Newsletter

Wall Street Menghijau Vs Kabar Genting China, IHSG - Rupiah Aman?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Selasa, 10/09/2024 06:00 WIB
Foto: REUTERS/Thomas Peter/File Photo
  • Pasar keuangan bergerak di zona merah, IHSG dan rupiah koreksi, sementara obligasi terpantau dijual investor.
  • Wall Street rebound kencang meskipun dolar menguat menjelang rilis inflasi pada tengah pekan ini.
  • Sentimen hari ini akan lebih banyak datang dari Tiongkok, terutama soal neraca dagang setelah kemarin merilis data perlambatan inflasi.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI sesuai ekspektasi longsor pada perdagangan kemarin Senin (9/9/2024) merespon data pasar tenaga kerja AS yang mengecewakan.

Sentimen selengkapnya terkait prospek pergerakan pasar keuangan pada hari ini, Selasa (10/9/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,25% ke posisi 7.702,74 pada kemarin. Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut pun kembali ke level psikologis 7.700, setelah sepanjang perdagangan cenderung terkoreksi ke 7.600-an.

Nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 18 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 236 saham menguat, 353 saham terkoreksi, dan 211 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor kesehatan menjadi yang paling besar koreksinya dan menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan, yakni mencapai 0,97%.

Sementara dari sisi saham, tiga emiten perbankan raksasa menjadi penekan terbesar IHSG dalam sehari yakni saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang mencapai 5,5 indeks poin, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 5 indeks poin, dan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 4,7 indeks poin.

IHSG melemah setelah tiga hari sebelumnya menguat. Selain itu, koreksi IHSG juga terjadi di tengah investor asing yang mulai mencatatkan outflow untuk pertama kalinya setelah terjadi inflow selama 10 pekan beruntun.

Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi pada periode perdagangan 2-5 September 2024, di mana asing tercatat jual neto Rp 2,49 triliun terdiri dari beli neto Rp 2,65 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 2,24 triliun di pasar saham, serta jual neto sebesar Rp 7,38 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp 28,80 triliun di pasar saham, Rp 11,15 triliun di pasar SBN dan Rp 186,92 triliun di SRBI.

Aliran dana keluar yang mulai terjadi juga direspon pergerakan nilai tukar rupiah yang terpantau mulai melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)>

Melansir dari Refinitiv, nilai mata uang Garuda kemarin ditutup pada posisi Rp15.450/US$, terdepresiasi 0,59% jika dibandingkan penutupan sebelumnya.

Pergerakan rupiah dipicu oleh kenaikan indeks dolar AS (DXY) selama dua hari berturut-turut. Kenaikan ini didorong oleh data ketenagakerjaan AS yang dirilis pada Jumat (6/9/2024).

Meskipun pertumbuhan lapangan kerja AS di bulan Agustus tidak sesuai harapan dimana Non-Farm Payrolls (NFP) mencatat penambahan 142.000 pekerjaan, naik dari 89.000 pada bulan sebelumnya, tetapi masih di bawah proyeksi konsensus sebesar 161.000.

Di sisi lain, tingkat pengangguran turun menjadi 4,2% dari sebelumnya 4,3%, sementara upah pekerja meningkat lebih tinggi dari perkiraan, tumbuh 0,7% secara bulanan dan 3,8% secara tahunan, melampaui ekspektasi masing-masing sebesar 0,3% dan 3,7%.

Sehingga pasar masih memperkirakan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga, dengan kemungkinan besar penurunan sebesar 25 basis poin (bps) lebih diprioritaskan daripada 50 bps.

Beralih ke pasar obligasi, yield tampak mulai naik setelah dua hari mengalami penyusutan. Ini menunjukkan adanya tekanan jual dari investor.

Melansir data Refinitiv, pada sepanjang perdagangan kemarin yield obligasi acuan RI tenor 10 tahun naik 17 bps 6,61%. Penguatan imbal hasil pada surat utang menunjukkan adanya penurunan pada harga.

Hal tersebut menunjukkan tekanan jual terjadi pada obligasi. Ini mengingat pergerakan harga dan yield pada obligasi sifatnya berlawanan arah.

Halaman 2 >>


(tsn/tsn)
Pages