
Ekonomi China Bikin Deg-Degan, IHSG-Rupiah Bisa Jadi Korban

Pasar keuangan Indonesia, baik IHSG maupun rupiah cenderung akan dipengaruhi oleh sentimen global dan dalam negeri.
Dari global, sentimen ada dari rilis data neraca perdagangan China periode November 2024 dan keputusan suku bunga bank sentral Australia.
Neraca Perdagangan China
Setelah kemarin China merilis data inflasinya pada periode November 2024, pada hari ini China akan merilis data perdagangannya pada periode November 2024.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan ekspor China pada bulan lalu akan cenderung melandai ke 8,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu tumbuh 12,7%.
Sedangkan impor China diperkirakan sedikit bangkit menjadi 0,3% (yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu yang berkontraksi 2,3%.
Data perdagangan China ini akan dipantau oleh pelaku pasar, mengingat adanya potensi berlanjutnya perang dagang AS-China ketika Presiden AS terpilih yakni Donald Trump resmi dilantik.
Meski begitu, data perdagangan China pada bulan lalu tampaknya masih belum terdampak dari kemenangan Trump. Namun, data tersebut diproyeksikan masih cukup lesu, meski pemerintah China telah memberikan stimulus ekonomi.
Jika data perdagangan China benar-benar kembali lesu, maka hal ini dapat juga menjadi sentimen negatif bagi Indonesia, karena China sendiri merupakan mitra dagang utama Indonesia. Ketika ekonomi China masih lesu, maka permintaan dari China berpotensi juga masih tersendat.
Inflasi China
Sebelumnya kemarin, inflasi konsumen China turun ke level terendah dalam lima bulan terakhir pada November lalu dan meleset dari ekspektasi pasar.
Biro Statistik China (NBS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) China pada November lalu melambat menjadi 0,2% (yoy), dari sebelumnya pada September lalu tumbuh 0,3%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Tirai Bambu juga semakin memburuk yakni kembali mengalami deflasi mencapai 0,6%, dari sebelumnya pada September lalu yang deflasi 0,3%.
Sementara Indeks Harga Produsen (IHP) China pada bulan lalu turun sebesar 2,5% (yoy) pada November lalu, lebih rendah dari perkiraan penurunan sebesar 2,8% menurut jajak pendapat Reuters.
Konsensus memperkirakan bahwa China akan mengalami inflasi secara tahunan sebesar 0,5% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Inflasi yang terus-menerus mendekati nol menunjukkan bahwa China masih bergulat dengan permintaan domestik yang lesu dan deflasi pada tingkat grosir.
Hal ini terjadi meskipun Beijing telah melakukan serangkaian upaya stimulus sejak September yang mencakup pemotongan suku bunga, dukungan untuk pasar saham dan properti serta upaya untuk meningkatkan pinjaman bank.
Goldman Sachs juga memperkirakan angka IHK China mendekati nol akan bertahan hingga tahun depan.
Namun, sektor ekonomi lain di China telah menunjukkan beberapa tanda pemulihan. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu melaporkan pertumbuhan yang kuat dalam penjualan ritel pada Oktober lalu, melampaui ekspektasi Reuters. Aktivitas manufaktur China juga meningkat selama dua bulan berturut-turut pada November lalu.
Penjualan Ritel Indonesia
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan merilis data penjualan ritel untuk periode Oktober 2024.
Sebelumnya, penjualan ritel di Indonesia tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada September 2024, melambat dibandingkan dengan kenaikan 5,8% pada bulan sebelumnya.
Ini menandai bulan kelima berturut-turut adanya peningkatan dalam omset ritel, dengan penjualan terutama meningkat untuk makanan (6,9% vs 8,0% pada Agustus), bahan bakar (8,1% vs 4,3%), pakaian (0,5% vs 2,7%), dan suku cadang & aksesori otomotif (3,5% vs 1,4%).
Sementara itu, penjualan mengalami penurunan dengan laju yang lebih cepat untuk barang-barang budaya & rekreasi (-3,1% vs -0,2%), informasi & komunikasi (-12,1% vs -9,8%), dan peralatan rumah tangga (-7,0% vs -5,7%).
Untuk bulan Oktober, diperkirakan penjualan ritel akan naik 1,0%. Secara bulanan, penjualan ritel turun 2,5% pada September, berbalik dari kenaikan 1,7% pada Agustus.
Hari Terakhir Penawaran Umum Pemegang Saham (PUPS) PT Adaro Andalan Indonesita Tbk (AADI)
Pada hari ini, masa Penawaran Umum Pemegang Saham (PUPS) PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) akan berakhir sekitar pukul 10:00 WIB.
Sebelumnya pada awal sesi I kemarin, tercatat transaksi super jumbo di saham AADI. Transaksi terjadi di pasar negosiasi sejumlah 55,2 juta lot atau 5,5 miliar saham di harga Rp 5.960, sehingga totalnya mencapai Rp 32,9 triliun.
B korporasi yang dilakukan induk usahanya yakni PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) atau saat sedang melewati masa PUPS sebagai bagian dari aksi divestasi atas AADI.
ADRO diketahui menawarkan sebanyak-banyaknya seluruh saham yang dimiliki perseroan pada AADI yaitu sebanyak 7.008.202.240 saham kepada para pemegang saham ADRO yang tercatat dalam daftar pemegang saham (DPS) perseroan pada tanggal 29 November 2024.
Jika diasumsikan seluruh pemegang saham melaksanakan hak membeli saham, adalah sebanyak-banyaknya sebesar Rp 41,7 triliun
Adapun, setiap investor yang memiliki 4.389 saham ADRO, akan mendapatkan 1.000 hak membeli saham AADI. Adapun untuk harga penetapan menebus saham AADI dalam PUPS ini di Rp 5.960 per lembar, sesuai dengan transaksi nego jumbo yang terjadi pada hari ini.
(chd/chd)