Pasar keuangan RI akan menutup 2024 dengan kinerja negatif
Bersiap di awal 2025 akan ada beragam rilis data ekonomi yang penting dari dalam maupun luar negeri
Inflasi dan aktivitas manufaktur RI akan jadi fokus utama investor pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham sampai pada hari perdagangan pamungkas pada 2024, tahun yang penuh gejolak dan tekanan. Walaupun sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di 7.900, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang akan menutup tahun tidak jauh dari level 7.000-an dan tersungkur di zona negatif pada 2024.
Begitu juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang bergerak bak roller coaster sepanjang tahun ini. Sempat mencapai posisi di bawah Rp15.000/US$, Mata Uang Garuda sepertinya harus terbang menukik untuk menutup kalender 2024 di posisi Rp16.200-an/US$.
Meskipun demikian, para investor harus segera move on, sebab agenda rilis data-data ekonomi baik dari dalam maupun luar negeri sudah menanti di awal 2025. Data seperti inflasi, aktivitas manufaktur Indonesia hingga manufaktur China akan menjadi penggerak pasar keuangan di tengah pekan perdagangan yang singkat. Ulasan mengenai sentimen tersebut tersaji di halaman tiga serta dilengkapi jadwal rilis data ekonomi dan agenda korporasi di halaman empat.
Tren pasar keuangan Indonesia, pasar saham dan nilai tukar rupiah, tidak terlalu baik pada pekan kemarin. Walaupun IHSG mencatatkan performa positif sepanjang pekan kemarin, namun belum mampu membawa indeks utama pasar saham Indonesia bergerak ke atas level 7.100.
IHSG ditutup melemah pada akhir perdagangan Jumat (27/12/2024), dan kembali gagal menembus level psikologis 7.100. IHSG ditutup melemah di 0,41% ke posisi 7.036,57.
Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp 12,7 triliun dengan melibatkan 36 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 905.318 juta kali. Sebanyak 269 saham menguat, 312 saham melemah, dan 208 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan terakhir yakni mencapai 2,42%.
IHSG tidak mendapatkan berkah dari fenomena Santa Claus Rally di penghujung tahun ini.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah sepanjang pekan terakhir tahun 2024, ditutup di level Rp16.230/US$ pada Jumat (27/12/2024). Dalam sepekan, rupiah terkoreksi sebesar 0,25% dari posisi penutupan pekan sebelumnya di Rp16.185/US$.
Pergerakan mingguan ini menunjukkan tekanan berkelanjutan pada mata uang Garuda di tengah gejolak pasar global dan domestik.
Dilansir dari Refinitiv, selama sepekan kemarin rupiah bergerak fluktuatif, menyentuh level terendah di Rp16.255/US$ dan tertinggi di Rp16.170/US$. Tekanan terhadap rupiah tidak terlepas dari penguatan Indeks Dolar AS (DXY), yang pekan ini naik hingga 0,3% ke level 108,19.
Penguatan dolar AS dipicu oleh data ekonomi AS yang masih menunjukkan ketahanan, meskipun pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan dengan klaim pengangguran berkelanjutan mencapai 1,91 juta, tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Ketegangan geopolitik juga menjadi salah satu faktor penghambat penguatan rupiah. Konflik antara Pakistan dan Afghanistan memicu kekhawatiran akan stabilitas regional, yang berimbas pada meningkatnya risiko pasar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yang solid pada 2024, hampir mencapai 3%, semakin mendukung dominasi dolar AS di pasar internasional.
Saham di Wall Street mengalami penurunan pada perdagangan Jumat (27/12/2024), dipimpin oleh sektor teknologi, meskipun indeks utama tetap mencatatkan minggu liburan yang positif.
Dow Jones Industrial Average, indeks saham unggulan, turun sebanyak 333,59 poin atau 0,77% ke 42.992,21, menghentikan kenaikan beruntun selama enam sesi. S&P 500 turun 1,11% menjadi 5.970,84, sementara Nasdaq Composite merosot 1,49% ke 19.722,03, dipengaruhi oleh penurunan saham Tesla sekitar 5% dan Nvidia sebesar 2%.
Namun, Dow tetap berhasil mencatat kenaikan sekitar 0,4% dalam minggu ini, mematahkan tren penurunan selama tiga minggu berturut-turut. S&P 500 naik 0,7% minggu ini, setelah mencatat kinerja terbaik pada malam Natal sejak 1974, menurut Bespoke. Nasdaq sedikit lebih unggul dengan kenaikan hampir 0,8% minggu ini.
Peningkatan imbal hasil Treasury minggu ini mungkin memberikan tekanan pada pasar saham. Imbal hasil Treasury 10 tahun naik lebih dari 4 basis poin pada hari Jumat menjadi 4,627% setelah mencapai level tertingginya sejak Mei pada sesi sebelumnya.
"Saya pikir yang kita lihat hari ini adalah kurangnya kepercayaan," kata Alan Rechtschaffen, manajer portofolio senior UBS Global Wealth, di acara CNBC "Money Movers." "Ada banyak kebisingan tentang tarif dan kekhawatiran tentang produktivitas."
Beberapa investor tetap optimis bahwa saham akan naik memasuki tahun baru, didorong oleh apa yang disebut Santa Claus Rally.
Istilah ini mengacu pada kecenderungan pasar untuk naik selama lima hari perdagangan terakhir di bulan Desember dan dua hari pertama di bulan Januari. Sejak 1950, S&P 500 rata-rata mencatatkan kenaikan 1,3% selama periode ini, melebihi rata-rata kenaikan tujuh hari sebesar 0,3%, menurut LPL Financial.
"Bangsa ini sedang menghela napas lega setelah melewati siklus pemilu yang penuh tantangan dan dinamika pasar yang tidak biasa, mengakhiri 2024 dengan hasil positif sepanjang tahun," kata Todd Ahlsten, kepala investasi di Parnassus Investments. "Melihat ke 2025, pasar diharapkan menjadi lebih luas dan lebih baik."
Di bulan Desember, Nasdaq berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan sebesar 2,6%, didorong oleh lonjakan saham Tesla dan Alphabet, serta reli saham Apple yang semakin mendekati kapitalisasi pasar sebesar $4 triliun. S&P 500 turun 1% bulan ini, sementara Dow berada di jalur untuk mencatat bulan terburuk sejak April dengan penurunan sekitar 4,3%.
Tidak ada sentimen signifikan di hari terakhir perdagangan pasar saham pada Senin (30/12/2024). Meskipun demikian, para investor perlu mencermati beragam rilis data ekonomi di awal 2025.
Pada Selasa (31/12/2024), akan dirilis data dari China yang PMI Manufacturing dan Non-Manufacturing dari sisi NBS (National Bureau of Statistics of China).
Sebelumnya pada November 2024, PMI Manufaktur resmi NBS China naik menjadi 50,3 pada November 2024 dari 50,1 pada Oktober, sesuai dengan konsensus pasar dan mencatatkan angka tertinggi sejak April. Ini juga merupakan bulan kedua berturut-turut peningkatan aktivitas pabrik setelah serangkaian langkah dukungan dari Beijing sejak akhir September.
Sementara proyeksi dan konsensus sejauh ini memperkirakan akan terjadi kenaikan untuk PMI Manufaktur china periode Desember.
Jika hal ini benar terjadi, maka angin segar akan berhembus ke Indonesia karena China merupakan mitra dagang utama Indonesia untuk ekspor impor.
Sementara pada Kamis (2/1/2025), ada dua data penting dari Tanah Air yang perlu dicermati pelaku pasar, yaitu PMI Manufaktur serta data Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Desember 2024.
Sebagai catatan, PMI Manufaktur S&P Global Indonesia naik menjadi 49,6 pada November 2024, dari 49,2 dalam dua bulan sebelumnya. Kendati ini menandai bulan kelima berturut-turut kontraksi aktivitas pabrik, laju penurunannya paling lembut dalam rangkaian tersebut.
Produksi dan tingkat pembelian meningkat untuk pertama kalinya dalam lima bulan meskipun pesanan baru menurun. Sementara itu, permintaan asing turun untuk bulan kesembilan secara berturut-turut dengan laju yang semakin cepat. Lapangan kerja mengalami penurunan terbesar dalam lebih dari tiga tahun, sementara backlog pekerjaan turun untuk bulan keenam, meskipun hanya sedikit. Pengiriman barang menunjukkan sedikit perbaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan merilis data IHK yang hingga saat ini diperkirakan kembali mengalami inflasi secara tahunan/year on year (yoy).
Data terakhir mencatat bahwa inflasi tahunan Indonesia sebesar 1,55% atau lebih rendah dibandingkan periode Oktober yang tumbuh sebesar 1,71% yoy namun tetap dalam rentang target Bank Indonesia (BI) yakni di kisaran 1,5%-3,5%.
Data inflasi akan dicermati oleh pelaku pasar mengingat hal ini akan menjadi sangat sensitif khususnya apabila angkanya berada di bawah 1,5% yoy.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Penjualan Ritel periode November Korea Selatan (6.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini: