Newsletter

Dunia dan RI Bersiap Hadapi 48 Jam Penuh Gejolak

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 17/09/2024 05:57 WIB
Foto: Ketua Dewan Federal Reserve Jerome Powell berbicara saat konferensi pers di Federal Reserve di Washington, Rabu, 12 Juni 2024. (AP/Susan Walsh)
  • Bank Indonesia memulai Rapat Dewan Gubernur pada 17-19 September 2024
  • Menanti kebijakan suku bunga The Fed yang dirilis pekan ini
  • Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Agustus 2024. Surplus kali ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini pasar keuangan Indonesia dipenuhi oleh beragam sentimen penting yang menjadi motor pergerakan. Paling utama adalah rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed. 

Harapan para pelaku pasar akan berakhirnya tren suku bunga tinggi yang dimulai pada bulan ini sangat besar. Hal ini juga yang mendorong penguatan pasar saham hingga mencatatkan rekor posisi tertinggi sepanjang masa bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Begitupun dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang turut menguat.

Sentimen mengenai kebijakan suku bunga The Fed juga didampingi oleh rilis data-data ekonomi yang tak kalah berpengaruh terhadap persepsi investor terhadap pasar. Sebut saja neraca dagang Indonesia yang akan dirilis siang nanti. Lantas apakah pasar keuangan Indonesia akan berada di kecenderungan penguatan pada pekan ini dan mencatatkan rekor-rekor baru?

Untuk menemukan jawabannya, Tim Riset CNBC Indonesia telah mengulas beragam sentimen penting yang menjadi penggerak pasar saham dan nilai tukar rupiah pekan ini di halaman ketiga.

Pekan lalu adalah pekan menjadi perdagangan yang menggembirakan bagi investor. Sebab, indeks acuan utama pasar saham Indonesia mencatatkan rekor sepanjang masa (all time high/ATH) sebanyak tiga kali, dengan dua hari beruntun mencetak ATH. Rekor pertama di mulai pada perdagangan Selasa yang ditutup menguat 0,76% di posisi 7.761,39. Kemudian pada Kamis dan Jumat minggu lalu, IHSG kembali mencetak rekor.

Sepanjang pekan lalu, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut melesat 1,71% secara point-to-point (ptp). Kinerja IHSG pada pekan ini lebih baik dari pekan lalu yang hanya menguat 0,67%.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 57,2 triliun. Investor asing pun mencatatkan inflow atau pembelian bersih (net buy) mencapai Rp 3,49 triliun di seluruh pasar dengan rincian sebesar Rp 3,12 triliun di pasar reguler dan sebesar Rp 372,61 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

IHSG yang bergairah di tengah semakin meningkatnya optimisme pelaku pasar global akan pemangkasan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Pada Rabu malam waktu Indonesia, Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja AS mencatat indeks harga konsumen (IHK) pada Agustus tercatat mengalami inflasi 2,5%. Inflasi ini menjadi yang paling lambat sejak Februari 2024 dan lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan tumbuh 2,6% yoy dari inflasi 2,9% pada Juli 2024.

IHK inti AS tidak terduga secara bulanan naik 0,3% dibandingkan ekspektasi sebesar 0,2%, sama seperti bulan sebelumnya. Meski demikian, dalam basis tahunan, inflasi inti masih mempertahankan 3,2% sesuai proyeksi pasar.

Sementara itu Kamis malam waktu Indonesia, indeks harga produsen (IHP) AS pada Agustus lalu naik 0,2%, dibandingkan dengan estimasi pertumbuhan 0,1%. Angka inti, yang tidak memperhitungkan harga pangan dan energi yang fluktuatif, naik 0,3%, lebih tinggi dari perkiraan 0,2%.

Secara terpisah, klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara mencapai 230.000 untuk minggu yang berakhir pada 7 September, sejalan dengan perkiraan pasar.

Kombinasi pasar tenaga kerja yang cukup stabil dan tren inflasi yang melandai semakin memperkecil kemungkinan Federal Reserve memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) pada pekan depan.

Namun, pasar berharap The Fed minimal melakukan pemangkasan dengan soft landing. Menurut perhitungan CME FedWatch Tool, kini pasar melihat peluang pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bp ke level 5,00%- 5,25% sebesar 50%.

Sementara itu, rupiah terpantau melemah sepanjang pekan lalu. Ini merupakan kinerja mingguan negatif pertama setelah enam pekan sebelumnya selalu menguat.

Melansir dari Refinitiv, mata uang Garuda ditutup pada level Rp15.395/US$, melemah 0,23% sepanjang pekan lalu. 


(ras/ras)
Pages