Investor Waspadalah! Daya Beli Warga RI dalam Bahaya-Asing Ramai Kabur

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
12 November 2024 06:01
Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024
Foto: Infografis/ Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024/ Ilham Restu
  • Pasar keuangan Indonesia mencatat kinerja mengecewakan kemarin, IHSG ambruk dan rupiah melemah
  • Wall Street masih pesta pora usai kemenangan Trump
  • Sentimen dari AS dan data IKK diperkirakan akan menjadi sentimen pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada penutupan perdagangan Senin (11/11/2024), di tengah tekanan keluarnya dana asing dari pasar saham domestik dalam beberapa hari terakhir.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan melemah pada hari ini karena tekanan eksternal. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca selengkapnya pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (11/11/2024) ditutup melemah 0,28% ke level 7.266,46, setelah sempat anjlok lebih dari 1% di sesi pertama hingga menembus level psikologis 7.100. Berkat dorongan beli di sesi kedua, koreksi IHSG dapat dipangkas dari posisi terendahnya.

Nilai transaksi IHSG hari kemarin mencapai sekitar Rp13 triliun dengan total volume 23 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali transaksi. Namun, pergerakan di pasar masih didominasi tekanan jual dengan 397 saham yang melemah, 190 saham yang menguat, dan 196 saham stagnan. Sektor properti mencatatkan penurunan paling dalam sebesar 1,83%, menjadi sektor yang paling menekan IHSG pada akhir perdagangan.

Di antara emiten, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi penekan utama IHSG, menyumbang penurunan 8,7 poin pada indeks. Saham-saham blue chip lainnya, seperti PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), turut berkontribusi pada pelemahan IHSG dengan penurunan masing-masing sebesar 8,3 dan 6,9 poin.

Tak hanya IHSG, nilai tukar rupiah Senin (11/11/2024) juga melemah terhadap dolar AS pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS. Rupiah ditutup melemah 0,06% ke level Rp15.675 per dolar AS. Rupiah sempat berfluktuasi di kisaran Rp15.687 hingga Rp15.615 sepanjang hari. Penguatan dolar AS ini mencerminkan ekspektasi investor akan kebijakan ekonomi proteksionis yang mungkin diterapkan Trump, yang dapat menekan ekonomi negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Selain itu, penguatan dolar AS tercermin dari kenaikan indeks dolar AS (DXY) yang menguat ke 105,287 pada pukul 15.00 WIB, sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan pekan lalu. Penguatan dolar ini menjadi salah satu faktor utama yang membebani rupiah dan menekan sentimen positif di pasar keuangan Indonesia.

Para analis menilai, arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia yang mencapai Rp7,43 triliun selama sebulan terakhir semakin memperburuk tekanan di pasar. Menurut catatan, Rp6,04 triliun berasal dari pasar reguler dan Rp1,39 triliun dari pasar nego dan tunai. Data ekonomi dalam negeri yang cenderung melemah turut menjadi alasan larinya modal asing, yang memperberat tantangan IHSG untuk kembali ke zona hijau sepanjang November ini.

Di pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun juga merangkak naik ke 6,75% kemarin, dari 6,73% pada hari sebelumnya. Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga. Kenaikan imbal hasil menunjukkan harga SBN yang turun karena dilepas investor sehingga imbal hasil pun naik.

Pasar saham Amerika Serikat (AS) mencatat rekor tertinggi pada penutupan Senin (11/11/2024) atau Selasa dini hari seiring dengan melonjaknya optimisme investor pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,69%, menutup sesi di level 44.293,13, melampaui angka 44.000 untuk pertama kalinya. Sementara itu, S&P 500 juga mencapai rekor, naik 0,1% ke 6.001,35, dan Nasdaq Composite bergerak tipis 0,06% ke 19.298,76.

Saham-saham perbankan, termasuk JPMorgan Chase dan Goldman Sachs, memimpin penguatan Dow, dengan kenaikan masing-masing 1% dan 2,2%. Saham sektor keuangan semakin diminati di tengah ekspektasi investor terhadap deregulasi perbankan di bawah administrasi Trump. Selain itu, saham Tesla kembali melonjak lebih dari 9%, menambah performa kuatnya sejak pekan lalu. Di sisi lain, saham-saham teknologi besar seperti Apple dan Microsoft justru bergerak melemah.

Lonjakan juga terjadi pada aset digital, dengan Bitcoin yang menembus level $87.000, mendorong reli saham terkait kripto seperti Coinbase dan Mara Holdings yang masing-masing menguat 20% dan 30%. Morgan Stanley mencatat bahwa kemenangan Trump telah membangkitkan optimisme pasar, meskipun mereka memperingatkan agar investor tetap berhati-hati terhadap volatilitas yang didorong sentimen spekulatif.

Saham GameStop yang populer di kalangan trader ritel juga mengalami lonjakan sebesar 9% pada hari Senin, menambah kenaikan mingguannya menjadi 20%. Lonjakan ini menunjukkan bahwa kemenangan Trump tidak hanya mendorong sektor keuangan dan teknologi tetapi juga saham-saham dengan basis spekulatif tinggi yang banyak diperdagangkan oleh investor ritel.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS dengan tenor 10 tahun ditutup stabil di 4,306% setelah sempat mengalami pergerakan besar pekan lalu. Strategis Jefferies, David Zervos, mencatat bahwa pasar obligasi kini berfokus pada kemungkinan penurunan belanja pemerintah di bawah Trump, yang diharapkan dapat menjaga stabilitas obligasi meskipun ada kekhawatiran mengenai inflasi.

Pasar saham AS tampak solid dalam menyambut akhir tahun ini, didorong oleh sentimen positif dari kemenangan Trump dan kebijakan deregulasi yang diharapkan. Meski demikian, investor tetap diingatkan untuk mewaspadai fluktuasi pasar, terutama dalam sektor-sektor dengan valuasi tinggi seperti teknologi dan kripto.

Pergerakan pasar hari ini diproyeksi masih melemah karena kencangnya tekanan eksternal dan adanya kabar buruk dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia.

Berikut beberapa sentimen hari ini:

IKK Melemah, Ekonomi dalam Bahaya?

Bank Indonesia mengumumkan IKK Oktober 2024 berada di level 121,1, turun 2,4 poin dibandingkan bulan sebelumnya dan mencapai titik terendah dalam dua tahun terakhir. Ekspektasi masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi Indonesia ke depan juga masih buruk.

Penurunan IKK pada Oktober 2024 bisa menjadi sinyal buruk bagi ekonomi ke depan. Optimisme keyakinan yang melemah mencerminkan adanya kemungkinan konsumen untuk menahan belanja ke depan serta bisa menjadi indikasi pelemahan daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia.

Kendati menurun, IKK Oktober ini tergolong masih di atas 100 yang menunjukkan area optimis.

Selain konsumsi masyarakat yang memburuk, Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja untuk enam bulan ke depan juga mengalami penurunan menjadi 129,5 atau terendah sejak Desember 2022. Artinya, masyarakat belum melihat ada perbaikan lapangan kerja hingga April ke depan atau pasca Lebaran 2025.

Sebagai catatan, Lebaran Idul Fitri pada tahun depan jatuh pada akhir Maret 2025.

Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja terendah jatuh pada kelompok pendidikan akademi. Pada survei Oktober 2024, indeks pada kelompok akademi jatuh ke level terendah sejak Desember 2022 atau hampir dua tahun terakhir.


Indeks ini terpantau sangat rendah diikuti dengan berbagai indikator lain yang menunjukkan lemahnya kondisi tenaga kerja dan perusahaan khususnya manufaktur yang terus-menerus menurun.

Menurut Faisal, Direktur Eksekutif CORE, kondisi ini merupakan pertanda jelas bahwa daya beli masyarakat, terutama kelas menengah dengan pengeluaran antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta, terus melemah.

Berdasarkan survei tersebut, penurunan terbesar terjadi pada kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta hingga Rp 4 juta yang mengalami penurunan IKK sebesar 5,7 poin. Disusul oleh kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta dengan penurunan 1,9 poin, sementara kelompok dengan pengeluaran lebih dari Rp 5 juta juga mengalami penurunan sebesar 0,7 poin.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengaitkan tren pelemahan ini dengan ketidakpastian pendapatan masyarakat di masa depan, yang dipicu oleh maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta kenaikan biaya hidup. "PHK yang semakin meluas dan biaya hidup yang tinggi membuat konsumen merasa tidak aman," kata Wijayanto.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Telisa Aulia Falianty, juga mengungkapkan bahwa deflasi beruntun dari Mei hingga September 2024 turut menjadi indikator pelemahan daya beli, terutama di kelompok masyarakat kelas menengah. Selain itu, Telisa menambahkan bahwa PHK besar-besaran di sektor tekstil yang terjadi baru-baru ini memperburuk pesimisme masyarakat terhadap perekonomian.

Sebagai informasi, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 53-56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sehingga melemahnya konsumsi berpotensi besar memengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan sektor-sektor seperti perusahaan barang konsumsi, perbankan hingga properti dalam jangka panjang.

Melemahnya optimisme konsumen ini berdampak pada perusahaan yang bergantung pada konsumsi domestik, seperti sektor barang konsumsi. Perusahaan FMCG seperti PT Mayora Indah dan Indofood Group, yang banyak beroperasi di segmen barang konsumsi, nampaknya perlu mempersiapkan strategi untuk menghadapi potensi penurunan penjualan akibat berkurangnya daya beli masyarakat.

Penjualan Mobil Jeblok, Daya Beli Kelas Menengah Belum Balik?
Penjualan mobil masih melemah di Oktober 2024. Penjualan mobil secara wholesales di Indonesia sebanyak 77.191 unit pada Oktober 2024 atau turun 3,9% (year-on-year/yoy) dibandingkan capaian Oktober 2023 sebesar 80.350 unit. Sementara itu, angka penjualan mobil secara ritel atau dari diler ke konsumen sebesar 73.443 unit pada Oktober 2024, atau jatuh (yoy).

Secara akumulasi, penjualan mobil nasional periode Januari-Oktober 2024 sudah mencapai 710.406 unit.
Angka ini lebih rendah 125.722 unit atau 15,05% dibandingkan akumulasi penjualan mobil Januari-Oktober 2023 yang mencapai 836.128 unit.
Masih lesunya penjualan mobil ini menunjukkan jika persoalan daya beli, terutama kelas menengah, masih tertekan.

Indeks Dolar Kembali Terbang, Awas Rupiah!

Indeks dolar kembali terbang kemarin ke posisi 104,997 pada perdagangan kemarin, dari 104,508 pada akhir pekan lalu.
Kenaikan indeks dolar menandai aksi borong investor dolar sehingga ada potensi mereka menjual instrument mata uang lain seperti rupiah. Kenaikan dolar ini juga bisa menjadi sinyal akan ada pelemahan rupiah.

Penjualan Ritel Indonesia?
Pada hari ini, Selasa 912/11/2024) Bank Indonesia akan merilis data Penjualan Ritel Tahunan Indonesia akan dirilis dengan konsensus pertumbuhan sebesar 2,5%.

Kenaikan pada data ini akan menjadi sinyal kuat bagi prospek pengeluaran konsumen di tengah laju inflasi yang terkendali, memberikan harapan akan permintaan domestik yang masih solid. Hal ini sangat penting, terutama karena potensi penurunan permintaan dari Tiongkok yang bisa memengaruhi pasar ekspor Indonesia.

Dana Asing Kabur
Dana asing Rp 10,23 triliun kabur dari tiga instrumen keuangan dalam negeri, yakni saham, obligasi negara, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dalam data BI yang dilansir, Senin (11/11/2024), investor asing tercatat melakukan aksi jual Rp 10,23 triliun pada periode 4-7 November 2024. Dana asung keluar dari saham sebesar Rp 2,29 triliun, Surat Berharga Negara (SBN) Rp 4,66 triliun, dan SRBI Rp 3,28 triliun.

Dana asing masih keluar deras dari saham kemarin yakni mencapai Rp 1,53 triliun.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Laporan Survey Penjualan Eceran September
  • Perilisan Penjualan Ritel Tahunan Indonesia
  • PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyelenggarakan Peluncuran Produk Derivatif terbaru (Grand Launching) Single Stock Futures di Main Hall BEI, Gedung BEI, Kota Jakarta Selatan.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • IPO BOAT

  • RUPSlb UNTD

  • RUPSlb PNBS

  • Cash Dividend AVIA

  • Cash Dividend TBLA

  • Cash Dividend BUDI

Berikut untuk indikator ekonomi RI :



CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular