RI Punya 'Harta Karun' Baru Gantikan BBM, Tapi PR-nya Masih Banyak!

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
13 June 2024 19:40
Ilustrasi hydrogen gas station. (AP/Laurent Cipriani)
Foto: Ilustrasi hydrogen gas station. (AP/Laurent Cipriani)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Adapun salah satu upaya untuk mencapai target tersebut yaitu dengan mengembangkan salah satu energi baru, yakni hidrogen.

Bukan tanpa alasan, Indonesia memiliki potensi energi hidrogen hingga 32 juta ton per tahun.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, potensi hidrogen di Tanah Air masih sangat besar. Terlebih, perkiraan permintaan hidrogen di Indonesia pada beberapa tahun ke depan "hanya" 13 juta ton per tahun.

Namun demikian, Eniya mengakui bahwa saat ini sumber hidrogen Indonesia baru berasal dari gas alam atau yang dikenal sebagai grey hydrogen.

"Potensinya ke depan itu kita mempunyai angka sampai dengan 32 juta ton per tahun. Dan demand kita itu kita prediksi antara 9,8 juta sampai dengan sekitar 13 juta," ungkap Eniya dalam Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (3/6/2024).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertamina NRE, John Eusebius Iwan Anis, mengatakan, meskipun potensi hidrogen sebagai sumber energi hijau cukup besar, namun masih memiliki tantangan yang tak mudah, terutama terkait harga yang belum kompetitif dan penerapan teknologi elektrolisa.

"Jadi elektrolisa itu menggunakan tentu saja energi untuk menghasilkan hidrogen, sehingga kalau energinya masih yang green ya, masih relatif tinggi tentu saja hasilnya juga harganya masih relatif tinggi," jelas John.

Melansir artikel Departemen Energi Amerika serikat, hidrogen adalah bahan bakar bersih yang ketika dikonsumsi dalam sel bahan bakar hanya menghasilkan air. Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai sumber domestik, seperti gas alam, tenaga nuklir, biomassa, dan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.


Rantai Pasok Bahan Bakar Hidrogen
Source: ESDM

Eniya juga menekankan pentingnya regulasi dan standar dalam pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia.

"Kita tentu saja ingin menciptakan ekosistem yang saling berkesinambungan. Dan saat ini pemerintah sedang membahas RUU Energi Baru Terbarukan yang sedang bergulir ini. Di dalam jenis energi baru telah dimasukkan hidrogen, amonia, dan nuklir," ungkapnya.

Dalam skenario mencapai emisi nol (Net Zero Emissions/NZE), penggunaan hidrogen rendah emisi dan bahan bakar berbasis hidrogen mengarah pada pengurangan emisi CO2 pada 2030 dibandingkan dengan langkah-langkah mitigasi utama lainnya, seperti penerapan energi terbarukan, elektrifikasi langsung, dan perubahan perilaku.

Namun, hidrogen dan bahan bakar berbasis hidrogen dapat memainkan peran penting di sektor-sektor yang sulit mengurangi emisi dan langkah-langkah mitigasi lainnya mungkin tidak tersedia atau sulit diterapkan, seperti industri, transportasi jarak jauh, pelayaran, dan penerbangan. Kontribusi total hidrogen juga lebih besar dalam jangka panjang seiring dengan matangnya teknologi berbasis hidrogen.

Mengganti hidrogen berbasis bahan bakar fosil tanpa pengendalian emisi dengan hidrogen rendah emisi dalam aplikasi yang ada (yakni di sektor penyulingan dan industri) adalah prioritas jangka pendek, mengingat tantangan teknis yang relatif rendah karena merupakan penggantian yang sejenis daripada pergantian bahan bakar.

Melansir International Energy Agency (IEA), produksi hidrogen saat ini untuk berbagai aplikasi tersebut menghasilkan emisi setara 1.100-1.300 Mt CO2 (termasuk emisi hulu dan midstream dari pasokan bahan bakar fosil). Dalam Skenario NZE, intensitas emisi rata-rata produksi hidrogen turun dari kisaran 12-13,5 kg CO2-eq/kg H2 pada 2022 menjadi 6-7,5 kg CO2-eq/kg H2 pada 2030.



Produksi Energi Hidrogen Untuk Mengurangi Emisi Karbon dalam Menuju NZE
Source: IEA

Sementara itu, John menyoroti langkah konkret yang telah diambil Pertamina dalam mendukung pengembangan hidrogen.

"Kami menyambut baik tentu saja dukungan yang luar biasa dari pemerintah dan berterima kasih untuk itu. Karena ini sejalan dengan harapan dari pemerintah kan untuk Net Zero Emissions dan kita mendukung itu," kata John.

Dalam hal storage, Eniya menjelaskan bahwa regulasi saat ini mengizinkan tekanan hingga 400 bar, namun untuk kebutuhan transportasi, hidrogen masih memerlukan regulasi yang mendukung tekanan hingga 700 bar.

"Kalau untuk distribusi saja atau pengantaran itu sekitar 200-300 sudah cukup untuk sampai terdistribusikan di satu tempat," tambahnya.

Melansir IEA, Infrastruktur transportasi dan penyimpanan hidrogen dan bahan bakar berbasis hidrogen masih sangat terbatas, tetapi perlu ditingkatkan seiring munculnya pengaplikasian terdistribusi baru.

Saat ini, hidrogen sebagian besar diproduksi dan dikonsumsi di lokasi yang sama, tanpa memerlukan infrastruktur transportasi. Dengan meningkatnya permintaan hidrogen dan munculnya penggunaan terdistribusi baru, diperlukan pengembangan infrastruktur hidrogen yang menghubungkan pusat produksi dan permintaan.

Pipa adalah cara paling efisien dan paling murah untuk mengangkut hidrogen hingga jarak 2.500 hingga 3.000 km, untuk kapasitas sekitar 200 kt per tahun. Sekitar 2.600 km pipa hidrogen beroperasi di Amerika Serikat dan 2.000 km di Eropa, yang sebagian besar dimiliki oleh perusahaan swasta dan digunakan untuk menghubungkan pengguna industri.

Untuk mengangkut hidrogen jarak jauh, pengiriman hidrogen dan pembawa hidrogen lebih kompetitif dari segi biaya dibandingkan pipa hidrogen. Pada Februari 2022, proyek Hydrogen Energy Supply Chain menunjukkan untuk pertama kalinya pengiriman hidrogen cair dari Australia ke Jepang. Namun, karena tantangan teknis dalam pengiriman hidrogen cair, semakin banyak proyek yang mempertimbangkan kemungkinan pengangkutan amonia, meskipun semua proyek ini masih dalam tahap pengembangan awal. Dalam Skenario NZE, lebih dari 15 Mt hidrogen rendah emisi (dalam bentuk hidrogen atau bahan bakar berbasis hidrogen) dikirim secara global pada 2030.

Indonesia dapat meniru keberhasilan negara-negara lain dalam mengembangkan infrastruktur hidrogen dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Mendorong Investasi dalam Infrastruktur Hidrogen: Pemerintah Indonesia dapat memberikan insentif dan fasilitasi untuk mendorong investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur hidrogen, seperti pipa pengangkutan dan penyimpanan.

  2. Menetapkan Kebijakan dan Standar: Indonesia dapat mengadopsi kebijakan dan standar yang jelas terkait dengan produksi, transportasi, dan penggunaan hidrogen, seiring dengan mengidentifikasi dan menetapkan definisi hidrogen bersih dan berkelanjutan.

  3. Kerja Sama Regional dan Internasional: Indonesia dapat mengambil bagian dalam kerja sama regional dan internasional untuk pengembangan infrastruktur hidrogen, seperti keterlibatan dalam inisiatif pan-Asia-Pasifik atau kemitraan dengan negara-negara maju yang memiliki pengalaman dalam pengembangan infrastruktur hidrogen.

  4. Pengembangan Rencana Nasional untuk Hidrogen: Pemerintah Indonesia dapat merancang rencana nasional yang jelas dan komprehensif untuk pengembangan hidrogen, termasuk target produksi, penggunaan, dan infrastruktur terkait.

  5. Stimulasi Investasi dalam Teknologi: Indonesia dapat memberikan insentif bagi pengembangan teknologi terkait hidrogen, seperti elektrolisis dan penyimpanan hidrogen, untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi.

  6. Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Penyimpanan: Pemerintah Indonesia dapat mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur transportasi dan penyimpanan hidrogen, seperti pipa dan fasilitas penyimpanan yang sesuai dengan kebutuhan domestik.

John juga menyoroti pentingnya teknologi dalam pengembangan infrastruktur hidrogen.

"Peran teknologi sangat besar. Tadi sudah saya sampaikan di awal. Mulai dari yang di hulunya ya, di upstream-nya sendiri. Jadi dari mulai produksinya sendiri," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa Pertamina sedang melakukan pilot project di dua lokasi, yakni di Sulawesi Utara dan Sumatera, untuk mengembangkan hidrogen menggunakan energi geothermal.

Eniya menutup diskusi dengan menyoroti pentingnya investasi internasional dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

"Keterlibatan investasi internasional ini sangat penting. Bahkan kita sudah berkomunikasi untuk memakai produk dalam negeri. Dan ini sudah kita sepakati bahwa investasi internasional juga langsung bisa masuk untuk berperan mewujudkan renewable energy di tanah air," ujarnya.

Keberhasilan berbagai negara dalam mengembangkan hidrogen dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia. Melansir IEA, Amerika Serikat memberikan insentif melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi, Uni Eropa menetapkan regulasi hidrogen terbarukan, dan China meningkatkan kapasitas elektroliser. India menetapkan target ambisius produksi hidrogen terbarukan, sementara Inggris mengembangkan standar hidrogen rendah karbon. Namibia dan Afrika Selatan mengadopsi strategi hidrogen hijau.

Indonesia dapat mengadopsi langkah-langkah ini untuk mempercepat transisi energi bersih dan mencapai target emisi nol bersih. Dengan berbagai langkah strategis yang tengah dilakukan, Indonesia dapat memanfaatkan potensi hidrogen sebagai sumber energi hijau di masa depan.



CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation