Newsletter

Fed Rate Diramal Turun 2 Kali Tahun Ini, IHSG & Rupiah Lanjut Pesta?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
20 May 2024 06:00
Jerome Powell
Foto: Reuters

Pasar keuangan, saham maupun nilai tukar rupiah, dibanjiri beragam sentimen penting meskipun sesi perdagangan hanya akan buka tiga hari hingga Rabu (22/5/2024).

Berdasarkan indikator teknikal, IHSG saat ini memiliki potensi menguat menuju resisten terdekat yakni 7.378. Potensi ini didukung oleh IHSG yang mampu breakout dari indikator garis simple moving average 50 dan 100.

Kondisi ini sekaligus menjadi sinyal kuat IHSG keluar atau perubahan tren dari tren pelemahan jangka pendek yang terjadi sejak awal April.

Moving average adalah indikator saham yang biasa digunakan dalam analisis teknikal dengan menghitung rata-rata pergerakan suatu saham. Indikator ini dihitung untuk mengidentifikasi arah tren suatu harga saham atau untuk menentukan level support dan resistance.

IHSGFoto: Refinitiv
IHSG

Sentimen pekan ini

Pada Senin (20/5/2024), bank sentral China (PBoC) akan merilis suku bunganya (LPR) tenor satu dan lima tahun yang diperkirakan konsensus masih akan stay di angka 3,45% dan 3,95%.

Dikutip dari Reuters, China diperkirakan menahan suku bunganya meskipun ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan hipotek semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perumahan.

Survei terhadap 33 pengamat pasar, yang dilakukan minggu ini, menemukan 27, atau 82% dari seluruh responden, memperkirakan LPR satu tahun dan lima tahun tidak akan berubah.

Jika LPR masih akan ditahan di level yang sama, maka hal ini tidak akan memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang China, kecuali terdapat stimulus atau hal lainnya yang dapat mendorong perekonomian China khususnya dalam hal properti.

Selain itu, dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2024 yang terdiri dari transaksi berjalan (CA), transaksi modal dan finansial, dan lainnya.

Sebelumnya, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$1,29 miliar pada triwulan IV-2023 (0,4% PDB), meningkat dibandingkan dengan defisit US$1,0 miliar (0,3% dari PDB) pada kuartal III-2023.

Transaksi berjalan Indonesia jika dilihat secara setahun penuh, maka 2023 mengalami defisit US$1,6 miliar (0,1% dari PDB). Ini adalah kali pertama transaksi berjalan mengalami defisit sejak 2020 atau dalam tiga tahun terakhir. Kondisi ini juga berbanding terbalik jika dibandingkan akhir 2022, ketika transaksi berjalan RI mencatat surplus US$13,2 miliar.

Defisitnya transaksi berjalan menjadi sinyal akan pemburukan pada dua hal yakni melemahnya ekspor serta melebarnya defisit pendapatan primer.

Jika defisit transaksi berjalan terus-menerus terjadi, maka dikhawatirkan rupiah akan terus tertekan sehingga BI harus mengerek suku bunga. Bila suku bunga meningkat, maka aktivitas ekonomi bisa diperlambat. Harapannya impor barang bisa turun dan mengurangi beban pada transaksi berjalan.

Keesokan harinya pada Selasa (21/5/2024) dan Rabu (22/5/2024), BI akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Hal ini akan menjadi perhatian pelaku pasar salah satunya yang ditunggu yakni suku bunga acuan.

Sebelumnya pada April 2024, BI cukup mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%.

"Rapat dewan Gubernur memutuskan menaikkan BI rate," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (24/4/2024).

BI mengungkapkan alasan kenaikan suku bunga tersebut karena untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk pastikan inflasi sesuai sasaran 2,5 plus minus 1% 2024 2025 sejalan dengan stance kebijakan prostabilitas.

Diketahui rupiah melemah tajam dalam beberapa waktu terakhir. Dolar AS sempat menyentuh Rp16.200.

Kemudian pada Kamis (23/5/2024), bank sentral AS (The Fed) akan menyelenggarakan Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes.

Pelaku pasar membutuhkan banyak wawasan tentang pemikiran pejabat Fed seputar kebijakan moneter sambil menunggu pertemuan berikutnya di bulan Juni.

Menjelang FOMC minutes tersebut, beberapa pejabat The Fed akan menyampaikan pernyataan, termasuk bos The Fed Jerome Powell.

Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic mengatakan laporan inflasi bulan April mungkin telah memberikan petunjuk penting tentang arah inflasi, khususnya perlambatan kenaikan biaya perlindungan, namun masih terlalu dini untuk mengatakannya.

"Satu titik data bukanlah sebuah tren. Satu perubahan tidak menentukan...tiga bulan ke depan," kata Bostic dalam komentarnya di sebuah acara di Jacksonville.

Namun mengingat besarnya peran shelter dalam mendorong inflasi baru-baru ini, perlambatan pada bulan April "merupakan perkembangan yang cukup signifikan dan patut untuk diperhatikan."

Setiap pernyataan yang disampaikan pejabat The Fed ini akan memberikan dampak bagi pasar keuangan global, termasuk mata uang.

Menurut perangkat FedWatch, kemungkinan The Fed memangkas suku bunga akan terjadi pada pertemuan 18 September 2024 senilai 25 basis poin menjadi 5%-5,25%.

Kemudian terjadi satu kali lagi pada pertemuan 18 Desember 2024 sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%-5%.

 

(ras/ras)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular