
Analis Rekomendasi Jual, Saham Astra (ASII) Mulai Ditinggal Investor?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Astra International Tbk (ASII) telah jatuh 16,28% sepanjang 2024. Bahkan sahamnya dilego asing sebesar Rp4,03 triliun di pasar reguler dan Rp3,97 triliun untuk semua pasar sepanjang 2024, menurut data RTI.
Pandangan para analis terhadap saham blue chip ini mulai berubah dari optimis menjadi netral, bahkan ada yang pesimis.
Berdasarkan konsensus Refinitiv, ada 4 analis yang memberi rekomendasi netral sementara 3 analis memberikan rekomendasi jual. Jumlah ini lebih banyak ketimbang rekomendasi tahun lalu di mana hanya ada 1 analis merekomendasikan jual.
Sementara itu, target harga dari analis ikut turun juga sebagai tanda bahwa ada penyesuaian terhadap proyeksi dan potensi harga saham Astra.
Investor Asing Lego Saham ASII Rp1,7 T
Berdasarkan data Refinitiv ada lima investor besar yang merupakan perusahaan manajemen investasi asing melakukan penjualan saham ASII dalam enam bulan terakhir.
Capital Research Global Investors, perusahaan manajemen investasi dunia, jadi yang terbanyak dengan melepas 339,71 juta lembar saham atau senilai Rp1,77 triliun.
Sementara itu Baillie Gifford & Co. mencatatkan penjualan saham ASII sebesar 643,52 miliar. Kemudian diikuti oleh Norges Bank Investment Management yang menjual saham Astra mencapai Rp215,68 miliar.
Berikut daftar investor besar yang menjual saham ASII:
Penjualan Turun Jadi Faktor Utama Saham ASII Lesu
Penjualan mobil secara nasional dan dari sisi perusahaan juga menjadi sentimen negatif bagi ASII. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil pada April lalu total wholesales yang dicetak para pabrikan sebanyak 48.637 unit, turun 34,9% dibanding bulan yang sama tahun lalu yang mencapai 74.724 unit.
Sedangkan dari sisi penjualan ritel yang berhasil dikantongi pabrikan pada bulan itu hanya 58.779 unit, juga ambles 14,8% dibanding April 2023 yang mencapai 82.088 unit.
Pada periode tersebut Toyota melakukan pengiriman kepada dealer atau wholesales sebanyak 15.201 unit. Daihatsu menyusul di bawahnya dengan penjualan mencapai 9.481 unit. Sementara penjualan Honda pada April 2024 mencapai 4.911 unit.
Sedangkan data empat bulan pertama 2024 juga tak kalah suramnya. Periode Januari-April 2024, berdasarkan data Gaikindo, wholesales atau penjualan mobil dari pabrikan ke dealer di empat bulan awal tahun ini anjlok dalam mencapai 22,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sepanjang Januari - April 2024, total wholesales yang dibukukan seluruh pabrikan mobil 263.706 unit, turun jauh dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 341.582 unit.
Pada periode Januari - April 2024, total penjualan mobil Astra mencapai 146.570 unit. Sementara itu, penjualan mobil Low-Cost Green Car (LCGC) Astra mencapai 44.331 unit kendaraan.
Pada periode April 2024 saja, penjualan mobil LGCG Astra mencapai 7.926 unit atau turun 34,33% MoM dari 12.070 unit pada Maret 2024. Jika dibandingkan secara tahunan, penjualan itu turun 15,46% yoy.
Selain itu, masuknya pabrikan mobil listrik asal China, yakni Build Your Dreams atau BYD, membuat isu pergeseran pangsa pasar mobil di Indonesia. BYD dinilai akan menggerus pangsa pasar atau market share ASII yang selama ini mendominasi.
Meski sejatinya merek Toyota saat ini masih didominasi oleh mobil jenis hybrid, tetapi dengan adanya BYD, maka hal tersebut dapat mengancam dominasi ASII.
Dari kinerja keuangannya, laba bersih ASII pada kuartal I-2024 mencapai Rp 7,46 triliun. Angka tersebut turun 14% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang sebesar Rp 8,72 triliun.
Laba bersih tersebut tercatat sedikit membaik apabila mengecualikan penyesuaian nilai wajar atas investasi di GOTO dan Hermina yakni menjadi Rp 8,13 triliun atau turun 5% secara tahunan (yoy).
Mengutip laporan keuangannya, capaian laba tersebut berasal dari pendapatan bersih sebesar Rp 81,21 triliun. Pendapatan ini turun 2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 4,76 triliun.
Laba bersih ASII sebagian besar berasal dari kontribusi sektor otomotif (Rp 2,75 triliun), jasa keuangan (Rp 2,09 triliun) dan alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi (Rp 2,79 triliun). Sementara sisanya berasal dari sektor agribisnis, infrastruktur dan logistik serta properti.
Penurunan kinerja ini merefleksikan penurunan kinerja dari bisnis alat berat dan pertambangan serta otomotif Grup.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(ras/ras)