
Kabar dari Sri Mulyani & AS Bikin Was-Was: IHSG & Rupiah Semoga Kuat!

Sejumlah sentimen berpotensi menggerakkan pasar pada perdagangan terakhir pekan ini. Sentimen-sentimen tersebut antara lain seperti kekhawatiran Sri Mulyani dalam acara APBN KiTa Juni 2024, yen Jepang yang berada di posisi terendah sejak 1986, hingga penantian data inflasi PCE Amerika Serikat malam hari ini.
IHSG pada perdagangan kemarin memang mampu mengakhiri perdagangan di zona hijau. Namun, asing tercatat masih belum mau masuk ke pasar saham dengan terbukti adanya catatan net sell sekitar Rp5,37 triliun dengan didominasi oleh net sell pada pasar negosiasi dan tunai sebesar Rp 5,71 triliun.
Ketakutan Sri Mulyani
Sri Mulyani membeberkan kekhawatiran dan perhatiannya terhadap isu ekonomi terkini pada konferensi pers APBN KiTA, Kamis (27/6/2024).
Salah satunya adalah penerimaan pajak yang anjlok hingga 8,4% menjadi hanya sebesar Rp760,4 triliun per Mei 2024. Penerimaan ini turun dibandingkan Rp830,5 triliun pada bulan yang sama 2023. Adapun, realisasi ini jika dibandingkan target pajak tahun ini yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun baru mencapai 36,2%.
Sri Mulyani mengatakan, setoran pajak yang masih tumbuh pada periode itu hanya berasal dari jenis pajak pertambahan nilai atau PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM, sebesar Rp 282,34 triliun atau naik 5,72%.
Adapun, jenis pajak lainnya merosot, termasuk setoran untuk pajak penghasilan non migas turun 5,41% menjadi hanya sebesar Rp 443,72 triliun. Lalu, PPh migas hanya Rp 29,31 triliun, turun hingga 20,64%.
Anjloknya setoran PPh itu disebabkan pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama sektor usaha yang terkait komoditas.
Sementara secara total, pendapatan negara dari pajak, bea cukai, PNBP serta hibah mencapai Rp 1.123,5 triliun hingga Mei 2024.
Sri Mulyani mengatakan pendapatan ini telah mencapai 40,1% dari target APBN tahun ini. Meskipun pencapaian untuk Mei dari persentase baik namun pertumbuhan dibandingkan tahun lalu terjadi penurunan 7,1% year on year (yoy).
![]() Sumber: APBN KITA EDISI JUNI 2024. (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu) |
Kekhawatiran Sri Mulyani disampaikan setelah rupiah terus-menerus melemah. Ia katakan bahwa belanja subsidi melonjak tiga tahun berturut-turut, penyebabnya ialah pelemahan nilai tukar rupiah dan melonjaknya harga komoditas, seperti minyak mentah.
Sri Mulyani mengatakan, belanja subsidi hingga Mei 2024 telah mencapai Rp 77,8 triliun, naik 3,7% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 75,1 triliun. Level belanja di atas Rp 70 triliun itu telah terjadi sejak 2022 yang sebesar Rp 75,4 triliun.
Pada tahun-tahun sebelumnya, seperti pada 2020, belanja subsidi hanya sebesar Rp 48,9 triliun. Pada 2021 pun sebetulnya telah melonjak 15,7% namun masih pada level Rp 56,6 triliun.
Sri Mulyani merincikan, untuk belanja subsidi itu terdiri dari belanja subsidi untuk bahan bakar minyak atau BBM sebesar 5,57 juta kiloliter, turun 1% dibanding bulan yang sama tahun lalu 5,63 juta kiloliter.
Sementara itu, untuk belanja subsidi LPG 3 kg sebesar 2,7 juta metrik ton, naik 1,9% dibanding Mei 2023 sebesar 2,6 juta metrik ton. Subsidi listrik naik sebesar 3,1% dari 39,2 juta pelanggan menjadi 40,4 juta pelanggan.
Adapula untuk subsidi penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR naik 42,9% dari Rp 80,3 triliun menjadi Rp 114,7 triliun. Sedangkan untuk jumlah debitur KUR nya naik 33,4% dari 1,5 juta orang menjadi 2 juta orang.
Yen Jepang Ambruk & Dampak ke Indonesia
Nilai tukar yen Jepang terhadap dolar AS menyentuh level 160,7 pada penutupan perdagangan kemarin dan posisi ini merupakan yang terparah sejak 1986 atau sekitar 38 tahun terakhir. Penurunan yen sejak tahun 2022 sebagian besar disebabkan oleh kesenjangan antara tingkat suku bunga dalam negeri dan luar negeri, serta defisit perdagangan yang semakin membesar.
Bagi investor, suku bunga yang lebih tinggi di Amerika berarti peluang untuk memperoleh keuntungan yang jauh lebih tinggi atas investasi, seperti obligasi pemerintah, di negara tersebut dibandingkan di Jepang.
Semakin banyak investor menjual yen, semakin besar pula penurunan nilainya mendorong investor untuk terus menjual dalam siklus yang terus berlanjut.
Ambruknya yen terhadap dolar AS pun bersamaan dengan tak berkuasanya yen di hadapan rupiah. Secara year to date/ytd, yen telah terdepresiasi 6,19%. Pelemahan yen ini dikhawatirkan bisa memicu ketidakpastian di pasar Asia, termasuk Indonesia.
Tarif Listrik Juli 2024
Pemerintah sejak awal tahun hingga Juni 2024 ini memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi atau biasa dikenal dengan tariff adjustment.
Padahal, berdasarkan aturan, PT Perusahaan Listrik Negara PLN (Persero) berhak melakukan penyesuaian tarif untuk golongan non subsidi setiap tiga bulan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak menyampaikan secara pasti apakah tarif listrik untuk golongan non subsidi ini akan mengalami perubahan mulai Juli 2024 atau tidak.
Saat ditanya kemungkinan apakah ada kenaikan, dia menjawab, "tidak, kalau naik sih tidak."
Namun, saat ditegaskan kembali apakah artinya tarif listrik pada Juli-September 2024 tidak akan mengalami kenaikan, jawabannya pun tampak tak pasti. Dia berkata, "Ya, kita lihat. Tapi nanti segera kita rapatkan."
Dengan kepastian tidak naiknya tarif listrik pada Juli, maka hal ini setidaknya memberikan sedikit kelegaan bagi masyarakat di tengah kondisi yang cukup mengkhawatirkan khususnya perihal daya beli masyarakat yang masih tertekan.
Inflasi PCE AS
Pada malam hari ini, Jumat (28/6/2024) inflasi PCE AS akan dirilis dan diperkirakan oleh konsensus akan melandai menjadi 2,6% year on year/yoy untuk periode Mei. Angka ini cenderung lebih rendah dibandingkan periode April yang tumbuh 2,7% yoy.
Jika hal tersebut benar terjadi atau bahkan inflasi PCE tumbuh tak sampai 2,6%, maka hal ini akan semakin memperbesar potensi pemangkasan suku bunga The Fed dan berujung pada depresiasi DXY.
Menurut data FedWatch dari LSEG, para investor sebagian besar tetap pada pandangan mereka untuk sekitar dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini, meskipun The Fed hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan.
(rev/rev)