Newsletter

Kebangkitan IHSG & Rupiah Diuji Trump, Sanggup Bertahan?

Revo M, CNBC Indonesia
04 March 2025 06:25
USA-TRUMP/
Foto: REUTERS/Kevin Lamarque

Pelaku pasar keuangan mesti mencermati sejumlah sentimen yang akan berdampak kepada pergerakan IHSG, rupiah, dan SBN hari ini. Ambruknya Wall Street, kebijakan tarif Trump dan deflasi pada Februari akan menjadi penggerak pasar hari ini.

Tarif Trump Picu Ketidakpastian

Presiden AS, Donald Trump mengatakan pada Senin bahwa tarif 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada hari hari ini, Selasa (4/3/2025). Kebijakan ini memicu kembali ketakutan akan perang dagang di Amerika Utara yang sudah menunjukkan tanda-tanda meningkatkan inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

"Besok-tarif 25% untuk Kanada dan 25% untuk Meksiko. Dan itu akan dimulai. Mereka harus membayar tarif.," kata Trump kepada wartawan di Roosevelt Room.

Trump menyatakan bahwa tarif tersebut bertujuan untuk memaksa kedua negara tetangga AS meningkatkan upaya mereka dalam memerangi perdagangan fentanyl dan menghentikan imigrasi ilegal. Namun, Trump juga mengisyaratkan bahwa ia ingin menghilangkan ketidakseimbangan perdagangan di kawasan Amerika serta mendorong lebih banyak pabrik untuk pindah ke Amerika Serikat.

Namun, pemerintahan Trump tetap yakin bahwa tarif adalah pilihan terbaik untuk meningkatkan manufaktur AS dan menarik investasi asing. Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan pada hari Senin bahwa produsen chip komputer TSMC telah memperluas investasinya di Amerika Serikat karena kemungkinan diberlakukannya tarif terpisah sebesar 25%.

Sebagai catatan, Kanada, China dan Meksiko adalah penyuplai impor terbesar untuk Amerika Serikat. Mereka berkontribusi sebesar 45% terhadap total impor Amerika Serikat.

Dilansir dari APnews, pada Februari lalu, Trump memberlakukan tarif 10% terhadap impor dari China. Pada hari Senin, ia menegaskan kembali bahwa tarif tersebut akan meningkat dua kali lipat menjadi 20% pada hari Selasa.

Trump sempat memberikan penundaan selama satu bulan pada Februari setelah Meksiko dan Kanada menjanjikan konsesi. Namun, pada Senin (3/3/2025), Trump menyatakan bahwa "tidak ada lagi ruang bagi Meksiko atau Kanada" untuk menghindari tarif baru yang tinggi, yang juga mencakup pajak sebesar 10% untuk produk energi Kanada seperti minyak dan listrik.

"Jika Trump memberlakukan tarif, kami sudah siap. Kami siap dengan tarif senilai US$155 miliar, dan kami siap dengan tahap pertama tarif senilai US$30 miliar."  kata Menteri Luar Negeri Kanada Mélanie Joly.

Joly mengatakan bahwa Kanada memiliki rencana perbatasan yang sangat kuat dan telah menjelaskannya kepada pejabat pemerintahan Trump pekan lalu. Ia menambahkan bahwa upaya diplomatik terus berlanjut.

Kedua negara telah berusaha menunjukkan tindakan konkret dalam menanggapi kekhawatiran Trump. Meksiko mengirim 10.000 tentara Garda Nasional ke perbatasan untuk menindak perdagangan narkoba dan imigrasi ilegal. Kanada menunjuk seorang fentanyl czar, meskipun penyelundupan obat tersebut dari Kanada ke Amerika Serikat tampaknya relatif kecil.

Pada pertengahan Februari, Trump mengumumkan kebijakan perdagangan resiprokal atau timbal balik yang bertujuan untuk mengembalikan keadilan dalam perdagangan global. Di bawah kebijakan ini, ia menyatakan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan tarif impor yang setara dengan tarif yang dikenakan oleh negara lain. Trump menegaskan bahwa AS akan mengenakan tarif timbal balik, yang berarti tarif tersebut akan mencerminkan tarif yang dikenakan oleh negara lain-tidak lebih, tidak kurang.

Trump juga menyoroti negara-negara dengan sistem Pajak Pertambahan Nilai (Value-Added Tax atau VAT), yang ia anggap lebih memberatkan dibandingkan tarif tradisional. Di bawah kebijakan baru ini, negara-negara tersebut akan menerima perlakuan timbal balik, di mana AS akan mengenakan tarif yang setara dengan besaran VAT yang dikenakan pada barang-barang AS.

Kebijakan Trump ini diperkirakan akan memicu ketidakpastian di pasar keuangan dan meningkatkan potensi outflow. IHSG dan rupiah pun bis terdampak besar jika outflow meningkat.

Sektor Penopang IHSG, Akankah Sanggu Bertahan?

Sektor yang mendorong IHSG kemarin yakni sangat banyak, seperti basic industrials yang naik 4,12%, infrastructures dan finance yang menguat 3,35% dan 3,46%.

Tidak hanya itu, sektor consumer non-cyclical juga melesat 2,92%, diikuti dengan property dan energy yang masing-masing juga naik 2,62% dan 2,46%.

Namun berbeda halnya dengan sektor healthcare yang turun tipis 0,01% mengingat ada salah satu saham di sektor ini yang turun nyaris 12% dalam sehari.

Kendati demikian, mayoritas saham di sektor kesehatan ini masih tergolong cukup positif dengan dominasi ditutup di zona hijau.

Dengan performa tersebut, bukan tidak mungkin IHSG berpeluang untuk kembali menanjak pada perdagangan hari ini.

Deflasi RI, Ancaman Daya Beli?

Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami penurunan atau deflasi baik secara bulanan (month to month) ataupun tahunan (year on year/yoy). Deflasi (yoy) ini adalah fenomena langka di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2025, IHK turun atau deflasi sebesar 0,48% (mrm) dan deflasi sebesar 0,09% (yoy).

Secara bulanan, deflasi sudah terjadi selama dua bulan beruntun (Januari -Februari 2025).

Deflasi Februari ini menjadi tanda tanya karena terjadi justru sebulan sebelum Ramadan. Pasalnya, IHK biasanya melesat atau mengalami inflasi tinggi menjelang datangnya Ramadan karena masyarakat meningkatkan permintaan barang, terutama makanan. Seperti diketahui, umat Islam di Indonesia mengawali Ramadan pada 1 Maret 2025.

Selain bulanan deflasi juga terjadi pada perhitungan IHK tahunan. Deflasi secara tahunan ini adalah fenomena sangat langka di Indonesia.

Sejak era krisis 1997/1998, Indonesia hanya mengalami dua kali deflasi (yoy) yakni pada Maret 2000 dan Februari tahun ini. Artinya, fenomena deflasi tahunan hanya terjadi 25 tahun yang lalu.

Terjadinya deflasi pada Maret 2000 lebih disebabkan karena inflasi pada periode sebelumnya sangat tinggi, Inflasi pada Maret 1999 menembus 45%.

Namun, berbeda dengan kondisi saat ini di mana laju inflasi terbilang rendah. Sebagai catatan, inflasi Februari 2024 tercatat 2,75%.

BPS menyebut deflasi secara tahunan disebabkan oleh turunnya tarif listrik karena diskon listrik masih berlangsung pada Februari 2025.

Namun, fakta bahwa deflasi terjadi sebelum Ramadan dan fenomena langka deflasi tahunan maka perlu dicermati. Terjadinya deflasi dua bulan beruntun dan terlebih menjelang Puasa bisa menjadi sinyal jika daya beli masyarakat melemah.
Kondisi ini tentu berdampak besar terhadap prospek kinerja perusahaan. Padahal, Ramadan biasa menjadi bulan pendulang cuan, terutama untuk perusahaan consumer goods, transportasi, hingga perbankan.

PMI Melesat, Sinyal Baik Atau Sementara?

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global kemarin Senin (3/3/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 53,6. Angka ini adalah yang tertinggi sejak Maret 2024 atau 11 bulan terakhir.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P menjelaskan lonjakan PMI didorong oleh kenaikan pesanan baru yang kencang, bahkan menjadi yang tercepat dalam hampir setahun.

Lonjakan ini mendorong ekspansi yang juga melambungkan produksi, aktivitas pembelian, dan ketenagakerjaan. Bahkan, peningkatan jumlah tenaga kerja pada Februari merupakan yang tercepat yang pernah tercatat dalam survei ini.

Lonjakan PMI terjadi di tengah datangnya Ramadan yang bertepatan dengan Maret 2025.
Ramadan adalah puncak konsumsi masyarakat Indonesia di mana selalu terjadi lonjakan permintaan barang dan jasa.
Secara tradisi, pabrik memang akan meningkatkan kapasitas menjelang Ramadan karena meningkatnya permintaan.

Bila melihat data PMI, lonjakan manufaktur memang selalu terjadi menjelang Ramadan. Tahun lalu, misalnya, PMI melonjak ke 54,2 pada Maret atau saat mendekati Ramadan.

Rapat Bulanan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  akan menyelenggarakan konferensi pers RDK Bulanan (RDKB) Februari 2025. Menarik disimak apa saja langkah OJK di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat, kinerja jelek IHSG, serta besarnya outflow.
Menarik disimak pula seperti apa perkembangan industri keuangan selama Februari dan dampaknya ke ekonomi.

Diskon Tiket lebaran

Pemerintah resmi memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tiket pesawat ekonomi domestik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan insentif ini akan membantu menekan harga tiket pesawat hingga 14%.
"Sesuai arahan Presiden agar kita terus membantu masyarakat, terutama di masa-masa penting seperti Lebaran, maka Kementerian Keuangan memberikan keringanan bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu (1/3/2025).

Ia menjelaskan, kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 18 Tahun 2025, yang mengatur PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagian untuk tiket pesawat ekonomi domestik

Adapun insentif ini berlaku untuk tiket yang dibeli pada periode 1 Maret hingga 7 April 2025, dengan jadwal penerbangan antara 24 Maret hingga 7 April 2025. Dalam kebijakan ini, PPN yang biasanya dikenakan sebesar 11% kini dipotong 6%, sehingga masyarakat hanya perlu membayar pajak sebesar 5%, sementara sisanya ditanggung pemerintah.

Sementara itu, harga tiket pesawat selama masa mudik lebaran bakal turun sebesar 13%-14% seiring dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 18 Tahun 2025.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan pemerintah telah berhasil menurunkan ongkos kebandarudaraan, termasuk penurunan biaya avtur di 37 bandara. Hal tersebut bakal berdampak pada penurunan harga tiket pesawat.

Adapun khusus untuk masa mudik lebaran tahun ini, pemerintah juga memberikan insentif tambahan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah sebagian.

Diskon tiket ini tentu akan berdampak positif kepada permintaan masyarakat hingga perusahaan yang terkait transportasi. Dengan adanya diskon maka permintaan jasa transportasi diharapkan bisa meningkat.

(rev/rev)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular