
RI Digoyang Adu Kekuatan Parpol di Pilkada, Buruh vs Pengusaha-Data AS

Di sepanjang pekan ini, pasar keuangan domestik akan diwarnai berbagai sentimen yang didominasi dari dalam negeri, mulai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), hingga Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI). Sementara dari sisi eksternal, data dari AS akan dinantikan pasar, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi PCE, hingga Federal Open Market Committee (FOMC) minutes.
Pada Senin (25/11/2024) dan Selasa (26/11/2024), sentimen pasar baik dara dalam dan luar negeri relatif minim. Maka dari itu tampak sejauh ini tidak ada sentimen yang dapat memberikan pengaruh besar bagi volatilitas pasar kecuali perang atau ketegangan politik baik yang terjadi di Rusia-Ukraina maupun Timur Tengah.
Pada Rabu (27/11/2024), terdapat beberapa sentimen yang hadir dari dalam dan luar negeri.
Pilkada 2024
Sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota akan menggelar pilkada serentak pada Rabu pekan ini (27/11/2024).
Pilkada serentak pertama dalam sejarah ini akan menjadi persaingan partai politik dan tokoh-tokoh yang maju. Perkembangan di Pilkada ini menjadi penting karena menjadi barometer kekuatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus did daerah.
Dengan besarnya wewenang kepala daerah di era otonomi daerah saat ini, pilkada juga menjadi penting karena bisa berdampak besar terhadap kebijakan pembangunan, terutama perijinan.
Sorotan tajam diberikan pada persaingan sengit di provinsi besar yakni DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Di tiga wilayah ini terdapat persaingan ketat antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Beberapa pasangan calon (paslon) dari PDIP dan KIM Plus saling salip di sejumlah provinsi, seperti Jakarta dan Jawa Tengah. Sementara beberapa lainnya unggul jauh dari para lawannya.
Dari Pilgub Jakarta 2024, terdapat tiga pasangan yang maju dalam Pilkada Jakarta 2024. Mereka yakni Ridwan Kamil (RK)-Suswono yang diusung 15 parpol dengan mayoritas dari KIM Plus.
Kemudian paslon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Terakhir duet Pramono Anung-Rano Karno yang dijagokan oleh PDIP dan Hanura.
Dari Pilgub Jateng 2024, terdapat pertarungan dua jenderal. Paslon nomor urut 1 yakni mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa-Hendrar Prihadi maju diusung oleh PDIP. Dan paslon nomor urut 2 yakni Komjen Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang maju disokong sembilan partai dari KIM Plus.
AS Bakal Rilis Data Penting
Pada hari yang sama, Rabu (27/11/2024), AS juga akan merilis data 2nd estimation Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2024. Sebelumnya, pertumbuhan PDB riil AS tetap sehat pada kuartal III-2024 dengan tumbuh sebesar 2,8%, di bawah estimasi konsensus pasar yang memperkirakan pertumbuhan sekitar 3%.
Masih di hari yang sama, terdapat rilis klaim pengangguran awal dan berkelanjutan. Pada periode sebelumnya, jumlah individu yang mengajukan tunjangan pengangguran di AS turun 6.000 dari minggu sebelumnya menjadi 213.000 pada periode yang berakhir 16 November, paling sedikit sejak April, dan jauh di bawah ekspektasi pasar untuk peningkatan menjadi 220.000.
Hasil tersebut memperluas pandangan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap pada level yang kuat secara historis meskipun ada siklus pengetatan agresif oleh bank sentral AS (The Fed) pada kuartal terakhir, menambah kelonggaran bagi bank sentral untuk memperlambat laju pelonggaran moneter jika inflasi tetap tinggi. Sementara, rata-rata pergerakan empat minggu, yang mengurangi volatilitas secara mingguan, turun 3.750 menjadi 217.750.
Masih di hari yang sama, terdapat rilis data inflasi pengeluaran pribadi warga AS (PCE) periode Oktober 2024. Pada periode sebelumnya, inflasi di AS meningkat 2,1% secara tahunan (yoy) pada September 2024, turun dibandingkan dengan kenaikan 2,3% yang direvisi naik pada bulan Agustus dan sesuai dengan perkiraan.
Sementara itu, inflasi inti AS (PCE) meningkat 2,7% secara tahunan (yoy) pada September 2024, sama seperti pada periode Agustus 2024, tetapi di atas perkiraan sebesar 2,6%.
Di hari yang sama juga, terdapat risalah Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) AS yang juga akan dicermati pelaku pasar.
PTBI dan Penetapan UMP
Dua hari setelahnya atau pada Jumat (29/11/2024), akan diselenggarakan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) merupakan puncak high level event (HLE) Bank Indonesia yang telah diselenggarakan secara rutin sejak tahun 1969. Agenda utama PTBI adalah penyampaian pandangan Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian nasional, tantangan yang dihadapi dan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, serta penyampaian arahan Presiden Republik Indonesia mengenai kebijakan Pemerintah ke depan. Pandangan dan arahan tersebut sangat ditunggu oleh para pemangku kepentingan dan akan menjadi referensi, khususnya bagi pelaku industri, investor dan kalangan dunia usaha dalam menentukan berbagai kebijakan maupun keputusan bisnis ke depan.
Acara PTBI 2024 kali ini akan diselenggarakan di Gedung Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta Pusat 10350 pukul 18:00 WIB hingga 21:00 WIB dengan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan arahan dan Gubernur BI, Perry Warjiyo untuk memberikan sambutan.
Terakhir, hal penting lainnya yang perlu dinanti pelaku pasar yakni soal penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). Penetapan ini dibahas dalam tripartit antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Selama bertahun-tahun, kenaikan UMP menjadi "pertempuran" dan isu panas bagi buruh dan pengusaha karena besaran kenaikan UMP yang tak pernah sejalan.
Para buruh dan karyawan kini tengah menanti keputusan penetapan UMP 2025 yang belum terlihat hilalnya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan penetapan UMP 2025 diundur. Penetapan UMP 2025 akan diumumkan paling telat pada Desember 2024.
Perlu diketahui, menurut PP Nomor 51 Tahun 2023, pengumuman UMP tahun berikutnya harus dilakukan paling lambat pada 21 November, sementara Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) diumumkan paling lambat pada 30 November. Jika jatuh pada hari libur atau akhir pekan, pengumuman tersebut seharusnya dimajukan sehari sebelumnya.
Namun, hingga tenggat waktu berlalu, pemerintah belum memberikan pernyataan resmi terkait penetapan UMP 2025.
Belum adanya pengumuman ini diduga berkaitan dengan kebutuhan pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan dengan putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh terkait judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Di mana hal itu turut membuat 21 pasal di dalamnya diubah, termasuk soal pengupahan.
Adapun salah satu pasal yang diubah terkait skema kenaikan upah yang formula perhitungannya kemudian tertuang dalam PP 51/2023.
DXY Melonjak Tinggi
DXY sempat meroket dan menyentuh angka 108 pada intraday akhir pekan lalu dan ditutup di angka 107,55. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak dua tahun terakhir atau sejak 2022.
Kenaikan DXY terjadi pasca data AS yang menunjukkan pasar tenaga kerja yang kuat dan meningkatnya permintaan aset safe haven akibat meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Data yang dirilis pada Kamis pekan lalu menunjukkan klaim pengangguran awal mingguan AS secara tak terduga turun ke titik terendah dalam tujuh bulan, menandakan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja yang mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Klaim Pengangguran Awal untuk minggu yang berakhir pada 15 November turun menjadi 213.000, lebih rendah dari ekspektasi. Namun, klaim yang terus berlanjut secara tak terduga melonjak menjadi 1,908 juta, naik 36.000 dari minggu sebelumnya.
Lebih lanjut, komentar terbaru dari pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, mengindikasikan bahwa bank sentral mungkin akan mengambil langkah yang lebih lambat dalam jalur pemangkasan suku bunganya. Sementara itu, Goolsbee dari The Fed juga mengatakan bahwa laju pemangkasan suku bunga mungkin perlu diperlambat.
Jika DXY terus mengalami apresiasi, maka nilai tukar rupiah akan semakin sulit untuk mengalami penguatan beberapa waktu ke depan. Maka dari itu, perlu antisipasi baik dari sisi pemerintah maupun BI agar dapat mengontrol dan menstabilkan rupiah di tengah kondisi eksternal yang menghantui.
(rev/rev)