
Investor Siap-siap, Jokowi Bakal Beberkan Kebijakan Prabowo Pekan Ini

- Pekan ini akan ada beragam sentimen penting yang dapat merubah arah pasar keuangan RI ke depan
- Pekan ini ada rilis inflasi AS yang akan jadi pertimbangan utama dalam menentukan kebijakan moneter The FEd
- BPS dijadwalkan akan mengumumkan rilis neraca dagang Indonesia pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor harus bersiap menghadapi pekan penuh gejolak ini karena beragam sentimen yang dapat menentukan masa depan pasar keuangan Indonesia, baik pasar saham ataupun nilai tukar.
Adapun sentimen tersebut dari Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pidato Pengantar/Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-undang (RUU) Tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan dan rilis neraca dagang jadi sentimen utama.
Sementara dari luar negeri perhatian akan tertuju kepada pengumuman inflasi Amerika Serikat dan data tenaga kerja sebagai landasan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed.
Investor bisa full senyum pada perdagangan pekan lalu karena pasar saham dan nilai tukar rupiah sama-sama memiliki kinerja mentereng.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup bergairah pada perdagangan Jumat (9/8/2024). IHSG ditutup menanjak 0,86% ke posisi 7.256,996. Posisi ini membalikkan kejatuhan IHSG di awal pekan lalu (5/8/2024) saat terperosok 3,4% ke posisi 7.059,65. Secara mingguan IHSG ditutup lebih rendah 0,7%.
Pasar saham Indonesia pekan lalu dikagetkan dengan kemerosotan di awal pekan. Bahkan kejatuhan saat itu memanggil memori investor saat bursa saham RI itu terkena trading halt era Covid-19.
Penyebabnya adalah kepanikan di pasar akibat potensi resesi di negara dengan ekonomi terbesar dunia Amerika Serikat tiba-tiba melonjak.
Indikator yang digunakan adalah Sahm Recession Indicator atau The Sahm Rule adalah indikator resesi yang banyak diikuti. Indikator ini telah mendapatkan banyak perhatian dari para ahli yang menggunakannya untuk berargumen bahwa sebuah negara tidak berada dalam resesi, dan juga oleh mereka yang memanfaatkannya untuk menyatakan bahwa resesi akan segera terjadi.
Saat guncangan pasar terjadi, hasil hitungan menunjukkan Sahm Rule Indicator pada Juli 2024 menunjukkan sebesar 0,53 poin persentase. Ini merupakan tertinggi sejak era pandemi Covid-19.
Kenaikan Sahm Rule dipicu oleh data rata-rata laju pengangguran AS dalam tiga bulan terakhir (Mei, Juni, dan Juli) tercatat sebesar 4,13% (4% pada Mei 2024, 4,1% pada Juni 2024, dan 4,3% pada Juli 2024. Sementara pada Juli 2023 sebesar 3,6%. Sebagai catatan, tingkat pengangguran pada Juli 2023 adalah yang terendah dalam setahun terakhir.
Sementara, data historis menunjukkan setelah peringatan Sham Rule muncul atau angka indikatornya menunjukkan 0,50 poin persentase, angka pengangguran terus meningkat. Bahkan dalam resesi yang paling ringan, seperti pada 2001, tingkat pengangguran naik dua poin persentase dari titik terendah sebelum resesi.
Investor panik dan melakukan aksi jual untuk mengamankan aset, pasar pun menjadi penuh ketidakpastian. Pengukur rasa takut Wall Street, CBOE Volatility Index, atau VIX, melonjak lebih dari 50% selama jam perdagangan saham ke level tertinggi sejak 2020, yakni ke 65,73.
![]() VIX |
Berbeda dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)yang tampak tidak terpengaruh dengan kepanikan pasar. Pada perdagangan Senin (5/8/2024) rupiah terpantau mengalami apresiasi 0,09% ke angka Rp16.180/US$, kala IHSG ambruk 3,4%.
Melansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah melejit 1,7% secara point-to-point (ptp) di hadapan dolar AS. Kenaikan rupiah terhadap dolar AS pada pekan ini menjadi yang terbaik pada tahun ini, bahkan mungkin sejak Januari 2023 lalu.
Pada pekan ini pula rupiah berhasil kembali ke bawah level psikologis Rp 16.000/US$, tepatnya di level Rp 15.800-an.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Indeks S&P500 berhasil menguat pada akhir sesi perdagangan pekan lalu. Meskipun kinerja secara mingguan terlihat tetap melemah, namun berhasil memulihkan hampir seluruh kerugiannya sejak penurunan tajam pada hari Senin.
Pada penutupan hari Jumat (9/8/2024), indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) naik 51,05 poin atau 0,13% menjadi 39.497,54. Indeks S&P 500 (SPX) naik 24,85 poin atau 0,47% menjadi 5.344,16, sementara Nasdaq Composite (IXIC) menambahkan 85,28 poin atau 0,51% menjadi 16.745,30. Secara mingguan, S&P 500 turun tipis 0,05%, Dow turun 0,6%, dan Nasdaq turun 0,2%.
Penurunan awal pekan lalu tersebut disebabkan oleh ketakutan para pelaku pasar secara umum akan resesi Amerika Serikat (AS) dan pembalikan posisi perdagangan carry trade yang didanai yen Jepang secara global.
Penurunan besar pada Senin terjadi usai aksi jual masif pada minggu sebelumnya karena laporan pekerjaan Juli yang lebih lemah dari ekspektasi awal
Laporan ini memicu kekhawatiran resesi di kalangan investor, yang mulai menarik posisi perdagangan mata uang carry trade yang melibatkan yen Jepang. Menurut Robert Phipps, Direktur di Per Stirling Capital Management di Austin, Texas, "Investor sedang mencari tanda-tanda dasar pasar."
Kemudian pada Kamis (8/8/2024) para pembuat kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed yakin bahwa inflasi cukup terkendali untuk memungkinkan pemotongan suku bunga di masa mendatang.
Mereka juga menyatakan bahwa keputusan terkait besaran dan waktu pemotongan suku bunga akan didasarkan pada data ekonomi yang masuk.
Semua perhatian investor pasar uang akan tertuju kepada beragam sentimen penting yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Inflasi Amerika Serikat
Data yang jadi tolok ukur utama The Fed dalam mempertimbangkan kebijakan suku bunganya akan dirilis pekan depan.
Inflasi konsumen dan inflasi inti konsumen pada Rabu (14/8/2024). Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS tahunan akan turun 0,1 basis poin menjadi 2,9% year-on-year (yoy) pad Juli 2024 dari sebelumnya 3% yoy.
Sementara AS akan mengalami inflasi secara bulanan menjadi 0,2% setelah sebelumnya deflasi 0,1%. Inflasi inti AS diperkirakan akan menjadi 3,2% yoy dibanding bulan sebelumnya 3,3% yoy.
Rilis Neraca Dagang, Impor & Ekspor Indonesia untuk Juli 2024
Konsensus dari Trading Economics memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Juli 2024 mengalami surplus sebesar US$1,4 miliar pada Kamis (15/8/2024). Pencapaian ini lebih kecil dibandingkan dari Juni 2024 sebesar US$2,39 miliar.
Surplus neraca berjalan ini didorong oleh penurunan impor barang modal dan penolong. Sementara itu, pendorong ekspor bulan Juni adalah eskpor industri pengolahan. Dengan demikian, nilai ekspor RI tercatat lebih tinggi, yakni sebesar US$ 20,84 miliar dan impor US$ 18,45 miliar.
"Neraca dagang kembali surplus US$ 2,39 miliar walau lebih rendah dibanding surplus pada bulan lalu dan Juni 2023," ungkap Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis BPS, Senin (15/7/2024).
Amalia mengatakan surplus neraca dagang Juni 2024 ini lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yaitu US$ 4,43 miliar, di mana komoditas yang memberikan sumbangan adalah bahan bakar mineral lemak dan minyak hewan nabati, besi baja, dan beberapa komoditas lain.
Surplus ini sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 akan mencapai US$ 2,88 miliar.
Sidang Bersama, Pidato Kenegaraan, dan Nota Keuangan 2025
Semua perhatian masyarakat, pelaku usaha, hingga investor pekan ini akan tertuju pada event tahunan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Jumat (16/8/2024).
Pada event tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyampaikan Pidato Kenegaraan pada pagi hari dan Pidato Pengantar/Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-undang (RUU) Tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan pada siang harinya.
Melalui Pidato Kenegaraan, Presiden Jokowi diperkirakan menyampaikan pencapaian 10 tahun pemerintahannya mulai dari politik, hukum, keamanan, hingga ekonomi.
Presiden Jokowi akan menyampaikan Pidato Pengantar RAPBN 2025. Pidato ini menjadi perhatian besar baik dari pelaku pasar ataupun pengusaha karena akan menjadi arah bagi pembangunan Indonesia ke depan. Jokowi akan membeberkan target makro ekonomi mulai dari pertumbuhan, inflasi, nilai tukar rupiah, lifting minyak mentah dan gas, serta harga minyak mentah Indonesia/ICP untuk 2025.
Pidato Nota Keuangan diperkirakan akan sangat menyita perhatian karena RAPBN 2025 akan menjadi APBN pertama pemerintahan baru Prabowo subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Masyarakat, pelaku usaha, dan investor akhirnya akan mengetahui arah kebijakan Prabowo-Gibran, mulai dari belanja hingga pendapatan negara.
Berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya di mana RAPBN untuk presiden berikutnya biasanya hanya bersifat baseline maka RAPBN 2025 diperkirakan sudah merumuskan kebijakan Prabowo. Pasalnya, tim Prabowo ikut terlibat langsung dalam pembuatan RAPBN 2025.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Cash Dividen Interim BSBK
Cash Dividen Interim TEBE
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) SRAJ
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(ras/ras) Next Article Menanti Keputusan Suku Bunga BI, Pasar Rawan Terguncang?