Newsletter

Mayday, Mayday! Hantu Resesi AS Buat IHSG Kritis: Ada Peluang Rebound?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
06 August 2024 06:00
Daftar Terbaru Negara yang Masuk Jurang Resesi: Ada Argentina
Foto: Infografis/Daftar Terbaru Negara yang Masuk Jurang Resesi: Ada Argentina/Aristya Rahadian
  • Nilai tukar rupiah dan IHSG bergerak berlawanan arah. IHSG loyo dengan penurunan lebih dari 3%, sementara rupiah masih menguat tipis.

  • Bursa Wall Street kompak koreksi terseret ambruknya saham teknologi akibat muncul peringatan resesi AS.

  • Sentimen pasar keuangan hari masih akan digerakkan oleh kelanjutan dari ancaman resesi yang memicu pelaku pasar meminta the Fed rapat darurat.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan RI sangat volatil kemarin, Senin (5/8/2024). Indeks Harga saham Gabungan IHSG) jatuh lebih dari 3%, sementara rupiah masih menguat tipis.

Pasar keuangan hari ini diproyeksi masih volatile. Sentimen selengkapnya terkait prospek pergerakan pasar hari ini, Selasa (6/8/2024)n bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Membahas soal pasar keuangan kemarin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlebih dahulu, terpantau pergerakannya sangat volatil.

Secara intraday pada perdagangan kemarin, IHSG sempat turun paling dalam ke 6.998,81 dengan persentase penurunan lebih dari 4%.

Pelaku pasar sempat mewaspadai IHSG bisa mengalami trading halt, syukurnya itu tidak terjadi lantaran ada penarikan candle ke atas, sehingga IHSG pada penutupan berakhir dengan penurunan 3,40% ke posisi 7.059,65.

Koreksi IHSG kemarin terbilang cukup dalam dan menjadi yang paling parah sejak 9 Mei 2022 atau lebih dari dua tahun terakhir di mana IHSG jatuh 4,4%.

Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp14,25 triliun dengan 24,94 miliar lembar saham berpindah tangan lebih dari 1,35 juta kali. Adapun 592 saham turun, 134 tidak ada pergerakan, sementara yang menguat hanya ada 62 saham.

Semua sektor di IHSG terkapar dalam zona merah. Sektor utilities paling ambruk, terjun lebih dari 7%, sektor basic materials menyusul dengan ambles 4,20%. Adapun sektor industrial, real estate, energy, dan financial kompak terkoreksi di kisaran 3%.

Lalu ada sektor teknologi dan consumer non cyclicals turun sekitar 2%, sisanya consumer cyclicals koreksi 1,30% dan healthcare susut 1,03%.

Melihat dari sisi konstituen, saham afiliasi Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menyumbang koreksi IHSG paling dalam, masing-masing 27,65 dan 25, 37 poin.

Saham banking big caps menempati urutan selanjutnya sebagai laggard IHSG paling besar. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyeret turun 21,43 poin, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 20,90 poin, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 21,43 poin.

Dari sisi makro, kejatuhan IHSG terjadi karena pelaku pasar mengantisipasi peringatan resesi Amerika Serikat (AS) akibat data pasar tenaga kerja yang keluar melambat jauh dari ekspektasi.,

Dimulai dari klaim pengangguran naik signifikan ke 249.000, melampaui ekspektasi yang proyeksi hanya naik 1000 ke 236.000 klaim.

Selain itu, data Non Farm Payrolls (NFP) atau data pekerjaan tercatat di luar pertanian juga tercatat tumbuh cukup rendah bahkan di bawah ekspektasi pelaku pasar. Hanya bertambah 114.000 lapangan pekerjaan pada Juli 2024, jauh di bawah ekspektasi yang memperkirakan tambahan 175.000 pekerjaan.
Yang menjadi perhatian lainnya yakni munculnya indikator Sahm yang menunjukkan probabilitas terjadinya resesi di AS. Hal ini sontak membuat pasar menjadi sangat volatil dan memberikan fearness tersendiri.

Akibat risiko resesi, potensi penurunan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) kian meningkat tetapi pelaku pasar menilai potensi terjadinya hard landing, dengan potensi penurunan hingga 50 basis poin (bps) pada September.

Sebenarnya ini merupakan hal baik bagi market lantaran akan menjadi booster likuiditas di mana indeks dolar (DXY) akan melandai. sehingga dana akan mengalir ke emerging market lagi, termasuk di sini rupiah bisa menjadi salah satu yang diuntungkan. Pasalnya, ketika indeks dolar turun, tekanan terhadap rupiah mereda.

Hal tersebut mulai tercermin pada pergerakan nilai tukar rupiah kemarin yang kemarin menguat, meskipun IHSG ambruk.

Melansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,09% di angka Rp16.180/US$ pada kemarin, Senin (5/8/2024). Hal ini semakin memperpanjang tren apresiasi yang telah terjadi sejak 31 Juli 2024 atau empat hari beruntun.

Sementara DXY pada pukul 15:11 WIB turun 0,54% di angka 102,65. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi kemarin yang berada di angka 103,2.

Sementara itu, kemarin dari domestik Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,05% secara tahunan (yoy) pada kuartal kedua tahun ini , ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 5,11% yoy.

Pertumbuhan ekonomi RI meskipun cenderung melambat, tetapi capaian saat ini sesuai dengan target di mana masih tumbuh di atas 5% yoy.

Senada dengan rupiah, harga Surat Berharga Negara (SBN) juga naik sehingga imbal hasilnya melandai. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, jatuhnya imbal hasil US Treasury, serta masuknya investor asing ikut membantu penurunan imbal hasil.

Imbal hasil SBN tenor 10 tahun melandai ke 6,08% atau menjadi yang terendah sejak Mei 2024.

Halaman 2 >> 

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street kompak terkapar di zona merah pada perdagangan Senin malam sampai Selasa dini hari waktu Indonesia (5-6 Agustus 2024) akibat kekhawatiran resesi Amerika Serikat (AS) menyusul lemahnya data ekonomi pekan lalu.

Bursa saham dari Asia hingga Eropa juga terpukul dan imbal hasil (yield) obligasi merosot karena para investor bergegas mencari aset-aset yang aman (safe-haven) dan bertaruh bahwa Bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) kini perlu menurunkan suku bunganya secara agresif untuk memacu pertumbuhan.

Prospek pemangkasan suku bunga kian meningkat setelah laporan ketenagakerjaan yang lemah di tengah menyusutnya aktivitas manufaktur di negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ditambah dengan perkiraan suram dari perusahaan-perusahaan teknologi besar AS.

Data pekerjaan yang mengecewakan juga memicu peringatan resesi setelah indeks Sahm Rule meningkat ke 0,53 poin persentase. Indeks ini dipandang oleh banyak orang sebagai indikator resesi yang akurat secara historis.

Hal tersebut akhirnya membuat bursa Wall Street koreksi pekan lalu, dan pada awal pekan ini harus rela kembali koreksi.

Indeks Nasdaq jatuh paling parah hingga 3,43% % ke posisi 16.200,08. Kemudian diikuti S&P 500 ambles 3% ke posisi 5.186,33, sementara Dow Jones Industrial Average Indeks (DJI) ambruk 2,60% menuju 38.703,27.

Buat Nasdaq, penutupan kemarin menjadi penurunan tiga hari terbesar Nasdaq sejak 13 Juni 2022, ketika indeks tersebut merosot 10,57% dalam periode tiga hari.

Penurunan Dow Jones sebanyak 1.033,99 poin, atau 2,6% dan indeks S&P 500 merosot 3% menjadi kerugian harian terburuk sejak September 2022.

Saham teknologi masih menjadi pemicu ambruknya Wall Street. Saham Nvidia merosot 6,4%, Apple anjlok 4,8%, Tesla, turun 4,2%, dan Super Micro Computer jatuh 2,5%.

Halaman 3 >>

Sentimen pasar pada perdagangan hari ini sebenarnya tidak terlalu banyak dari dalam negeri. Dari eksternal akan ada rilis neraca dagang AS. Masih ambruknya Wall Street mesti menjadi perhatian besar investor. Meski begitu, melihat secara teknikal dari pergerakan IHSG ada potensi rebound setelah kemarin anjlok dalam.

Habis Terjun Dalam, IHSG Buka Peluang Rebound

Secara teknikal, IHSG breakdown cukup dalam setelah mengalami konsolidasi selama beberapa hari terakhir. Penurunan tajam dalam waktu singkat biasanya akan memicu rebound yang cepat pula.

Rebound terdekat potensi di uji paling tidak ke resistance MA200 daily di posisi 7.113,32. Namun, rebound kemungkinan besar akan lebih terlihat seperti dead cat bounce, atau potensi hanya sementara dan melanjutkan tren turun.

Pasalnya, secara daily IHSG masih memiliki gap up yang belum tertutup pada 8 Juni 2024. Posisi ini akan menjadi support terdekat yang potensi diuji oleh IHSG selanjutnya jika pelemahan masih berlanjut, tepatnya di 6.964,35.

Pergerakan IHSG secara teknikalFoto: Tradingview
Pergerakan IHSG secara teknikal

Pasar Saham Collapse, Seruan Rapat Darurat The Fed Mencuat

Bursa saham dunia yang mayoritas terjerembab di zona merah, dan terpantau yang paling paling kemarin datang dari Jepang, di mana Nikkei dalam sehari terjun lebih dari 12%. Ini menjadi kinerja yang paling kelam sejak Nikkei mengalami "'Black Monday" pada 1987 silam.

Hal ini kemudian memicu sejumlah ekonom dan analis meminta bank sentral AS untuk melakukan rapat darurat.

Jeremy Siegel, Profesor Keuangan di Wharton School Universitas Pennsylvania bahkan meminta The Fed untuk melakukan pemotongan darurat hingga 75 basis poin (bps) setelah laporan pekerjaan yang mengecewakan.

"Harus ada "pemotongan 75 basis poin lagi yang diindikasikan untuk bulan depan pada pertemuan September - dan itu adalah jumlah minimum," ungkap Siegel pada acara "Squawk Box" CNBC International, Senin malam (5/8/2024).

Lebih lanjut ia menyatakan "Suku bunga dana fed fund saat ini seharusnya berada di antara 3,5% dan 4%," katanya.

Berbicara soal rapat darurat the Fed sebenarnya memang bukan hal yang umum, tetapi hal ini pernah dilakukan Misalnya, Ketua Fed Alan Greenspan pernah melakukan pemotongan darurat sebesar 50 bps pada awal tahun 2001.

Sejauh ini, setelah peringatan resesi mencuat, pelaku pasar kini mengharapkan adanya pemangkasan suku bunga lebih awal. Pasalnya, jika the Fed terlambat melonggarkan kebijakan dan terjadi hard landing, maka risiko koreksi di pasar keuangan dunia secara menyeluruh akan berlanjut, terutama bagi sektor teknologi.

Rilis Data Hari Ini : Neraca Dagang AS

Beralih ke rilis data, pada hari ini akan ada pengumuman neraca dagang AS untuk periode Juli 2024. Menurut data yang dihimpun Trading Economics, pelaku pasar memperkirakan neraca dagang akan mengalami penyusutan defisit menjadi US$ 72,4 miliar, dibandingkan yang defisit US$ 75,1 miliar.

Neraca dagang ini patut dicermati mengingat negeri Paman Sam merupakan partner dagang kedua terbesar setelah Tiongkok.

Secara tren, defisit neraca dagang AS masih terus melebar. Hal ini seiring dengan kondisi manufaktur yang masih lemah, dalam empat bulan turun terus dan masih betah di zona kontraksi.

Halaman 4 >>

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Menteri Perdagangan akan memimpin ekspose Barang Bukti Hasil Pengawasan Terhadap Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor di Penimbunan Pabean Bea dan Cukai Cikarang, Jalan Simpangan, Kecamatan Cirakarang Utara, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
  • Pidato Pejabat The Fed, Mary Daly

  • Neraca Dagang AS periode Juli 2024

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Hari terakhir offering date IPO NEST

  • Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ROTI

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(tsn/tsn) Next Article Sri Mulyani Umumkan Kabar Penting Hari Ini, Semoga IHSG- Rupiah Kuat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular