamis.
Perdagangan pada pekan ini akan pendek karena hanya empat hari mengingat Kamis akan libur.
Domestik- Inflasi, Kredit, dan PMI
Dari dalam negeri, perhatian utama akan tertuju pada rilis Survei Perbankan Bank Indonesia hari ini, 28 April 2025. Survei ini menjadi cermin awal prospek pertumbuhan kredit dan likuiditas perbankan di tengah tren suku bunga tinggi.
Selanjutnya, data inflasi April dari Badan Pusat Statistik (BPS) akan dirilis pada Jumat (2/5/2025). Inflasi menjadi sorotan setelah tekanan harga pangan sempat meningkat akibat faktor musiman dan distribusi.
S&P global juga akan merilis data PMI Manufaktur April 2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 52,4 pada Maret 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2025 yang tercatat sebesar 53,6.
PMI Manufaktur menjadi perhatian karena akan menjadi cerminan seberapa besar dampak perang dagang Trump berpengaruh ke produksi manufaktur Indonesia.
Selain itu, volatilitas pasar dalam negeri kemungkinan cenderung terbatas di awal pekan, mengingat adanya libur nasional pada Hari Buruh (1 Mei) dan Hari Penampahan Kuningan (2 Mei).
Global- Data Kelas Berat dari AS, China dan Eropa
Dari Amerika Serikat, pekan ini akan menjadi salah satu periode tersibuk dalam kalender ekonomi:
PCE Price Index Maret, ukuran inflasi favorit The Fed, akan dirilis pada Rabu (30/4/2025). Proyeksi terbaru memperkirakan inflasi PCE tahunan naik menjadi 2,5%, membuka peluang Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Laporan JOLTs Job Openings dan Consumer Confidence pada Selasa (29/4/2025) akan memberikan gambaran kekuatan pasar tenaga kerja dan keyakinan konsumen AS.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 versi awal diprediksi hanya tumbuh 0,4% tahunan, jauh melambat dari 2,4% di kuartal sebelumnya, mengindikasikan dampak nyata dari pengetatan moneter.
Laporan ketenagakerjaan AS juga akan dipantau ketat. Diperkirakan ada tambahan 130.000 tenaga kerja baru pada April, lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Di Eropa, pelaku pasar akan mencerna data flash Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi Zona Euro, yang diperkirakan stabil meski pertumbuhan tetap lesu. Sementara dari Jepang, Bank of Japan diprediksi tetap mempertahankan suku bunga tidak berubah.
Dari Asia, fokus mengarah ke China, di mana data NBS Manufacturing PMI dan Caixin PMI untuk April akan dirilis pada 30 April pagi. Data ini menjadi cermin kesehatan sektor manufaktur setelah gencarnya stimulus fiskal dan moneter.
PMI resmi China diperkirakan bertahan di zona ekspansi tipis di angka 50,5, sedangkan Caixin PMI di 51,2. Kekuatan di sektor ini dapat memperbaiki sentimen pasar Asia, namun pelemahan berisiko mempertebal kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan global.
(emb/emb)