
Dunia dan RI Bersiap Hadapi 48 Jam Penuh Gejolak

Pasar keuangan Indonesia pekan ini akan diiringi oleh rilis neraca dagang beserta ekspor dan impor Indonesia.
Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Agustus 2024. Surplus kali ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya di tengah harga komoditas crude palm oil (CPO) yang meningkat.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2024 akan mencapai US$1,82 miliar.
Surplus tersebut naik dibanding Juli 2024 yang mencapai US$0,47 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus, Indonesia sudah membukukan surplus selama 52 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 3,18% (year on year/yoy) sementara impor juga naik 7,82% yoy pada Agustus 2024.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia bahkan dapat menyentuh US$2,04 miliar pada Agustus 2024.
"Kami memproyeksikan bahwa neraca perdagangan Indonesia akan mencatat surplus yang lebih besar sebesar US$2,04 miliar pada Agustus 2024, meningkat dari US$0,47 miliar pada bulan sebelumnya, sejalan dengan penurunan impor bulanan yang lebih besar dibandingkan dengan ekspor," ujar Andry.
Bank Mandiri juga memperkirakan permintaan ekspor tetap positif, tumbuh sebesar 0,55% year on year/yoy atau -0,4% month on month/mom, didorong oleh permintaan yang kuat dari mitra dagang utama Indonesia (Uni Eropa/UE, ASEAN, Korea Selatan, dan China).
Selain itu harga komoditas CPO juga terpantau mengalami kenaikan sebesar 1,76% sepanjang Agustus 2024 dari sebelumnya MYR3.908/ton menjadi MYR3.977/ton pada akhir Agustus 2024.
Lebih lanjut, Kementerian Perdagangan menunjukkan Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS), atau dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), periode 1-31 Agustus 2024 sebesar US$820,11/MT. Nilai ini meningkat sebesar US$19,37 atau 2,42% dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$800,75/MT. Hal ini tentu memberikan benefit bagi perusahaan CPO yang berorientasi ekspor.
Bank Mandiri juga berekspektasi bahwa pertumbuhan tahunan ekspor yang masih positif didukung oleh kenaikan harga CPO sebesar 5,6% yoy atau 1,2% mom pada Agustus 2024.
Sedangkan dari sisi impor, diperkirakan masih tetap tumbuh namun cenderung lebih kecil mengingat harga minyak dunia yang terus mengalami penurunan bahkan hingga pertengahan September 2024.
Moderasi harga minyak global yang dipicu oleh sentimen negatif, terutama terkait dengan kekhawatiran akan permintaan minyak yang lebih lemah dari China, serta proyeksi harga yang lebih rendah dari OPEC dan EIA. Apresiasi rupiah sebesar 3,10% mom juga diharapkan berkontribusi pada pertumbuhan impor yang lebih rendah pada Agustus 2024.
Dengan kata lain, rendahnya harga minyak global disertai dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus menguat membuat biaya impor minyak global cenderung tidak cukup besar sehingga neraca dagang diperkirakan masih dapat memperpanjang tren surplus.
Rapat Dewan Gubernur BI Dimulai
Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa dan Rabu pekan ini. Hal yang ditunggu pelaku pasar yakni perihal suku bunga BI yang akan disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo pada Rabu (18/9/2024).
Pelaku pasar saat ini masih cukup labil dengan ekspektasi BI rate kali ini. Sebagian berekspektasi bahwa BI akan menurunkan suku bunga bunganya di tengah inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang stabil dan terjaga. Namun sebagian lainnya berekspektasi bahwa BI tampak masih akan menahan suku bunganya di bulan ini.
Untuk diketahui, pada Agustus lalu BI kembali menahan suku bunganya pada level 6,25% pada Agustus 2024. Begitu juga dengan Deposit Facility dan Lending Facility.
The Fed Akan Segera Pangkas Suku Bunga
Kemudian pada Kamis (19/9/2024) dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (The Fed) akan merilis hasil Federal Open Meeting Committee (FOMC) termasuk suku bunga acuan The Fed dan Summary Economic Projections (SEP) yang berisi dot plot matrix.
Sebagai catatan, survei CME FedWatch Tool hingga saat ini pelaku pasar berekspektasi bahwa The Fed akan 100% memangkas suku bunga acuannya antara 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
Hal ini sangat diharapkan pelaku pasar mengingat data inflasi produsen dan konsumen yang terus melandai, inflasi PCE yang sudah cukup rendah, hingga data ketenagakerjaan AS khususnya laju pengangguran yang tampak cukup tinggi.
Untuk diketahui, saat ini suku bunga The Fed berada di level 5,25-5,50%.
Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunganya, hal ini cenderung disambut positif oleh pelaku pasar khususnya dalam jangka panjang.
Tidak hanya Indonesia dan AS yang akan merilis suku bunga acuannya pekan ini, namun enam bank sentral lainnya juga akan merilis suku bunga acuannya, antara lain Brazil, Turki, Inggris, Afrika Selatan, Jepang, dan China.
(ras/ras)